nusabali

Bukan Sekadar Perkakas, Seselet Menjadi ‘Benda Bertuah’ Sekaligus Gengsi

  • www.nusabali.com-bukan-sekadar-perkakas-seselet-menjadi-benda-bertuah-sekaligus-gengsi

DENPASAR, NusaBali.com – Seselet bukan benda asing bagi masyarakat Bali. Perkakas rumah tangga mulai dari pisau, mutik, blakas, golok, klewang hingga keris merupakan bagian dari seseletan yang kerap menyertai aktivitas sehari-hari.

Orang Bali zaman dahulu menjadikan seselet sebagai sesuatu yang wajib disisipkan pada pakaian sebagai perkakas untuk melakukan berbagai   aktivitas, terutama yang terkait dengan keperluan upacara adat dan agama. 

Mulai dari untuk ngebah  tiying  (memotong  bambu)  untuk  rompok  (bangunan  darurat)  upacara, membuat katik   sate,   membuat klatkat hingga   untuk   merajang   bahan   lawar (makanan  khas Bali). 

Namun  kini seselet tidak  hanya  dipakai  sesuai  dengan fungsinya,  melainkan juga bernilai sebagai  sebuah  gengsi,  sehingga seselet harus memiliki bentuk dan tampilan yang menarik, sehingga mampu memberikan pencitraan  terhadap  pemakainya.

Bahkan gagang dari seselet pun bukan sembarang kayu. “Gagang kau seselet menggunakan beberapa kayu bertuah. Hal ini sering dipakai orang Bali  dahulu bahkan hingga kini,” ungkap  I Putu Trisna, seorang perajin dan penekun seselet asal Kediri, Kabupaten Tabanan ini. 

“Setidaknya terdapat 13 kayu bertuah yang lumrah digunakan,” kata pemilik Trisna Seselet ketika ditemui dalam Pameran IKM Bali Bangkit VII di Gedung Ksirarnawa, Art Center Denpasar, Selasa (13/9/2022).

Kayu bertuah yang biasa digunakan antara lain seperti kayu Wisnu, Kasua, Pradah, Tiga Kancu, Pelet Asem, Warga Sari, Tiblum (hanya bisa ditemukan di Gunung Batur), Kalima Sada, Purnama Sada, dan masih banyak lagi. 

 “Kalau kayu Wisnu itu untuk kewibawaan, penangkal magic, dan penangkal binatang buas,” jelas Trisna yang  menekuni seselet sejak tahun 2000 ini.

Lebih lanjut Trisna menjelaskan bahwa petani zaman dahulu tidak ada yang memakai cangkul dengan gagang biasa. 

Petani di zaman dulu, lanjut Trisna, biasanya memakai gagang cangkul dan perkakas mereka yang lain dari kayu Pradah.

Kayu Pradah dipilih oleh petani zaman itu sebagai gagang perkakas mereka, lantaran tuahnya selain mampu menangkal magic, juga bisa menangkal ular dan petir ketika beraktivitas di sawah saat hujan petir.

“Orang tua zaman dulu kalau pergi ke sawah cangkulnya itu gagangnya pasti kayu Pradah supaya tidak terkena petir,” ungkap perajin  yang sempat bekerja di bidang pariwisata sebelum Bom Bali I tahun 2002 ini.

Dari sedikitnya 13 jenis kayu bertuah yang Trisna biasa gunakan untuk memroduksi kerajinan seselet, rata-rata memiliki fungsi serupa sebagai penangkal bala dan membawa kemujuran bagi pemakainya.

Selain memiliki fungsi kuna seperti penangkal bala, pada masa kini seselet mendapatkan fungsi tambahan sebagai ajang menunjukkan gengsi sang pemakai. 

Berdasarkan tulisan akademisi dari Fakultas Seni Rupa dan Desain, ISI Denpasar, I Ketut Sida Arsa tentang Seselet Bali pada tahun 2012, dikatakan bahwa seselet merepresentasikan gaya hidup masyarakat.

“Kini seselet tidak hanya dipakai sesuai dengan fungsinya, namun seselet juga dipakai sebagai sebuah gengsi,” tulis Sida Arsa.

Gengsi tersebut, tulis Sida Arsa, ditunjukkan melalui bentuk seselet yang menarik, indah, dan mewah, hingga yang ingin menunjukkan prestise diri rela merogoh kocek dalam-dalam untuk sebuah seselet yang bukan hanya bertuah tetapi juga mencuri pandangan khalayak.

Kedua fungsi seselet yang dijelaskan sebelumnya itu dapat dipenuhi oleh tangan andal I Putu Trisna dan para perajin dari Trisna Seselet Tabanan. 

Selain menggunakan kayu bertuah, produk seselet mulai dari mutik, blakas, golok, klewang, dan keris pun dikemas dengan desain mata perkakas yang unik.

Selain seselet dengan gagang dari kayu bertuah, Trisna Seselet juga menyediakan seselet khususnya mutik dengan gagang dari tanduk rusa menjangan yang diperoleh secara legal.

Seselet produksi Trisna tersebut sudah merambah pasar lokal, dalam negeri, hingga pasar mancanegara seperti Australia, India, Italia, dan Inggris. Tak jarang, kata Trisna, turis dari India, Italia, dan Inggris datang sendiri ke rumahnya untuk membeli seselet seperti keris. Sedangkan yang dari Australia biasanya meminati pepisauan.

Seselet-seselet tersebut dibanderol seharga mulai puluhan ribu rupiah untuk mutik hingga jutaan rupiah untuk keris. *rat

Komentar