nusabali

Cerita Rasa 2022: Rintisan Festival Desa Di Tukadaya Kabupaten Jembrana

  • www.nusabali.com-cerita-rasa-2022-rintisan-festival-desa-di-tukadaya-kabupaten-jembrana

JEMBRANA, NusaBali.com - Cerita Rasa adalah sebuah rintisan festival desa yang diselenggarakan oleh sanggar literasi Bali Tersenyum di Jembrana.

Dengan tagline storytelling, film, art and culture, Cerita Rasa dicanangkan sebagai ruang untuk merayakan cerita, cita rasa dan mempromosikan kepedulian lingkungan, budaya dan kemanusiaan.

Cerita Rasa Festival telah dilaksanakan pada Sabtu, 30 Juli 2022 di Rumah Baca Bali Tersenyum, Banjar Brawantangi Taman, Desa Tukadaya. Program festival ini dilakukan selama satu hari, mulai pukul 12:00 hingga 21:00 wita. Diisi dengan presentasi kuliner lokal, pelatihan fotografi untuk remaja, melukis bersama anak-anak, pentas cerita, dam pemutaran film yang menjadi puncak acara malam itu.

“Acara ini adalah acara sederhana. Sebuah rintisan yang nantinya menjadi ruang untuk bersama-sama kita saling mendengar, merasakan, berbagi dan mendokumentasikan. Baik itu cerita dan dongeng, cita rasa kuliner lokal dan berbagai peristiwa seni dan budaya di lingkungan desa kita sendiri.” jelas Made Suarbawa, pengasuh Rumah Baca Bali Tersenyum. 

Presentasi Kuliner Pembuatan Minyak Kelapa


Dalam presentasi kuliner, ditampilkan proses pembuatan lontong serapah. Kuliner ini adalah hal yang unik di Jembrana, bagaimana sisa pembuatan minyak kelapa dijadikan menu masakan yang khas, dan enak. Makanan itu terbuat dari sisa rebusan santan setelah minyaknya dipisahkan, yang disebut roroban. Roroban kemudian di tambahkan dengan bumbu bali dan direbus beberapa saat, maka jadilah kuah kental yang gurih.

Kuah tersebut kemudian dicampur dengan berbagai jenis sayuran rebus, yang kemudian disebut jukut serapah. Lauk ini umumnya disajikan dengan lontong, sehingga dikenal sejagat sebagai lontong serapah khas Jembrana.

“Awalnya kami ingin menunjukan pada anak-anak, sehingga mereka paham bahwa minyak goreng tidak cuma ada di warung. Sudah lama kita dibuat jadi konsumtif, apa-apa beli di warung. Kita jadi lupa, bahwa kita punya cara-cara tradisional “ndeso” untuk memenuhi kebutuhan itu.” jelas Komang Sutirtayasa, yang mempresentasikan proses pembuatan minyak kelapa.

Pelatihan Fotografi Untuk Remaja Desa


Kedekatan remaja desa dengan HP berkamera mendorong pelaksanaan pelatihan fotografi di Cerita Rasa 2022. Program pelatihan ini diadakan guna memperkenalkan dasar-dasar fotografi, memperkenalkan profesi fotografer dan bagaimana usaha foto & video itu berjalan.

Yang unik dari program pelatihan fotografi di Cerita Rasa Festival adalah, peserta diajak untuk memotret tanpa kamera.

“Ini cara untuk mengasah kesadaran visual, mengenai apa yang dilihat, apa yang menarik dan bagaimana kita menentukan bagian mana atau sudut mana dari objek foto yang akan diambil. Jangan hanya menjadi tukang cekrek aplud. Ayo melangkah sedikit untuk menjadi fotografer, walau amatir.” terang Suarbawa yang juga sering disapa Birus, yang mendampingi peserta pelatihan.

Selain itu, peserta juga mendapat cerita dari dua orang pengusaha foto dan video di Jembrana, yaitu Dwi Artawan pemilik Relief Studio dan Komang Triadi pemilik Candra Photography studio. 

Dwi menceritakan bahwa masuk ke dunia foto dan video benar-benar nari nol. Dia pergi merantau ke Denpasar dengan tujuan pasti mencari pekerjaan, dan diterima bekerja di sebuah studio jasa foto dan video sebagai crew. Atas dorongan pemilik studio akhirnya Dwi “terpaksa” belajar di lapangan.

“Saya benar-benar mulai dari tidak tau apa itu kamera. Semua terjadi karena terjun langsung dilapangan. Belajar foto dan video itu intinya praktek sebenarnya.” kata Dwi.

Cerita lain dari Komang Triadi, mulai belajar fotografi sejak jaman analog. Untuk belajar fotografi ketika itu, dibutuhkan serangkaian training khusus hingga memperoleh sertifikat dan berhak menyandang “gelar” fotografer. 

Menurut Mang Tri, dalam era foto digital saat ini kita cukup menguasai prinsip dasar kamera, dan hendaknya lebih banyak melakukan praktek dan diskusi karya. Setiap jepretan sudah bisa langsung dilihat dan dibahas bersama komunitas.

“Sekarang lebih simple, tidak seperti jaman dulu harus menunggu antri cuci film dan membuat contact print dulu, baru bisa tahu hasil fotonya.” ungkap Mang Tri.

Melukis Bersama Anak-anak Desa


Menggambar bersama dalam Cerita Rasa kali ini, diikuti oleh tidak kurang dari tiga puluh lima anak. Mereka datang dari beberapa banjar di Desa Tukadaya, dan ada juga dari desa sekitarnya.

