nusabali

6 Jam Melali Bareng KemBALI BECIK, Kenalkan Destinasi Wisata Bekelanjutan di Pulau Dewata

  • www.nusabali.com-6-jam-melali-bareng-kembali-becik-kenalkan-destinasi-wisata-bekelanjutan-di-pulau-dewata
  • www.nusabali.com-6-jam-melali-bareng-kembali-becik-kenalkan-destinasi-wisata-bekelanjutan-di-pulau-dewata
  • www.nusabali.com-6-jam-melali-bareng-kembali-becik-kenalkan-destinasi-wisata-bekelanjutan-di-pulau-dewata
  • www.nusabali.com-6-jam-melali-bareng-kembali-becik-kenalkan-destinasi-wisata-bekelanjutan-di-pulau-dewata
  • www.nusabali.com-6-jam-melali-bareng-kembali-becik-kenalkan-destinasi-wisata-bekelanjutan-di-pulau-dewata

GIANYAR, NusaBali.com – Pada Jumat (2/12/2022), NusaBali.com mendapat undangan KemBALI BECIK untuk melali bareng selama 6 jam mulai 10.00-16.00 Wita di tiga destinasi wisata yang bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial.

Ketiga tempat tersebut adalah Mana Earthly Paradise di Desa Sayan, Kecamatan Ubud, iniTempe di Desa Angantaka, Kecamatan Abiansemal, dan Yasminida Bali di Desa Batuan Kecamatan Sukawati. Perjalanan singkat di tiga destinasi ini benar-benar membuka mata bahwa Bali ternyata memiliki alternatif pariwisata yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

KemBALI BECIK sendiri merupakan forum lintas sektor yang membawa semangat pemulihan Bali dari pandemi Covid-19 melalui upaya-upaya yang lebih hijau yakni ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Menurut Tim Kampanye KemBALI BECIK, Saraswati Ratnanggana, 31, menjelaskan kepada NusaBali.com bahwa tur singkat ini dilakukan untuk menyebarluaskan pariwisata yang bertanggung jawab. Tidak sekadar tempatnya saja melainkan juga energi yang digunakan, makanan yang dikonsumsi, dan cara operasional dari destinasi wisata tersebut.

“Melali Bareng KemBALI Becik ini untuk menumbuhkan kesadaran bahwa di Bali itu sebenarnya ada alternatif-alternatif pariwisata berkelanjutan namun tetap dapat dinikmati dan menyenangkan,” ungkap Saraswati Ratnanggana.

Foto: Saraswati Ratnanggana, Tim Kampanye KemBALI BECIK. -NGURAH RATNADI

Perempuan yang akrab disapa Saras ini membeberkan bahwa ketiga tempat wisata yang dipilih ini sejalan dengan visi KemBALI BECIK untuk memulihkan Bali dengan perspektif hijau. Tiga destinasi wisata ini dan entitas-entitas lain yang sejalan dengan visi KemBALI BECIK dikompilasi ke dalam direktori bertajuk The Green Pages.

The Green Pages ini dapat menjadi rekomendasi bagi para pelancong yang ingin merasakan semangat pariwisata bertanggung jawab dalam bidang keanekaragaman hayati, kemasyarakatan, energi, transportasi, pengelolaan limbah, dan pengelolaan air.

Tempat pertama yang dikunjungi dalam rentang waktu 6 jam ini adalah Mana Earthly Paradise yang terletak di Banjar Mas, Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar. Mana Earthly Paradise merupakan sebuah social enterprise yang bergerak di bidang penginapan, restoran, dan toko suvenir. Ketiga lini usaha ini berada di lahan seluas belasan are saja.

Mana menawarkan tempat penginapan yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan teknologi earth bag dan bukaan atap untuk mendirikan bangunan tanpa pendingin ruangan. Selain itu, kayu-kayu yang digunakan pada bangunan anak perusahaan dari Earth Company besutan Aska dan Tomo Hamakawa ini pun merupakan kayu tua dari seluruh Indonesia yang sudah tidak produktif.

Menurut Communication Manager Earth Company, Deandre Saroinsong, 26, Mana Earthly Paradise merupakan satu-satunya hotel di Indonesia dan Asia Tenggara yang mendapat predikat B Corporations. Predikat ini biasa diberikan kepada bisnis dengan standar tinggi pada kepedulian terhadap lingkungan, sosial, akuntabilitas, dan transparansi.

“Sebagai pelaku pariwisata di Bali, tentu kami berharap pariwisata dapat bertransisi lebih hijau dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Entah itu dicapai dengan cara peralihan operasional, energi, dan lainnya,” ujar Deandre.

