nusabali

Pande Suardika, Bangkitkan Lagi Kearifan Lokal Pande Masa Lalu

Pande Keris Bali Mendapat Gelar Kehormatan dari Kerajaan Pulau Laut, Kalimantan Selatan

  • www.nusabali.com-pande-suardika-bangkitkan-lagi-kearifan-lokal-pande-masa-lalu
  • www.nusabali.com-pande-suardika-bangkitkan-lagi-kearifan-lokal-pande-masa-lalu

Tak sembarang orang mau dia buatkan keris, karena tahapan pembuatannya harus mengikuti tradisi leluhur Pande dan karyanya lebih banyak sebagai keris pusaka.

DENPASAR, NusaBali

Seorang Pande Keris asal Bali I Made Gede Suardika (Pande Made Suardika),49, memperoleh gelar kehormatan dari Kerajaan Pulau Laut yang terletak di Kalimantan Selatan. Berkat kegigihannya melestarikan tradisi leluhur, Pande Suardika kini bergelar 'Ampu Suarna Laut Pulo'.

Gelar kehormatan (Darjah) ini diserahkan langsung oleh Ketua Lembaga Adat/Pemangku Kerajaan Pulau Laut, Al Hajj Gusti Rendy Firmansyah, di kediaman Pande Suardika, Prapen Wesi Aji, Banjar Tegal Kuwalon, Desa Sumerta Kaja, Denpasar Timur, Selasa (16/8).

Pande Suardika mengungkapkan, dirinya mengenal Gusti Rendy yang juga bergelar Sri Baginda Raja Gusti Martainsari sejak tahun 2012. Raja Pulau Laut tampaknya menjadi salah satu orang yang merasakan 'tuah' keris buatan Pande Suardika.

"Sebuah kehormatan buat saya, seorang tokoh adat di luar pulau mengaku bersaudara dengan saya. Saya yakin beliau juga mendukung perkembangan pelestarian budaya Nusantara, khususnya Bali," ujar Pande Suardika ketika ditemui NusaBali di kediamannya, Rabu (17/8) sore. Pande Suardika merupakan seorang perajin keris (Pande Angandring). Sejak tahun 2005 dia memutuskan untuk menekuni profesi leluhurnya sebagai pembuat keris (pusaka).

Tidak terbersit dirinya akan menekuni profesi saat ini. Pasalnya pada saat itu dia tengah menikmati karier bekerja di luar negeri (Norwegia). Pada saat itu Suardika jatuh sakit, mengakibatkan dirinya harus kembali ke Bali. Di tanah kelahirannya dia mendapat kekuatan untuk mengambil keahlian yang dimiliki para leluhurnya terdahulu. Pande Suardika pun berhasil sembuh dari penyakitnya.

Dalam menekuni profesi memande, Suardika tidak main-main dalam totalitasnya. Ia membangkitkan lagi kearifan lokal pande di masa lalu kemudian dikembangkan sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini. Ia pun sampai belajar menempa besi hingga ke Italia yang sudah lebih maju teknologi penempaan besinya. "Berdarah-darah mulainya, mungkin sampai lima tahun," terang anak kedua dari 3 bersaudara ini mengingat awal dia menekuni profesi pande.

Berbekal rasa bakti kepada leluhur, Suardika lambat laun mulai memahami seni memande. Kearifan lokal yang diambil Suardika mampu mempertahankan taksu keris yang dibuatnya. Tidak sembarang orang mau dia buatkan keris. Karena tahapan pembuatannya pun mengikuti tradisi leluhur Pande. Sehingga keris karyanya lebih banyak digunakan sebagai keris pusaka.

"Saya utamakan untuk kepentingan pusaka. Pusaka itu beda dengan keris. Tidak semua keris itu pusaka. Karena peruntukannya untuk tradisi, ritual. Etika buatnya beda," ujarnya. Untuk di Bali keris-kerisnya memang banyak digunakan oleh Pura ataupun desa adat. Tidak hanya di Bali keris-keris buatan Suardika tersebar di Nusantara bahkan hingga ke mancanegara (Eropa).

Para pecinta keris umumnya mengenal keteguhan Suardika dalam membuat keris didasarkan pada nilai-nilai yang dianut leluhur Pande. Tahapan yang dilakukannya dalam membuat keris dimulai dari mengenal karakter si pemesan (mawirasa). Yakin dengan niatan kliennya, Suardika lanjut dengan tahapan menentukan hari pertama membuat keris (ngewasen). "Yang mau pakai entah pura, entah pribadi dia datang ke sini, ikut mendoakan dan mulai ikut menempanya," jelasnya.

Selanjutnya ada upacara nyepuh, hingga akhirnya melaksanakan upacara mapasupati. Setelah keris selesai masih ada upacara majauman, di mana pemilik keris datang ke tempat pembuatan sebagai simbol ucapan terima kasih. Dalam setiap tahapan tersebut pemesan keris harus mengikuti ritual yang dilakukan. "Etika Bali-nya seperti itu. Itu nggak mungkin ada di dunia, entah di mana," ujar Suardika.

Saat ini pria yang menguasai bahasa Inggris dan bahasa Belanda ini sedang berupaya merekonstruksi salah satu kearifan lokal leluhur Pande lainnya, yaitu menggunakan bahan pasir dalam membuat keris. Menurutnya hal itu sudah dipraktikkan para pande besi di masa lalu sebelum bangsa Eropa memperkenalkan lempengan besi ke Nusantara. Dikatakan pasir memiliki beberapa kandungan mineral salah satunya besi. Pengolahannya akan menggunakan teknik modern supaya hasilnya tidak kalah dengan produk zaman sekarang.

Suardika menyebut, menjadi pande keris dewasa ini memang tidak mudah, apalagi berharap untuk digunakan sebagai penopang ekonomi sehari-hari. Suardika juga harus bertumpu pada sumber penghasilan yang lain. Namun demikian, tidaklah mungkin baginya meninggalkan bhisama leluhur,  menjadi seorang Pande. Ia pun berharap generasi muda Bali tidak melupakan nilai-nilai yang ada di dalam tradisi leluhurnya. Berawal dari menempa besi, generasi muda Bali juga jangan enggan untuk menempa mentalnya. "Bukan hanya menempa keris, bahkan menempa mental sangat penting untuk bekal kehidupan," pesannya. *cr78

Komentar