nusabali

Korban Abrasi Pertanyakan Sertifikat Tanah

  • www.nusabali.com-korban-abrasi-pertanyakan-sertifikat-tanah

Selain mengundang 9 KK penerima bantuan, pihak Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya, juga mengundang mantan perbekel, mantan sekdes, dan mantan bendahara desa. Namun kemarin yang hadir hanya mantan sekdes.

NEGARA, NusaBali

Warga korban abrasi Pantai Candikusuma, Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya, Jembrana, yang mendapat bantuan tanah dari pemerintah sekitar tahun 2011 lalu, mendatangi Kantor Desa Candikusuma, Selasa (4/10) siang. Kedatangan warga ini memenuhi undangan perbekel untuk membahas pertanyaan menyangkut sertifikat tanah bantuan tersebut.

Selain mengundang 9 kepala keluarga (KK) penerima bantuan, dari pihak desa juga mengundang mantan perbekel, mantan sekretaris desa (Sekdes), dan mantan bendahara desa untuk hadir dalam pertemuan itu. Namun kemarin hanya hadir mantan Sekdes Suparno, yang mengaku tidak mengetahui secara jelas menyangkut bantuan tanah pada sekitar tahun 2011 itu.

Tak ayal dalam pertemuan itu tidak ada titik temu. Sehingga Perbekel I Wayan Suardana yang berusaha menyikapi keluhan warganya tersebut, meminta waktu untuk menjadwalkan pertemuan ulang. Dengan harapan para warga yang mempertanyakan pensertifikatan tanah bantuan tersebut, bisa mendapat penjelasan langsung dari mantan Perbekel I Wayan Bagia yang kemarin tidak bisa hadir karena sedang berada di Denpasar.

Salah seorang warga, Muhamad Ilham, 52, mengatakan, bantuan tanah itu diberikan kepada 9 KK Banjar Tirta Kusuma yang menjadi korban abrasi pada 2011. Awalnya, ada rencana memberikan bantuan uang tunai Rp 10 juta per KK untuk mencari tanah tempat tinggal. Namun bantuan berupa uang tunai itu tidak jadi diberikan langsung ke warga. Tetapi dari pihak desa berinisiatif menggunakan bantuan uang itu untuk membelikan sebidang tanah seluas 9,2 are yang dibagi kepada para korban. “Dibelikan lahan seluas 9,2 are di Banjar Candikusuma. Rata-rata per KK dapat 1 are,” kata Ilham.

Sebelum proses pengadaan bantuan tanah itu, kata Ilham, ada perjanjian bahwa mereka akan diberikan tanah lengkap dengan sertifikat sesuai nama masing-masing penerima bantuan. Namun setelah pengadaan lahan itu, nyatanya yang ada masih satu sertifikat atas nama pemilik lahan sebelumnya. “Proses pensertifikatan sesuai nama penerima bantuan itu yang belum ada sampai saat ini. Itu sudah sering kami tanyakan, tetapi belum ada kejelasan,” ucap Ilham didampingi beberapa warga lainnya.

Seorang warga lainnya, Misbah, 44, mengatakan masalah pensertifikatan tanah bantuan pemerintah itu, sudah berulangkali dipertanyakan. Namun hasilnya selalu nihil. “Intinya kami minta kejelasan sertifikat atas nama kami. Karena kalau semisal ada tuntutan dari pihak keluarga yang punya lahan sebelumnya, kami jelas tidak ada bukti,” ucap Misbah.

Perbekel Suardana mengatakan, tidak tahu terkait proses pengadaan bantuan tanah korban abrasi itu. Meski sempat menjadi kaur desa, dirinya mengaku baru tahu adanya permasalahan bantuan tanah itu. Saat mendengar persoalan itu, dirinya berinisiatif menggelar pertemuan dengan mengundang warga beserta mantan perbekel, mantan sekdes, dan mantan bendahara desa.

“Maksud kami mengundang pihak yang terkait, biar jelas bagaimana permasalahannya. Tetapi tadi yang hadir baru dari warga saja. Makanya nanti kami rencanakan pertemuan ulang biar bisa dihadiri langsung mantan perbekel. Karena walaupun dulu saya jadi kaur desa, saya memang tidak ikut menjadi tim dan memang bukan bidang saya,” ucap Suardana.

Sedangan Kepala Kewilayahan Banjar Candikusuma Ida Bagus Gunawan, yang juga sempat ditemui di Kantor Desa Candikusuma, mengatakan dirinya baru menjadi Kepala Kewilayahan pada 2017 lalu. Namun saat menjadi Kepala Kewilayahan, dirinya sempat berkoordinasi dengan perbekel lama untuk menanyakan terkait bantuan tanah korban abrasi di Banjar Tirta Kusuma yang dibelikan lahan di Banjar Candikusuma itu.

Sesuai penjelasan mantan perbekel, kata Gunawan, proses jual beli dilakukan pada 2011 lalu. Awalnya dari pemkab hendak membantu dana untuk membeli tanah yang diberikan kepada warga. Namun saat itu, warga kesulitan mencari lahan sehingga difasilitasi pemerintah desa. “Kalau menurut keterangan perbekel lama, niatnya hanya membantu mencari lahan. Sempat juga saya tanya apakah pemerintah memberikan tanah lengkap dengan sertifkat? Jawaban dari Pak Perbekel lama hanya membelikan tanah. Dibilang kalau pengurusan sertifikat tidak ditanggung,” ucap Gunawan.

Menurut Gunawan, dirinya sempat diminta membantu memfasilitasi pengurusan sertifikat penerima bantuan tanah tersebut. Namun nyatanya hingga pemilik tanah sebelumnya, yakni I Wayan Nuranta beserta istrinya meninggal dunia, tidak ada yang mengajukan permohonan sertifikat atas tanah tersebut.

“Sebelumnya juga ada beberapa warga yang sempat minta tolong agar dibantu. Saya juga sempat tanya ke BPN perkiraan biaya membuat sertifikat. Tetapi setelah saya kumpulkan semuanya (seluruh warga penerima bantuan), ada sebagian yang menyatakan tidak mau. Tidak ada kebersamaan. Mereka tidak mau kalau harus keluar biaya,” ungkap Gunawan.

Gunawan menambahkan, untuk keluarga pemilik lahan sebelumnya yang ditempati warga korban abrasi itu, saat ini masih hidup satu anak perempuan yang telah tinggal di Denpasar. Sementara untuk saudara kandung dari almarhum I Wayan Nuranta, tinggal di Kalimantan. Sehingga untuk proses balik nama sertifikat itu, jelas menjadi lebih sulit. *ode

Komentar