“Kami tidak menyangka akan sebanyak ini. Target kami cuma di sepuluh hingga dua puluh orang anak.” kata Yurika salah satu pengasuh sesi menggambar.

Program melukis ini merupakan ruang bermain dan belajar bagi anak-anak. Kegiatan ini, lebih ditujukan sebagai momen beraktivitas bersama, baik itu kerjasama antar anak-anak dan juga pendampingan oleh orang tua.

Setelah selesai menggambar, karya anak-anak kemudian dipajang untuk di pamerkan pada pengunjung festival. Anak-anak dan pengujung diberi kesempatan untuk mengapresisi karya-karya tersebut dengan memilih tiga karya yang mereka sukai, dengan menandainya dengan stiker.

“Sebenarnya ini bukan lomba. Ini hanya pemilihan karya favorit, sebagai kesempatan bagi anak untuk mempresentasikan karya dan mengapresiasi karya orang lain. Ada yang kampanye lho, biar mereka dapat banyak stiker.” jelas Yurika.

Dalam sesi menggambar ini, Cerita Rasa mengundang perupa muda asal desa Tukadaya, Wayan Wasudewa, yang banyak bermain-main di ranah street art dan tato. Kehadiran Wayan yang dikenal dengan sign WSDW menjadi sebuah gambaran tentang jalan berkesenian.

Secara tidak langsung, kehadiran orang dewasa yang melukis bersama anak-anak menjadi role model bagi mereka, yang selama ini hanya mengetahui menggambar adalah sempilan pelajaran di sekolahnya. Di sini mereka akan tahu bahwa seni juga bisa menjadi profesi, dan ada sekolahnya hingga perguruan tinggi.

Pentas Cerita: Mendongeng dan Membacakan Cerita


Mesatua atau mendongeng merupakan pola penanaman nilai-nilai kehidupan yang sangat penting di dalam keluarga. Cerita rasa menghadirkan program pentas cerita, berupa mendongeng dan membaca cerita.

Malam itu, tampil Ayu Nila yang membaca cerita dari buku Kumpi Mangku Mendongeng karya Made Taro, sebuah dongeng berjudul Padi dan Hama Wereng. Dilanjutkan dengan penampilan Melany, yang mendongeng tentang balas budi semut pada burung merpati.

“Dua konsep bercerita ini sengaja kita hadirkan ya. Kan bercerita tidak selalu mendongengkan hafalan. Kalau tidak tau dongeng, atau tidak hafal, ya membaca saja. Itu juga cara yang baik untuk bercerita pada anak-anak.” terang Birus.

“Kalau sejak dini orang tua membaca buku di depan anak-anaknya, ini akan menjadi contoh dan akan tertanam dalam benak anak-anak bahwa membaca itu menyenangkan, dan menjadi penting dalam kehidupan mereka kelak.” tutur Birus menambahkan.

Pemutaran Film Pendek


Ide awal dari kegiatan festival desa Cerita Rasa ini, datang dari rencana pemutaran film pendek yang diproduksi Sanggar Bali Tersenyum, untuk ditonton bersama kru dan pemain yang berasal dari Desa Tukadaya. Film tersebut berjudul @ItsDekRaaa yang mengambil lokasi syuting di Banjar Pangkung Jajang, Desa Tukadaya pada bulan November 2021.

Film pertama yang diputar malam itu adalah Pekak Kukuruyuk, sebuah film dokumenter karya Agung Yudha, yang berdurasi dua puluh menit, produksi program Eagle Award Metro TV. Film tersebut berkisah tentang kehidupan Pak Made Taro, seorang pelestari dongeng dan permainan tradisional.

Film Pekak Kukuruyuk ini dipilih karena berkaitan dengan program Pentas Cerita, yang mengangkat dongeng dan bercerita sebagai sebuah aktifitas yang perlu tetap dilakukan disetiap rumah, oleh orang tua bagi anak-anaknya.

Film selanjutnya adalah film berjudul Besok Saya Tidak Masuk Sekolah karya Oka Sudarsana. Film fiksi berdurasi enam belas menit ini berkisah tentang Ginar, seorang anak SD di pelosok Kintamani yang berjuang menempuh pendidikan Sekolah Dasar. Film ini menggambarkan sisi lain dari keindahan dan kemegahan pulau Bali di mata dunia, sekaligus juga menyentil dunia pendidikan di negeri kita tercinta.

Film terakhir adalah @ItsDekRaaa. Film ini bercerita tentang kehidupan remaja di pedesaan yang terpapar oleh smartphone dan media sosial. Dekra, tokoh utama dalam film ini ingin sekali menjadi selebriti Tiktok, namun grup Tiktoknya terancam bubar karena salah satu temannya menghilang secara misterius.

Malam itu, puluhan orang memadati halaman Rumah Baca Bali tersenyum untuk menyaksikan wajah anak mereka, tetangga, dan alam desanya tampil di layar lebar. 

“Film Pendek @ItsDekRaaa saat ini sedang berkeliling ke berbagai festival. Kemarin, 23 Juli sudah diputar di 15 Minutes Film Festival di West Virginia, Amerika Serikat. Kita juga sedang menunggu jawaban dari festival-festival lain. Yang sudah pasti, itu nanti di bulan September - Desember, akan di putar di Spanyol, Ukranina, Banglades dan Korea Selatan.” jelas Suarbawa yang juga adalah penulis dan sutradara film tersebut. (Made Suarbawa/Birus, Komang Tirta).

Komentar