nusabali

Bappenas Luncurkan GEI di Nusa Dua

  • www.nusabali.com-bappenas-luncurkan-gei-di-nusa-dua

MANGUPURA, NusaBali
Sebagai salah satu indikator untuk mengukur progres dan capaian transformasi hijau ekonomi, Bappenas meluncurkan Green Economy Index (GEI) atau Indeks Ekonomi Hijau di BNDCC, Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Badung pada Selasa (9/8).

Peluncuran ini pula sejalan dengan visi 2045 menjadikan Indonesia sebagai negara berpendapatan tinggi.
Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam, mengatakan keberadaan GEI ini diharapkan dapat menjadi salah satu alat konkret pengukuran ekonomi hijau di tanah air. Diakuinya selama ini, ekonomi hijau tidak memiliki alat pengukuran jelas, khususnya di Indonesia, sehingga lebih susah untuk menghitung perkembangannya sudah sejauh apa. “Karena kita ingin lihat green economy dan bisa dievaluasi setiap tahun, sehingga bisa ditransformasikan,” katanya saat Media Briefing G20 Measuring The Progress of Low Carbon and Green Economy.

Dijelaskannya, GEI terdiri dari 15 indikator yang mencerminkan pembangunan ekonomi hijau dalam tiga pilar, yaitu lingkungan-ekonomi dan sosial. Indikator itu seperti tutupan lahan, sampah terkecil, penurunan emisi, tingkat kemiskinan, angka harapan hidup, hingga produktivitas pertanian dan tenaga kerja. Jadi, GEI menghitung skor Indonesia dalam transformasi ekonomi menuju ekonomi hijau dengan melihat perbandingan progres setiap indikator terhadap nilai minimum dan target maksimum yang ingin dicapai. “Indikator yang digunakan tidak asal comot tetapi sudah berdasarkan kajian,” tegasnya.

Ditekankannya, bahwa GEI tidak sekedar ekonomi hijau, sehingga terjebak dengan indikator-indikator ekonomi, melainkan juga aspek lain seperti lingkungan dan sosial. Dia mengungkapkan hasil pengukuran selama rentang 2011-2020, secara keseluruhan tren GEI Indonesia menunjukkan peningkatan dan mengindikasikan sinergitas antar pilar pembangunan berkelanjutan. “Performance dari pilar lingkungan masih ada di bawah pilar ekonomi dan lingkungan, tetapi sudah menunjukkan peningkatan dan ini menjadi menarik. Tentu ada pekerjaan rumah dalam konteks lingkungan,” sambungnya lagi.

Kedepannya, kata Medrilzam, GEI akan menjadi acuan perencanaan dan kebijakan bagi pemangku kepentingan dan menjadi pengingat untuk terus mendorong perbaikan kondisi, sehingga target visi 2045 tercapai dengan lebih hijau lagi. Medrilzam juga mengatakan untuk mewujudkan visi 2045 dibutuhkan pertumbuhan ekonomi sekitar 6 persen. Adapun saat ini untuk mencapai level 5 persen membutuhkan upaya lebih keras akibat adanya pandemi Covid-19, sehingga dibutuhkan lompatan. “Transformasi ekonomi melalui ekonomi hijau diyakininya dapat menjadi pengubah situasi tersebut,” katanya.

Dari data yang dimiliki, transisi menuju ekonomi hijau dapat memberikan sejumlah manfaat positif bagi Indonesia. Contohnya, ekonomi hijau diklaim dapat menghasilkan tambahan 1,8 juta tenaga kerja di sektor hijau pada 2030 yang tersebar di sektor energi, kendaraan elektronik, restorasi lahan, dan sektor limbah. Pada sektor lingkungan, 40.000 jiwa terselamatkan dari pengurangan polusi udara di 2045, restorasi jasa ekosistem bernilai USD4,75 triliun per tahun pada 2060, 3,2 juta hektar hutan primer terlindungi pada 2060, penambahan tutupan hutan 4,1 juta hektar pada 2060, peningkatan luas hutan mangrove menjadi 3,6 juta hektar pada 2060, dan peningkatan ketahanan iklim perekonomian.

“Selain itu, PDB rata-rata di angka 6,1-6,5 persen per tahun hingga 2050, kemudian 87-96 miliar ton emisi Gas Rumah Kaca yang diselamatkan pada rentang 2021-2060, hingga 68 persen penurunan intensitas emisi di 2045, Pendapatan Nasional Bruto (PNB) lebih tinggi di rentang 25-34 persen, setara USD 13.890-14.975 per kapita pada 2045,” kata Medrilzam. *dar

Komentar