nusabali

Lahan Milik Pemprov di Buleleng Dihibahkan

Sudah 66 Tahun Ditempati 72 KK dengan Sistem Sewa

  • www.nusabali.com-lahan-milik-pemprov-di-buleleng-dihibahkan

Lahan seluas 2 hektare tersebut dihibahkan ke Desa Adat Buleleng, namun peruntukkannya tetap untuk warga yang selama ini menempatinya tanpa sewa.

Ini setelah Gubernur Bali Wayan Koster menyerahkan sertifikat tanah hibah milik Pemprov Bali kepada Desa Adat Buleleng pada, Buda Umanis Tambir, Rabu (3/8). Warga pun kini mengakhiri masa sewa terhadap lahan yang ditempati mereka sejak tahun 1956 atau selama 66 tahun.

Dalam sambutannya, Gubernur Koster menyampaikan sebelum hibah sertifikat tanah ini diserahkan kepada Desa Adat Buleleng dalam kronologisnya dirinya mendapat laporan nota dinas dari Kepala BPKAD Pemprov Bali mengenai besaran tarif sewa untuk warga yang tinggal di lahan Pemprov Bali di Desa Adat Buleleng yang berlokasi di Jalan Sakura, Jalan Sahadewa, Jalan Gatotkaca, dan Jalan Werkudara Singaraja. “Saya tanya ke Kepala BPKAD Pemprov Bali, sudah berapa lama warga tinggal di sana? Lalu saya tugaskan cari data riwayat sejarahnya,” ujar Gubernur Koster.

Kemudian orang nomor satu di Pemprov Bali ini menyatakan, setelah mendapat penjelasan dari Kepala BPKAD Bali, dia langsung berpikir masa orang yang sudah tinggal turun temurun harus sewa lagi sampai ke anak cucu. Ini tidak masuk akal. “Saya juga membayangkan, pasti warga yang tinggal di sana hidupnya tidak tenang karena terus berpikir suatu saat bisa direlokasi, apalagi secara administratif tanah ini milik Pemprov Bali, jadi bisa diambil alih. Kalau begitu, warga nantinya mau dibawa ke mana? Apalagi, kalau bukan Saya menjadi Gubernur-nya, pasti ganti kebijakan,” katanya.

Lalu, Gubernur Koster tanya berapa sewa lahannya? Ternyata hanya 1 juta per are per tahun. Kalau ditotalkan Rp 200 juta pertahun untuk 2 hektare. “Saya pikir, kok cuma cari duit Rp 200 juta saja sampai begitu? Saya di Kementerian bisa puluhan, ratusan miliar dapat. Jadi saya putuskan tanah ini dihibahkan kepada Desa Adat Buleleng. Kenapa? Karena Desa Adat punya awig-awig dan pararem untuk krama-nya. Desa Adat juga bisa menambah palemahannya dan diikat melalui pararem, sehingga selamanya tanah ini menjadi aset Desa Adat dengan syarat-syarat tidak boleh dijual. Kemudian, saya minta Bendesa Adat harus mebakti di Pura Dalem menyatakan janji tidak akan jual atau merelokasi warganya, namun lahan ini peruntukkannya tetap untuk warga tanpa sewa, tapi yang menempatinya dikenakan semacam ayah-ayahan yang diatur Pararem atau bisa ke dalam awig-awig,” tegas Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini disambut aplaus tepuk tangan sembari mengingatkan Bendesa Adat untuk tidak memberatkan warganya, kasihan warganya sudah 66 tahun menunggu.Gubernur Koster juga menegaskan di era kepemimpinannya telah memetakan tanah Provinsi Bali yang mana bisa dikembangkan jadi infrastruktur pemerintah, yang mana untuk sentra ekonomi, dan yang mana bisa dihibahkan untuk buat sekolah, kantor, wantilan Desa Adat, hingga untuk pendukung ekonomi di Desa Adat.

