nusabali

Tanpa Sertifikat Kompetensi Pencari Kerja Bakal Gigit Jari

  • www.nusabali.com-tanpa-sertifikat-kompetensi-pencari-kerja-bakal-gigit-jari

MANGUPURA, NusaBali.com – Para pencari kerja bakal menemui tantangan lebih berat ke depan jika tidak memiliki sertifikat kompetensi. Itu karena pasca pandemi Covid-19, perusahaan dinilai lebih selektif dalam merekrut tenaga kerja yang mampu menjadi aset.

Terlebih lagi di Kabupaten Badung yang pendapatannya bertumpu pada industri pariwisata. Banyak pekerja pendatang mengadu nasib di kabupaten yang pernah menjadi salah satu yang terkaya di tanah air ini. Akan terjadi persaingan dan kecemburuan sosial, apabila pekerja pendatang tersebut sudah memiliki sertifikat kompetensi dan menyisihkan tenaga kerja lokal.

Sebelum pandemi Covid-19, tepatnya pada tahun 2018, Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten berlambang keris ini bisa mencapai lebih dari Rp 5 triliun. Ketika sumber pendapatan ambruk di tahun 2020 akibat pandemi, PAD Badung dirasionalisasi menjadi Rp 3 triliun.

Tidak berhenti di sana, di masa pandemi hingga 2021, terdapat 42.000 pekerja dirumahkan. Jumlah ini pun merusak angka pengangguran terbuka di Badung yang awalnya di bawah satu digit atau 0,97 persen menjadi 6,91 persen di tahun 2020 dan 6,92 persen di tahun 2021. Angka ini pun diperburuk dengan ‘pengangguran baru’ yakni orang-orang yang baru menyelesaikan pendidikan dan akan mencari kerja.

“Penumpukan pengangguran ini memang masalah krusial yang sulit dihindari karena ada pekerja yang dirumahkan dan ada lulusan baru baik itu SMA maupun sarjana,” ujar Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kabupaten Badung I Putu Eka Merthawan ketika dihubungi, Senin (3/10/2022) sore.

Seiring membaiknya sektor pariwisata akhir-akhir ini, Kadisperinaker Badung Eka Merthawan menyebutkan sudah ada sekitar 85 persen dari 42.000 pekerja yang dirumahkan sudah kembali bekerja.

Namun, berkat pengalaman pandemi, perusahaan saat ini lebih ketat dalam menyeleksi pekerja. Menurut Eka Merthawan, perusahaan hanya ingin mencari sedikit pekerja namun benar-benar berkompetensi sehingga apabila krisis kembali terjadi, para pekerja tersebut tidak menjadi beban perusahaan dan kemudian dirumahkan lagi.

 Lapangan pekerjaan yang semakin kurus ini tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja yang semakin lama semakin bongsor. Lebih-lebih, bongsornya kelompok pencari kerja tersebut belum memegang sertifikat kompetensi. Yang membuat pencari kerja ini semakin berkeringat dingin adalah sertifikasi menjadi syarat wajib bagi pelamar kerja.

“Selain itu, pekerja yang dirumahkan itu terpaksa bekerja mendapat gaji yang lebih sedikit karena yang penting bisa bekerja saja. Yang dihadapi pekerja ini adalah situasi yang sebelumnya nyaman kemudian mendadak menjadi serba beban,” terang Eka Merthawan.

Di lain sisi, Eka Merthawan membeberkan, di masa mendatang tidak akan ada lagi embel-embel putra daerah, surat rekomendasi, dan lain-lain. Hal ini terbukti ketika pandemi terjadi, semuanya tersisih tanpa memandang embel-embel apa pun. Yang ada adalah pencari kerja yang siap bekerja dan memiliki kompetensi tinggi di bidangnya.

“Nah, di sinilah peran penting sertifikasi karena saat ini hanya pekerja yang bersertifikasi saja yang mendapat tempat kerja yang benar, dengan gaji yang bagus, dan pekerjaan yang menjanjikan,” terang mantan Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Setda Kabupaten Badung ini.

Sayangnya, dari 170.000 tenaga kerja yang ada di Kabupaten Badung baru sekitar 10 persen saja yang bersertifikasi dan itu pun harus diperbarui setiap tiga tahun. Oleh karena itu, kata Kadisperinaker, paling tidak tenaga kerja yang masih bersertifikasi tersisa 5 persen saja. Sedangkan fakta menunjukkan dari 42.000 pekerja yang dirumahkan saat pandemi tersebut rata-rata tidak memiliki sertifikat kompetensi.

Padahal pencari kerja yang bersertifikasi memiliki berbagai keuntungan, kelebihan, dan kemudahan di tempat kerja. Pekerja yang bersertifikasi, kata Eka Merthawan, rata-rata memiliki gaji lebih tinggi, bisa bekerja di luar negeri, lebih dihargai di tempat kerja karena memiliki kompetensi, dan terjamin keberlangsungan kariernya di tempat kerja lantaran perusahaan akan memprioritaskan untuk merumahkan pekerja yang tidak bersertifikasi apabila krisis kembali terjadi.

Menyikapi masalah tersebut, saat ini Pemkab Badung bekerja sama dengan 40 Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) dan 12 Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang tersebar di Badung dan Provinsi Bali. Selain itu, dengan kolaborasi bersama Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Badung tahun ini dikuota sebesar 500 orang penerima sertifikasi gratis yang tersebar di 52 LPK dan LSP tersebut.

“Karena biaya sertifikasi itu cukup mahal, Rp 600.000 per proses sertifikasi,” kata Kadiperinaker Eka Merthawan.

Sedangkan untuk tahun 2023, Pemkab Badung mencanangkan pengajuan 4.000 kuota sertifikasi gratis kepada BNSP bagi warga Gumi Keris yang mana langsung diterima lembaga LPK dan LSP. Selain itu, program-program Pemkab Badung melalui Disperinaker seperti Badung Paten (Pekerja Kompeten), Lusa (Lulusan SMK Siap Kerja), dan Pejati (Pelatihan Kerja Produktif Mandiri) juga digeber untuk akselerasi peningkatan mutu tenaga kerja di Badung.

Selain program dari Pemkab, program Kemdikbudristek yang diinovasikan dalam Mamer (Magang Merdeka) juga terus didukung oleh Pemkab Badung lantaran syarat magang merupakan suatu yang susah terelakkan saat melamar kerja.

Pemkab Badung mendorong pencari kerja ber-KTP Badung untuk segera mendaftarkan diri ke LPK maupun LSP untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Gumi Keris.

“Kalau tidak bersertifikat, mohon maaf saja, sekarang akan susah diterima perusahaan. Seleksi pertama saja mungkin sudah terlempar. Kalaupun sudah bekerja tinggal menunggu seleksi alam,” tandas Eka Merthawan. *rat

Komentar