nusabali

Sapuh Leger Massal Diikuti 93 Krama Dipuput 2 Sulinggih

  • www.nusabali.com-sapuh-leger-massal-diikuti-93-krama-dipuput-2-sulinggih

AMLAPURA, NusaBali
Desa Adat Duda, Kecamatan Selat, Karangasem menggelar upacara mabayuh sapuh leger massal, diikuti 93 krama, dipuput dua sulinggih.

Upacara itu guna menetralisir unsur-unsur negatif bagi krama yang lahir di wuku Wayang, (siklus penanggalan di Bali umurnya seminggu).

Upacara sapuh leger massal dipusatkan di perempatan jalan Banjar Pesangkan, Desa Adat Duda, Desa Duda Timur, Kecamatan Selat, Karangasem, Saniscara Kliwon Wayang, Sabtu (1/10).

Upacara itu hanya sekali digelar krama selama hidupnya, kemarin upacara dibagi tujuh kelompok, sesuai hari lahir, dilukat secara bergilir sesuai hari lahir: Soma, Anggara, Buda, Wraspati, Sukra, dan Saniscara. Mereka, yang lahir di siklus wuku Wayang. Sebab, setiap hari kelahiran, unsur negatif yang menyertainya berbeda-beda, sesuai sifat-sifat yang ada dalam wayang itu sendiri.

Dua sulinggih yang muput upacara itu, Ida Pedanda Gede Suyasa dari Geria Manuaba, Banjar/Desa Duda, Kecamatan Selat dan Ida Pedanda Gede Karang Ngenjung dari Geria Keniten, Banjar/Desa Duda, Kecamatan Selat.

Prosesinya diawali, seluruh krama yang lahir di siklus wuku Wayang melakukan sembahyang, mohon berkah Ida Bhatara Siwa, selanjutnya dalang wayang kulit Ida Bagus Darma Wibawa Putra malukat (pembersihan diri menggunakan tirtha atau air suci), berlanjut krama sembahyang di hadapan wayang disimbolkan wayang Achintia (simbol Sang Maha Tunggal).

Panglukatan dilakukan secara bergilir, sesuai hari kelahiran. Sebab, setiap hari kelahiran unsur negatif yang menyertainya berbeda-beda. Selanjutnya dilukat tirtha sang sulinggih yang berasal dari 11 mata air, berlanjut mengikuti upacara majaya-jaya untuk mohon anugerah Ida Bhatara Catur Bhuana, acara terakhir natab banten peras dan papegatan (pemutus), tujuannya untuk memutuskan segala unsur negatif yang melekat dalam diri, melalui ritual dan puja sang sulinggih.

"Walau hari lahir berbeda-beda, ada yang lahir Senin, ada lahir Selasa hingga Sabtu, tetapi puncak bayuh sapuh leger tetap digelar, Saniscara (Sabtu) Kliwon Wayang, itu puncak dari bayuh sapuh leger," jelas Ida Pedanda Gede Suyasa.

Sedangkan dalang wayang kulit, diupayakan katanya, dari kasta brahmana. Dalang Ida Bagus Darma Wibawa Putra mengatakan, pentingnya menggelar upacara panglukatan dari sang dalang yang dikelompokkan sesuai hari kelahiran, karena unsur negatif yang dibawa saat lahir berbeda-beda. "Makanya ritual panglukatannya juga beda," jelas Ida Bagus Darma Wibawa yang juga Ketua Panitia Upacara Bayuh Sapuh Leger Massal, dan Ketua BPD Desa Duda, Kecamatan Selat.

Dalang Ida Bagus Darma Wibawa Putra menyebutkan, sesuai mitologi Hindu, Dewa Kala putra Dewa Siwa yang lahir Tumpek Wayang (Saniscara Kliwon Wayang), berikrar akan menyantap semua yang lahir di Tumpek Wayang, termasuk adiknya Dewa Rare Kumara.

Saat Dewa Kala mengejar Dewa Rare Kumara, mampu sembunyi di bumbung gender wayang akhirnya sasajen disuguhkan sang dalang disantap Dewa Kala, sehingga Dewa Rare Kumara selamat dari ancaman. "Itulah sebabnya, lahir di Wuku Wayang, wajib menggelar upacara bayuh sapuh leger," tambah seniman dari Banjar Pegubugan, Desa Duda, Kecamatan Selat.

Bendesa Adat Duda I Komang Sujana mengapresiasi antusias krama berasal dari 27 banjar adat se-Desa Adat Duda mengikuti ritual bayuh sapu leger, segara gratis dengan menggunakan dana sosial LPD Desa Adat Duda. "Saya jadi terharu, krama yang ikut bayuh sapu leger, dari umur 6 bulan, hingga umur 70 tahun. Ritual ini benar-benar membantu dan meringankan beban sosial krama," katanya.

Jika upacara digelar sendiri-sendiri, kata Komang Sujana, minimal habis biaya Rp 20 juta. "Rencananya upacara ini dilaksanakan setiap setahun sekali," jelas I Komang Sujana yang juga Bendesa Alitan Majelis Desa Adat Kecamatan  Selat. *k16

Komentar