nusabali

Selama 28 Tahun Jadi Pilar Perekonomian Krama

Pertunjukan Seni Tari Sekaa Kecak Desa Adat Ubud Kaja, Ubud, Gianyar

  • www.nusabali.com-selama-28-tahun-jadi-pilar-perekonomian-krama

Semenjak ada pertunjukan Kecak, krama tidak pernah keluar sepeser pun untuk peturunan (iuran), seperti untuk penataan parahyangan maupun piodalan.

GIANYAR, NusaBali
Pertunjukan Tari Kecak Ramayana mengangkat bagian terakhir epos Ramayana yakni Yuda Kanda, membius ratusan wisatawan mancanegara maupun domestik yang menonton di Jaba sisi Pura Dalem Ubud, Jumat (23/9) malam. Setelah pertunjukan peperangan tersebut, disuguhkan Fire Dance, tari pamungkas Sanghyang Jaran.

Tarian ini dipentaskan satu orang penari yang menari di atas bara api. Percikan api yang meliuk di antara semburan asap ini menjadi pemikat tersendiri. Wisatawan takjub dan tampak tegang selama menonton aksi bermain api. Hingga lampu menyala pertanda pertunjukan selesai, mereka masih terkagum-kagum dan memberikan tepukan tangan meriah.

Pertunjukan yang dibawakan Sekaa Kecak Desa Adat Ubud Kaja, Kelurahan/Kecamatan Ubud, Gianyar, tersebut sudah eksis selama 28 tahun, dan menjadi pilar perekonomian krama setempat.

Pencetus Sekaa Kecak Desa Adat Ubud Kaja I Nyoman Ada, saat ditemui di sela pertunjukan Kecak Ramayana dan Fire Dance, Jumat (23/9) malam, mengemukakan Sekaa Kecak Desa Adat Ubud Kaja dirintis sekitar tahun 1992. Kala itu, seluruh kepala keluarga dikumpulkan untuk menyamakan persepsi. Nyoman Ada melihat potensi kunjungan wisatawan ke Ubud waktu itu. Kemudian tergerak untuk menyajikan sebuah pertunjukan seni kepada wisatawan. Maka dipilihlah pertunjukan Tari Kecak Ramayana bagian Yuda Kanda.

Dua tahun berlatih, Sekaa Kecak Desa Adat Ubud Kaja pentas perdana pada September 1994 silam. Antusiasme wisatawan sangat tinggi. Hampir setiap Senin dan Jumat malam, kalangan Jaba sisi Pura disesaki wisatawan. Sekali pertunjukan ditonton sekitar 300-an sampai 500-an orang wisatawan. Pertunjukan Tari Kecak Ramayana ini tetap eksis hingga kini. Estafet berkesenian telah diteruskan dari penari sepuh kepada cucu bahkan cicit mereka kini ketika Sekaa Kecak Desa Adat Ubud Kaja genap berusia 28 tahun.

Keberadaan sekaa ini sangat berarti bagi semua krama Banjar Ubud Kaja. Sebab, semua biaya pembangunan ditunjang dari hasil pertunjukan Kecak (Cak). “Sekitar 30 tahun yang lalu kami telah memikirkan bagaimana caranya waktu itu membangun pura dan merawatnya,” kata Nyoman Ada.

Tidak saja ngempon Pura Dalem, Krama Banjar Ubud Kaja juga ngempon Pura Prajapati, Pura Beji, dan Pura Dalem Alit. “Supaya ada pemasukan. Ada ide bentuk Cak,” imbuhnya.

Pendapatan dari pertunjukan Cak ini dirasakan sangat bermanfaat oleh krama. Seperti untuk penataan parhyangan atau tempat suci, piodalan hingga kesejahteraan krama setempat.

“Sejak ada Cak, sepeser pun krama tidak pernah keluar peturunan (iuran),” bebernya. Selain itu, saat pariwisata Bali dalam kondisi terpuruk terdampak pandemi, krama Desa Adat Ubud Kaja hampir selama 1,5 tahun digelontor bantuan beras 25 kilogram per bulan per kepala keluarga.

Berbeda dengan ragam kesenian yang lazimnya diwarisi turun temurun dari nenek moyang, Cak ini memang dicetuskan untuk menjadi seni pertunjukan. Sedikitnya ada 220 orang anggota Sekaa Cak ditambah belasan penari. Bisa atau tidak bisa menari, semua krama wajib belajar bersama-sama untuk menjaga eksistensi Cak ini. Sehingga sejak anak-anak, krama sudah diperkenalkan dan dilibatkan dalam pertunjukan tarian Cak ini.

“Seiring berjalannya waktu, Cak ini semakin eksis. Sampai sekarang sudah 28 tahun,” jelas Nyoman Ada.

Kecak Ramayana ini digelar dua kali seminggu, yakni setiap Senin dan Jumat mulai pukul 19.30 Wita sampai selesai. “Durasi pertunjukan biasanya sampai satu jam,” ucap Nyoman Ada. Selain hari tersebut, diselingi pertunjukan Tari Barong dan Legong.

Eksistensi 28 Tahun Kecak Desa Adat Ubud Kaja ini rencananya akan diperingati secara spesial pada Minggu (25/9) malam, bertepatan dengan rahina Tilem. Akan ada pertunjukan Tari Cak sekaligus refleksi dan proyeksi Sekaa Cak ini mulai dibentuk hingga harapan di masa depan.

Kelian Adat Banjar Ubud Kaja sekaligus Ketua Panitia 28 Tahun Sekaa Kecak Krama Desa Adat Ubud Kaja I Wayan Putih Subadi, menjelaskan peringatan ini momen penting karena anggota sekaa saat ini didominasi anak muda. “Lebih dari 50 persen adalah anak-anak muda. Semangat mereka luar biasa. Bisa dibayangkan, merekalah yang menerima marwah Kecak dari awalnya kakek mereka, kini cucu,” jelasnya.

Wayan Putih Subandi meyakini masih ada generasi muda yang belum paham tentang Sekaa Kecak Desa Adat Ubud Kaja ini. Oleh karena itu, prajuru bermaksud memacu semangat generasi muda untuk melanjutkan seni pertunjukan ini. Pihaknya pun melibatkan maestro Prof I Wayan Dibia selaku pembina. “Konsep kami Ulu Teben. Astungkara bisa selamat dari Covid-19, komunitas ini tetap bisa eksis. Sejatinya sulit sekali, karena anggota kami ada yang tidak senang menari karena memang bukan seniman. Tapi mereka harus hidup, sehingga harus kita paksa,” ungkap Wayan Putih Subandi.

Pada momentum 28 tahun ini, Wayan Putih Subandi merasa sekaa ini layak menyandang Penghargaan Parama Patram Budaya. “Banyak aspek ingin kami capai. Bahwa pertunjukan ini layak mendapatkan lisensi dari pemerintah sebagai seni yang berkualitas,” tegasnya.  Utamanya lagi, pihaknya berharap Sekaa Kecak ini bisa dilanjutkan oleh generasi berikutnya. *nvi

Komentar