nusabali

Menolak Serahkan Aset, Toko Bangunan Dieksekusi Paksa

  • www.nusabali.com-menolak-serahkan-aset-toko-bangunan-dieksekusi-paksa

SINGARAJA, NusaBali
UD. Pahala Murti sebuah toko bahan bangunan yang berlokasi di Desa Tangguwisia, Kelurahan Seririt, Buleleng dieksekusi paksa, Pengadilan Negeri (PN) Singaraja, Rabu (12/10) siang kemarin.

Pengosongan paksa dilakukan karena pemilik sebelumnya menolak menyerahkan aset kepada pemilik baru. Lahan dan toko bangunan seluas 800 meter persegi itu sebelumnya milik Ketut Jengiskan, 43, warga Desa Baktiseraga, Kecamatan/Kabupaten Buleleng. Namun karena dijadikan agunan dan masuk dalam kredit macet aset tersebut akhirnya disita bank. Lalu, bank pun membuka lelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Kemudian dalam proses lelang sesuai risalah KPKNL tertanggal 5 Mei 2021 menyatakan lelang dimenangkan oleh Komang Budi Artana, 31, warga Desa Baktiseraga, Kecamatan/Kabupaten Buleleng. Objek sengketa itu pun kemudian dibalik nama oleh Budi Artana pada Juni 2021 lalu.

Panitera PN Singaraja Anak Agung Nyoman Diksa mengatakan eksekusi paksa dilakukan sesuai dengan perintah Ketua PN Singaraja. Menurutnya, berdasarkan  lelang KPKNL objek sudah dimenangkan Budi Artana sehingga Ketua PN Singaraja menetapkan pengosongan.

“Sudah ada teguran dari Ketua PN Singaraja sebelumnya tahun lalu. Tetapi karena ada bantahan pengosongan, eksekusi ditangguhkan. Tetapi karena bantahan tidak terbukti menguatkan, Ketua PN kembali memberikan teguran tanggal 7 April 2022 lalu, tetapi sampai kini belum ada itikad baik, sehingga dilakukan eksekusi paksa. Sebab sampai saat ini pemenang lelang belum menguasai objek lelang,” ungkap Agung Diksa.

Sementara itu, kuasa hukum pemohon Nyoman Sunarta menjelaskan sebelum dimohonkan eksekusi paksa kepada PN Singaraja, Budi Artana selaku pemenang lelang dan pemilik objek sudah melakukan pendekatan dan loby-loby pada pemilik lama untuk proses pengosongan. Bahkan negosiasi pun sudah melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh politik yang dekat dengan termohon. Hanya saja tidak menemukan kesepakatan.

“Bukan karena kami tidak memiliki rasa kemanusiaan, tetapi sudah loby-loby, sudah ada upaya memberi kompensasi, hingga batas terakhir upaya yang kami tempuh hampir 1,5 tahun ini tidak dapat respon yang baik dari termohon, sehingga kami terpaksa melakukan pengosongan paksa,” jelas Sunarta.

Menurutnya, kliennya Budi Artana sebagai pemenang lelang dan sudah memegang Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dibalik nama sebelumnya, sangat berkepentingan mengosongkan dan mendapatkan barang yang menjadi haknya.*k23

Komentar