Atas kerja cermat ini, menjadikan Ketua DPD PDIP Provinsi Bali ini tercatat sebagai Gubernur Bali sepanjang sejarah yang mampu menuntaskan : 1) Konflik Agraria sejak tahun 1960 yang terjadi di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng; 2) Menuntaskan masalah agraria di Kelurahan Tanjung Benoa, Kabupaten Badung yang telah terjadi sejak Tahun 1920 atau sudah 100 tahun lebih masyarakat di Tanjung Benoa tidak mendapatkan status tanah yang jelas; dan 3) Menuntaskan masalah Reforma Agraria di Kali Unda, Semarapura Kangin, Klungkung yang telah terjadi sejak tahun 1970-an atau 52 tahun lamanya.

“Saya mengajak seluruh stakeholder yang hadir untuk terus bekerja dengan fokus, tulus, dan lurus, serta tidak main-main (bermain kepentingan, Red) di dalam menuntaskan masalah agraria, hingga tidak mencari keuntungan di tengah masyarakat,” ujar mantan Anggota DPR RI 3 Periode dari Fraksi PDIP ini.

Mengakhiri sambutannya, Gubernur Koster menyampaikan penyerahan hibah sertifikat tanah kepada Desa Adat Buleleng ini sukses dilakukan juga berkat dukungan penuh dari DPRD Provinsi Bali. “Saya dulu sekolah di SMP Bhaktiyasa, Singaraja jadi sering lewat daerah sini (Jalan Sakura, Jalan Sahadewa, Jalan Gatotkaca, dan Jalan Werkudara Singaraja). Sehingga sejarah hidup ini juga yang menyentuh saya. Untuk itu sekali lagi tolong Bendesa Adat berdayakan (tanah hibah) ini agar bermanfaat untuk masyarakat,” pungkasnya.

Sementara itu, Putu Wage, salah satu warga yang menempati lahan tersebut mengaku bersyukur dengan hibah dari aset Pemprov ke Desa Adat. Wage merupakan generasi kedua yang menempati lahan tersebut secara turun temurun sejak tahun 1956. "Sekarang yang menempati sudah empat generasi. Saya dari awalnya menempati 0,5 are sekarang menempati 6 are bersama 4 keluarga," katanya.

Di sisi lain, Bendesa Adat Buleleng Jero Nyoman Sutrisna mengatakan setelah penerimaan sertifikat ini pihaknya akan melakukan paruman untuk menentukan jumlah sumbangan yang disepakati warga yang menempati lahan tersebut. "Sistemnya bukan retribusi atau sewa melainkan kesepakatan krama berapa dia mau mapunia untuk itu. Ini berdasarkan paruman, tidak ditentukan oleh masing-masing perorangan dan tidak ditentukan oleh desa adat," ujarnya.

Jero Sutrisna menyebutkan, memang nantinya sertifikat tersebut akan diberikan kepada warga yang menempati tanah tersebut. Namun, hak milik yang tertera dalam sertifikat tersebut tetap Desa Adat Buleleng. Dia mencontohkan, di dalam sertifikat tersebut akan tertera dua nama. Jika tanah tersebut ditempati oleh Wage, di sertifikat tersebut akan tertera nama Wage sebagai penerima hak komunal sementara untuk hak milik, yakni Desa Adat Buleleng. Sertifikat tersebut akan dipegang turun temurun oleh keturunan warga yang menempati tanah tersebut.

"Keturunannya yang tidak kesamping atau purusa (laki-laki). Kalau nanti purusanya tidak ada, tidak bisa dihibahkan kepada orang lain berarti kembali ke desa adat. Tanah itu tidak boleh dijual belikan, digadaikan dan dipindah tangankan," tandas Jero Sutrisna. Dalam penyerahan sertifikat kemarin Gubernur Koster didampingi Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna, Sekda Buleleng Gede Suyasa, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Bali Dewa Tagel Wirasa, dan Kepala BPN Buleleng Komang Wedana. *mz

Komentar