Foto: Deandre Saroinsong, Communication Manager Earth Company. -NGURAH RATNADI

Mana sendiri sudah menggunakan 90 persen energi penerangan dari panel solar yang dipasang pada atap bangunan penginapan. Selain itu, air yang digunakan pada operasional pun berasal dari pemanenan air hujan yang kemudian disaring melalui beberapa tahapan hingga aman dikonsumsi. Dalam lingkungan Mana Earthly Paradise ini pun dipenuhi dengan pertanian permaculture atau tumpang sari yang digunakan untuk mendukung kebutuhan restoran.

Puas merasakan bisnis sosial yang bertanggung jawab secara lingkungan, tur Melali Bareng KemBALI BECIK beralih ke Kabupaten Badung, tepatnya di Desa Angantaka. Berlokasi di tepi timur desa yang berbatasan dengan wilayah Singapadu, terdapat bisnis yang bertanggung jawab secara sosial yakni iniTempe.

Industri kecil ini didirikan oleh Benny Santoso, 27, seorang lulusan sekolah kuliner di Nusa Dua. Sebagai pengusaha muda, bisnis tempe ini dianggap seksi oleh Benny lantaran tempe yang medioker itu dapat dikembangkan ke dalam belasan varian dari tempe chips hingga tempe cokelat.

Tidak sekadar beroperasi sebagai industri rumahan, iniTempe pun menawarkan pengalaman wisata edukatif lewat kelas pembuatan tempe. Lebih jauh lagi, iniTempe sendiri menggunakan pasokan kedelai lokal dari wilayah Pulaki di Kabupaten Buleleng, Tabanan, dan Kusamba di Kabupaten Klungkung.

Selain ingin memberdayakan petani Bali, menurut Benny, tempe yang dibuat dari kedelai lokal terasa lebih enak, gurih, dan manis dibandingkan kedelai impor yang sudah disimpan di gudang bertahun-tahun. Oleh karena itu, iniTempe sendiri mengusung konsep produk single-sourced, atau produk yang diproduksi dengan bahan-bahan yang sepenuhnya lokal.

“Kami melihat data bahwa pada tahun 2020, Indonesia mengimpor 86,4 persen kedelai dari Amerika kalau tidak Brasil. Jadi, mayoritas impor nih, kami ingin memberdayakan kedelai lokal dan bagaimana Bali bisa berdaya di pulau sendiri,” tegas Benny.

Foto: Benny Santoso, pendiri iniTempe. -NGURAH RATNADI

Berawal dari produksi tempe chips dan tempe segar pada tahun 2016, kini iniTempe sudah memiliki belasan olahan berbahan tempe segar, tempe yang dikeringkan, dan tepung tempe. Diversifikasi produk tempe ini dipadukan dengan berbagai komponen lain seperti keju, cokelat, kacang mete, dan lainnya. Beberapa produknya pun sudah sampai ke negeri tetangga dan sebagian besar yang mengikuti kelas tempe berasal dari wisatawan asing.

Usai mempelajari kekuatan sumber daya alam lokal yang dapat membangun bisnis bertanggung jawab secara sosial, selanjutnya NusaBali.com diajak ke destinasi terakhir yakni Yasminida Bali. Sebuah perusahaan yang memroduksi alat rumah tangga berbahan ramah lingkungan di Banjar Dentiyis, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar.

Menurut pendiri dan Direktur Yasminida Bali, Yasminida Muridan Perry, 36, bahan-bahan yang digunakan untuk membuat produk berasal dari kain tanpa elemen plastik, serat sabut kelapa, batang pohon kelapa, dan bambu. Serat sabut kelapa dan bambu dipilih lantaran tidak ada proses pembalakan.

Hal tersebut karena untuk kelapa, hanya diambil dari limbah sabut kelapanya sedangkan bambu merupakan tumbuhan rumput-rumputan yang mudah tumbuh. Meskipun digunakan pula kayu pohon kelapa, kata Yasminida, pohon ini memiliki masa produktif dan non-produktif, kayu yang ia pakai adalah yang berasal dari pohon kelapa tua yang sudah tidak produktif lagi.

Foto: Yasminida Muridan Perry, pendiri dan Direktur Yasminida Bali. -NGURAH RATNADI

“Saya berdamai dengan plastik, tetapi kami berusaha untuk tidak menciptakan limbah. Untuk garmen yang datang dengan bungkus plastik kami salurkan ke Bali Ecobrick. Limbah garmennya kami pakai untuk makeup cleaner yang bisa dipakai berulang-ulang setelah dicuci,” terang Yasminida.

Saras selaku Tim Kampanye KemBALI BECIK berharap di masa mendatang akan dapat tercipta supply and demand bagi pariwisata berkelanjutan di Bali. Di mana semakin banyak bisnis memerhatikan lingkungan dan keberlanjutan pariwisata. Hal ini demi meminimalisasi dampak bisnis yang tidak bertanggung jawab.

Dengan demikian, para turis dengan semangat yang sama, yang banyak bermunculan pasca pandemi ini dapat terpenuhi demandnya untuk menikmati Bali melalui perspektif ramah lingkungan. *rat

Komentar