nusabali

Nelayan 'Berburu' Sampah di Kawasan Mangrove Tuban

Angkut 400 Kg Sampah Plastik, Program Bulan Cinta Laut

  • www.nusabali.com-nelayan-berburu-sampah-di-kawasan-mangrove-tuban

MANGUPURA, NusaBali
Dalam sebulan terakhir, Kelompok Nelayan Wanasari Tuban mengangkut berbagai jenis sampah dari kawasan mangrove yang ada di wewidangan (wilayah) Desa Adat Tuban, Kecamatan Kuta, Badung.

Sampah yang sebagian besar nyangkut di sejumlah pohon mangrove itu berupa sampah plastik sebanyak 400 Kg dan juga sampah rumah tangga seperti kulkas, kasur dan bantal. Dugaan awal, 'lolosnya' sampah tersebut ke lautan karena tidak ada sistem penyaring sampah di muara Tukad Mati.

Sekretaris Kelompok Nelayan Wanasari, Tuban, Agus Diana menerangkan selama sebulan penuh terhitung sejak 1- 31 Oktober 2022, Kelompok Nelayan Wanasari gencar melakukan pembersihan sampah di kawasan mangrove. Sebanyak 18 anggota kelompok nelayan melakukan aksi bersih-bersih sampah, utamanya sampah palstik yang ada di kawasan tersebut. Aksi bersih-bersih ini, kata Agus Diana bagian dari program Bulan Cinta Laut (BCL) Kementerian Perikanan dan Kelautan melalui BPSPL (Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut) Denpasar. "Total 18 anggota kelompok nelayan setiap hari selama sebulan penuh melakukan pemungutan sampah di laut, utamanya di kawasan mangrove yang ada di Desa Adat Tuban," ujar Agus Diana, Kamis (3/11)

Dalam aksi bersih-bersih itu, total keseluruhan sampah yang diangkut dari kawasan mangrove sebanyak 400 Kg. Total tersebut hanya berupa sampah plastik dan belum termasuk sampah rumah tangga seperti kulkas, kasur dan bantal yang mengambang di lautan. Untuk sampah yang berhasil dievakuasi oleh anggota kelompok nelayan itu langsung dibawa ke bank sampah yang ada di wilayah Kuta untuk dijual. Sampah yang dikumpulkan itu akan dihargai sesuai jenis dan kondisinya.

"Semua sampah yang berhasil dipungut, kita jual di bank sampah. Ini khusus sampah plastik saja. Kalau sampah lainnya tidak ada. Jadi, seluruh anggota kelompok kita gencar melakukan pemungutan sampah karena selain sampah bisa dijadikan uang, ada juga insentif yang diberikan pemerintah melalui BPSPL ketika berhasil mengumpulkan sampah plastik 10 Kg dalam seminggu," urai Agus.

Dia merinci, untuk anggota kelompok nelayan yang berhasil mengumpulkan 10 Kg atau lebih sampah plastik akan diberikan Rp 150.000 per minggu. Jika diakumulasikan, selama sebulan penuh kegiatan bulan cinta laut, masing-masing anggotanya berhasil mendapatkan uang insentif Rp 600.000. Sementara, untuk jenis sampah plastik yang paling mahal saat dijual di bank sampah itu adalah sampah botol plastik yang sudah dibersihkan merek dan tutupnya.

Harganya pun mencapai Rp 3.500 per Kg. Kemudian, sampah berupa tutup botol dihargai Rp 3.000 per Kg dan sampah jenis plastik lainnya seperti ember, botol plastik yang belum dibersihkan dihargai Rp 1.000 hingga 1.500 per Kg. "Jadi, selain mendapatkan insentif, anggota kelompok kita juga mendapat uang dari hasil jualan sampah plastik itu. Hal ini tentunya sangat memicu kelompok nelayan untuk gencar melakukan pembersihan sampah plastik di mangrove," ungkap Agus.

Sayangnya, kata dia, insentif yang diberikan itu hanya berlaku selama sebulan penuh dan dalam kaitan bulan cinta laut saja. Dia pun berharap, program seperti itu terus dilanjutkan ke depannya. Sehingga, kelompok nelayan ataupun pihak lainnya semakin gencar melakukan pembersihan sampah plastik di lautan. Dia juga tidak menampik, kalau program itu sangat membantu baik dari segi ekonomi anggota kelompok nelayan setelah dilanda pandemi, juga sangat membantu menggairahkan aksi bersih-bersih sampah. "Karena adanya program itu, kelompok nelayan kita di sini sangat terbantu. Juga memberikan dampak positif terkait kebersihan di laut. Bahkan, anggota kelompok kita ini mencari sampah itu menyusuri mangrove menggunakan kano, adapula yang menggunakan perahu kecil untuk mengambil sampah yang nempel di pohon mangrove," sebut Agus seraya berharap program itu dilanjutkan lagi hingga setahun ke depan.

Dia juga tidak memungkiri, karena saat ini musim hujan, tidak menutup kemungkinan berbagai jenis sampah akan terus terbawa hingga ke muara Tukad Mati dan masuk ke lautan. Hal ini disebabkan tidak adanya alat penyaring sampah di muara, sehingga sampah dari berbagai wilayah yang masuk ke aliran sungai bergerak langsung menuju muara dan pastinya menyebar ke mangrove yang ada di wilayah Desa Adat Tuban. "Faktor utama masuknya sampah seperti kulkas, kasur dan bantal itu kan karena tidak ada penyaring sampah di Tukad Mati itu. Makanya semua mengalir hingga ke lautan. Nah, ini yang kita dorong ke depannya agar adanya penyaring di sana. Di sisi lain, kita juga berharap program BCL ini terus berjalan agar kelompok nelayan juga semakin aktif membersihkan sampah yang lolos dari sana dan masuk ke lautan," pungkasnya. *dar

Komentar