nusabali

Raih MURI, Konseptor dan Art Direction Dosen ISI Denpasar, Digagas Tokoh Perempuan Banjar Segara, Kuta, Badung

PKK Banjar Segara Raih Penghargaan MURI Kecak Perempuan Inovatif

  • www.nusabali.com-raih-muri-konseptor-dan-art-direction-dosen-isi-denpasar-digagas-tokoh-perempuan-banjar-segara-kuta-badung

I Gusti Made Dharma Putra selaku konseptor dan art direction Kecak Perempuan Inovatif sempat ragu, karena pada hari pertama latihan yang hadir hanya 20 orang. Namun kini ada 80 penari, ibu-ibu PKK Banjar Segara, Kuta, Badung.

MANGUPURA, NusaBali

PKK Banjar Segara, Kelurahan/Kecamatan Kuta, Badung, meraih penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) atas inovasinya membuat terobosan baru yakni Kecak Perempuan Inovatif. Pada awal eksekusi gagasan tersebut, kendalanya bukan pada usia ibu-ibu penari, bukan pula pada pakem tariannya. Melainkan penentuan waktu latihan yang cukup sulit untuk menyatukan para penari.

Penghargaan MURI diserahkan oleh budayawan Soegeng Rahardjo Djarot alias Eros Djarot, kepada salah seorang tokoh masyarakat yang menggagas Kecak Perempuan Inovatif, Ni Luh Gede Sri Mediastuti, di Pantai Jerman, Banjar Segara, Kuta, pada gelaran Bhinneka Pantai Jerman Bali Culture Festival, Jumat (25/11/2022) malam.

Eros Djarot menjelaskan dirinya mewakili CEO MURI, Jaya Suprana dan Alyawati yang tidak bisa hadir, menyerahkan penghargaan MURI. Kata Eros Djarot, alasan pihak MURI memberikan penghargaan ini karena keberanian ibu-ibu PKK Banjar Segara, Kuta, untuk melakukan terobosan sehingga lahirlah bentuk kesenian baru yang secara fundamental sudah ada sejak lama.

“Tari Kecak ini kemudian dikembangkan secara inovatif, ada tarinya, ada nyanyinya, dan ada geraknya. Jadi kami tidak ada alasan lagi kecuali memberikan penghargaan, dengan harapan para perempuan di Bali bangkit untuk mewarnai kesenian di bumi Bali ini. Itu harapannya,” ujar Eros Djarot dalam sambutannya.

Penghargaan tersebut diberikan setelah para penari Kecak Perempuan Inovatif tampil selama 15 menit di hadapan para penonton.

Kecak Perempuan Inovatif ini mengusung tema ‘Maha Wira Angawa Santhi’ yang digarap oleh I Gusti Made Dharma Putra. Pada malam penganugerahan, I Gusti Made Dharma Putra mendapatkan penghargaan spesial berupa medali dari MURI sebagai Konseptor dan Art Direction Kecak Perempuan Inovatif.

“Saya merasa sangat bangga dan sangat tertantang ditunjuk selaku konseptor dan art direction pertunjukan ini. Karena secara sajian, pertunjukan ini kan kecak wanita yang pada biasanya itu ditarikan laki-laki. Mulai dari power dan segalanya memang beda antara laki-laki dan perempuan. Nah, ini saya formulasikan dengan kondisi ibu-ibu yang ada di Banjar Segara, Kuta,” ujar I Gusti Made Dharma Putra yang akrab disapa Made Dharma, dosen Program Studi Seni Pedalangan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, ditemui seusai menerima penghargaan.

Made Dharma menjelaskan Kecak Perempuan Inovatif hadir sebagai sebuah sajian terobosan baru dari pertunjukan Kecak, yang tidak hanya menghadirkan perpaduan gerak dan vokal, namun di dalamnya terdapat elemen seni lainnya seperti instrumen musik, kostum, gerak tari, dan juga cerita yang dibawakan berbeda dari Kecak lainnya. Sehingga Kecak Perempuan Inovatif akan menjadi sebuah sajian pagelaran yang menarik, atraktif, inovatif, dan dapat dinikmati oleh semua kalangan.

Kecak Perempuan Inovatif yang mengusung tema ‘Maha Wira Angawa Santhi’ memiliki arti pahlawan perdamaian, yakni mengimplementasikan tentang jiwa heroik dari seorang wanita menjadi duta perdamaian melalui ketegasan dan jiwa yang tangguh, namun tetap menjunjung keharmonisan.

“Konsep Tari Kecak perempuan ini tidak semata-mata menghadirkan sebuah cerita pada Tari Kecak pada umumnya. Tetapi ini inovatif, jadi tidak ada tokoh seperti Rama dan Sinta. Jadi kita memang menonjolkan ibu-ibu ini sebagai tokoh dari pertunjukan. Jadi semua menjadi tokoh, semua mengambil peran, sehingga secara tidak langsung ibu-ibu ini mempunyai tanggung jawab untuk menyajikan tarian ini,” jelasnya.

Digawangi oleh 80 orang yang didominasi oleh ibu-ibu rumah tangga, tidak membuat Made Dharma menyerah. Sebelum terjun langsung menuangkan garapannya, Made Dharma menjelaskan dia terlebih dahulu melakukan tahap observasi.

Setelah dia mengetahui tenaga, volume, dan lain sebagainya dari ibu-ibu penari, barulah dia membuat sebuah formulasi dengan rekan lainnya, I Nyoman Tri Sugiantara, I Kadek Juniantara Tisna, dan I Wayan Adi Wiguna.

