nusabali

Milik Permaisuri Raja Gianyar Dewa Manggis ke-8, Bertatahkan Emas

Ketu Kuno Berusia Seratusan Tahun Ditemukan di Puri Agung Gianyar

  • www.nusabali.com-milik-permaisuri-raja-gianyar-dewa-manggis-ke-8-bertatahkan-emas

Ida Bhagawan Istri Agung Rai memantapkan diri sebagai Sulinggih karena keinginan beliau untuk mesatya (terjun ke api) saat palebon suaminya, namun dilarang oleh Belanda.

GIANYAR, NusaBali

Kejadian mistis menjadi penanda ditemukannya sebuah Ketu atau Bawa kuno bertatahkan emas di Puri Agung Gianyar. Tokoh Puri Agung Gianyar, Anak Agung Gede Mayun didampingi keponakannya Anak Agung Gede Agung Abhidama menuturkan bahwa ketu tersebut merupakan milik Ida Bhagawan Istri Agung Rai permaisuri Raja Gianyar I Dewa Manggis ke 8. Ketu mahkota yang biasa digunakan oleh orang yang sudah madwijati sebagai Sulinggih atau Pandita ini diperkirakan berusia seratusan tahun atau satu abad lebih.

Diungkapkan bahwa Ketu ini tidak diketahui keberadaannya selama 5 generasi. Hingga akhirnya pada 12 Oktober 2022 Ketu itu tidak sengaja ditemukan oleh Anak Agung Gede Agung Abhidama yang sedang bersih-bersih tempat penyimpanan barang perlengkapan upacara. “Sudah lima generasi memang tidak ada yang tahu keberadaan ketu itu, karena memang dari kakek sampai ayah kami tidak ada yang memberi tahu,” ujar AA Gede Mayun yang Wakil Bupati Gianyar ini saat ditemui, Minggu (30/10).  Dijelaskan Ida Bhagawan Istri Agung Rai merupakan permaisuri Raja Gianyar Dewa Manggis ke 8. Semasih walaka bernama Anak Agung Istri Rai. Beliau berasal dari Puri Sukawati. "Madwijati jelang akhir tahun 1915 usai suami beliau lebar (wafat)," jelas Agung Mayun.

Ida Bhagawan Istri Agung Rai memantapkan diri sebagai Sulinggih karena keinginan beliau untuk mesatya (terjun ke api) saat palebon suaminya, namun dilarang oleh Belanda. "Kala itu mesatya sangat lumrah dilakukan oleh istri raja sebagai tanda menunjukkan kesetiaan. Sebelum akhirnya tradisi tersebut dilarang oleh Belanda. Sehingga beliau madwijati, namun selama menjadi pandita beliau tidak muput upacara sampai lebar tahun 1942,” beber Agung Mayun.

Sementara Raja Ida I Dewa Gede Raka yang bergelar I Dewa Manggis ke 8 madeg nata (naik tahta) tahun 1896. Raja Manggis ke 8, lebar tahun 1914 dan palebon pada 31 Oktober 1915 sesuai dengan catatan museum Belanda, Wereldculturn. "Ibu beliau berasal dari Puri Ubud, bersaudara dengan punggawa agung Ubud Tjokorde Gede Sukawati. Pernikahan ini tidak memiliki keturunan, sementara yang melahirkan generasi saat ini permaisuri yang berasal dari Puri Tatiapi Pejeng,” ujar Agung Mayun.

Sementara Anak Agung Gede Abhidama mengatakan awal penemuan ketu ini penuh misteri. Jelang Hari Raya Saraswati Banyupinaruh, ia sedang memperbaiki perlengkapan upacara berupa salang di Pura Langon. “Karena kekurangan uang kepeng, saya diberitahu oleh pamangku bahwa di sebuah kamar penyimpenan di puri ada uang kepeng banyak bisa digunakan untuk memperbaiki salang itu,” ujarnya.

Singkatnya ia bersama braya mencari uang kepeng tersebut. Memang ada banyak yang bisa digunakan untuk memperbaiki. Namun dua orang yang diajaknya mencari tidak melihat kotak yang mencurigakan. Hanya Agung Abhi yang melihatnya. Ketika diperjelas dan diambil baru dilihat oleh semua yang ada di sana. “Ketika kotak itu dibuka ternyata isinya berupa Ketu,” ujarnya.

Kejadian mistis pun kembali terjadi saat ia meminta orang lain untuk membawa ketu itu untuk diperlihatkan ke sanak saudara yang membawa ketu itu tiba-tiba tangannya menjadi bengkak padahal tidak ada serangga yang menyengat. “Selama 30 menit tangannya bengkak, yang bawa pun bingung karena tidak merasa ada tersengat apapun,” ujarnya Gung Abhi.

Selanjutnya setelah dibersihkan dengan hati-hati dan diteliti Ketu itu tidak sendiri. Ada genitri dan slibah. Semua hiasannya berlapiskan emas dan mirah. Selanjutnya Ketu tersebut akan dibuatkan palinggih di merajan alit. “Untuk saat ini disimpan sementara di gedong kelod. Nanti akan bikinkan tempat di merajan alit,” ujarnya. Sempat ditanyakan ke Ida nak lingsir dikatakan bahwa Ketu tersebut sengaja memperlihatkan diri agar diketahui bersama-sama oleh semua generasi. “Masuk akal juga sebab memang dari lima generasi dari kami tidak ada yang mengetahuinya,” tegas Anak Agung Mayun bersama keponakannya Anak Agung Gede Abhidama. *nvi

Komentar