“Saya yang memformulasi konsep, men-direct sehingga menjadi tarian, Tari Kecak. Jadi saya sangat bangga dan tertantang. Kebetulan saya memang suka akan tantangan dalam penciptaan karya seni dan mendapat tawaran seperti ini, ya saya terima,” papar Made Dharma.

Tak hanya itu, dia juga menggandeng Komunitas Sanggar Seni Kuta Kumara Agung sebagai penari tambahan pada Kecak Perempuan Inovatif.

Walaupun ditarikan oleh ibu-ibu yang bisa dikatakan usianya sudah tidak muda lagi, namun kesulitan yang dia hadapi selama melatih Tari Kecak bukan pada pakem tariannya. Melainkan penentuan waktu latihan yang cukup sulit untuk menyatukan para penari.

“(Kendala) pertama, pasti masalah waktu. Karena kita coba latihan sore, ibu-ibunya kebanyakan kerja dan ada yang ibu rumah tangga. Jadi setelah itu kita coba latihan malam, ternyata ibu-ibunya capek dan kita tidak bisa memaksakan,” ungkap Made Dharma.

Sehingga jalan tengah yang dipilih dan disepakati oleh ibu-ibu PKK adalah dengan formulasi latihan hanya dua jam yakni pukul 18.00 – 20.00 Wita. Konsep tariannya pun berubah-ubah mengikuti alur pikirnya. Namun, di tengah ‘perjalanan’ sempat muncul keraguan di pikirannya. Pasalnya, pada saat hari pertama latihan yang hadir hanya 20 orang.

“Saat latihan hari pertama hanya 20 orang saja yang datang, lalu bagaimana selanjutnya?” ucapnya.

Tetapi keajaiban dan semangat ibu-ibu PKK Banjar Segara terus bertambah hingga saat ini tercatat 80 orang yang mengikuti Kecak Perempuan Inovatif. Penampilan memukau pada Jumat (24/11/2022) malam menjadi awal perkenalan Kecak Perempuan Inovatif. Banyak penonton dari warga lokal sampai wisatawan manca negara tertegun melihat penampilan yang sangat memukau hingga akhir pementasan.

Suara tepuk tangan yang gemuruh memungkasi formasi akhir Kecak Perempuan Inovatif membuat Made Dharma puas akan hasil latihan selama dua minggu bersama ibu-ibu PKK Banjar Segara.

“Saya puas akan penampilan mereka, karena ibu-ibu PKK ini mampu menyajikan Tari Kecak sampai selesai dan tidak ada putus, tidak ada rusak,” tandasnya.

Ke depan, Made Dharma akan terus mengeksplorasi gerakan atau hal lainnya soal Kecak Perempuan Inovatif ini.

“Karena prinsip saya, setiap kita membuat karya harus eksplorasi terus. Tidak menutup kemungkinan ini akan jadi sebuah pemantik awal sebelum kita eksplorasi lebih jauh dari keinginan, tenaga, kekuatan, dan respons ibu-ibu itu sendiri. Saya yakin akan mendapat hal-hal baru di dalam proses itu. Jadi saya berharap semangat ibu-ibu ini tidak luntur,” tutur Made Dharma.

Di balik kesuksesan penampilan Kecak Perempuan Inovatif, ada tokoh yang menggagas yakni Ni Luh Gede Sri Mediastuti. Inovasinya berawal dari keinginan untuk belajar dan berusaha memotivasi ibu-ibu PKK Banjar Segara, Kuta, supaya bisa menari Kecak. Dia juga ingin menanamkan prinsip bahwa bukan laki-laki saja yang bisa menari Kecak, tetapi para perempuan juga bisa.

“Kami belajar dari keluarga, dari masyarakat, apa yang bisa kita kerjakan. Bukan laki-laki saja yang bisa, tetapi perempuan harus bisa. Jangan hanya bisa memasak tetapi juga bisa menari,” ujarnya Ketua PKK Kelurahan Kuta, ini.

“Kami belajar dari keluarga, dari masyarakat, apa yang bisa kami kerjakan. Bukan laki-laki saja yang bisa tetapi perempuan harus bisa. Jangan hanya bisa memasak tetapi juga bisa menari. Inilah yang terjadi karena perempuan ini adalah turunnya kebersamaan, menjadi duta perdamaian. Jika tidak ada perempuan maka tidak akan bisa mendamaikan dunia,” kata Sri Mediastuti yang juga Ketua PKK Kelurahan Kuta.

Salah seorang penari Kecak, AA Ratih Indu India Putri, 37, menjelaskan dirinya sama sekali tidak memiliki basic menari Bali. Namun karena semangat dan tekad yang kuat, dia mampu menyelesaikan pementasan Kecak dari awal sampai akhir.

“Ada kesulitan karena dasarnya saya bukan penari, sudah ibu-ibu yang badannya sudah tidak selincah anak muda. Demi membawa nama banjar, kami semangat,” ujar AA Ratih di sela-sela persiapan pementasan.

Semangat itupun menular kepada anggota lainnya yakni Susilowati, 52, wanita asal Banyuwangi, Jawa Timur yang merantau ke Bali sejak 1991.

“Tidak punya basic tari Bali karena saya berasal dari Banyuwangi, suami saya asalnya Bali. Walaupun begitu saya rasa tidak ada kesulitan karena ini tari Kecak, gerakan tarinya simpel dan tidak susah. Pokoknya kami layaknya anak TK saja, harus semangat,” ujarnya. *ol3

Komentar