nusabali

Lahan dan Bangunan Warga di Nusa Dua Dieksekusi

Pelebaran Jalan Jelang KTT G20, Sempat Terjadi Ketegangan

  • www.nusabali.com-lahan-dan-bangunan-warga-di-nusa-dua-dieksekusi
  • www.nusabali.com-lahan-dan-bangunan-warga-di-nusa-dua-dieksekusi

MANGUPURA, NusaBali
Pengadilan Negeri (PN) Denpasar akhirnya melakukan eksekusi lahan dan bangunan milik warga yang terdampak pelebaran jalan jelang KTT G20 di Jalan Nusa Dua Selatan, wilayah Banjar Peminge, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Selasa (2/8).

Dalam proses eksekusi itu dijaga ketat oleh petugas gabungan dari Kepolisian, Satpol PP dan instansi lainnya. Hal ini dikarenakan sempat terjadi ketegangan karena miskomunikasi dengan pemilik lahan. Meski demikian, proses tersebut berjalan sesuai rencana dan menunggu proses selanjutnya dari Dinas PUPR Badung.

Panitera PN Kelas IA Denpasar, Rotua Roosa Mathilda Tampubolon mengatakan proses eksekusi ini atas penetapan pengadilan dan sudah disepakati juga oleh para pemilik. Sehingga sesuai jadwal, maka dilakukan eksekusi pada, Selasa siang pukul 12.00 Wita. Hal ini juga setelah adanya komunikasi sehari sebelumnya dengan para pemilik lahan. Di mana bangunan yang hendak dibongkar, utamanya palinggih harus diupacarai terlebih dahulu.

"Setelah prosesi upacara, maka kita lanjutkan dengan proses eksekusi. Alat berat langsung dikerahkan untuk membongkar bangunan," ujar Rotua Roosa saat ditemui di lokasi pada, Selasa siang. Diakuinya, dalam proses pembongkaran bangunan, ada sedikit kendala di lapangan. Di mana, terjadi miskomunikasi yang menyebabkan satu pemilik lahan ngamuk. Hal itu setelah selesai dilakukan upacara oleh pamangku, pihaknya langsung memecahkan sedikit bagian dari Palinggih oleh tim menggunakan alat berat. Namun, ternyata masih ada satu bagian proses upacara.

Atas hal itulah, pemilik lahan itu mengamuk dan membuang material ke tengah jalan. "Tapi kondisi itu sudah bisa kita komunikasikan. Pemilik lahan juga sudah bersedia untuk dilakukan pembongkaran lanjutan," sebutnya.

Dalam proses eksekusi itu, Rotua Roosa mengaku bahwa tidak semua bangunan yang terdampak pelebaran itu dibongkar menggunakan alat berat. Alasannya karena ada beberapa bahannya masih bagus dan utuh. Sehingga, pemilik meminta kepada Dinas PUPR untuk dibongkar sendiri dengan pertimbangan bahan bangunan itu akan digunakan lagi. "Alat berat sudah disiapkan oleh PUPR, namun dari pemohon untuk membongkar sendiri agar tidak hancur, karena masih ada bahan bangunan yang bisa digunakan. Secara kemanusiaan kita harus berikan. Karena kalau pakai alat berat, hancur semua," ungkapnya.

Dia juga mengaku, setelah proses pembongkaran pada Selasa sore, pihaknya akan membacakan berita acara pembongkaran. Kemudian, pemilik lahan juga akan menerima uang ganti rugi. Setelah itu sepenuhnya berada di Dinas PUPR. Selain itu, pihaknya juga berkoordinasi dengan BPN untuk menyiapkan batas mana yang digunakan oleh negara. Nanti BPN yang mengukur kembali. "Setelah dikosongkan, tugas BPN yang mengukur. Tidak boleh lebih atau kurang sesuai penetapan pengadilan. Namun setelah semua bangunan ini kosong semua," katanya.

Setelah semua proses ini, Rotua Roosa juga mengaku kalau para pemilik lahan sangat mengerti penjelasan yang diberikan pihaknya, karena lahan yang diberikan itu untuk kepentingan negara dan kepentingan Bali. Untuk itu, dia menyebutkan bahwa para pemilik lahan merupakan pahlawan ekonomi Bali. Atas hal itu, Ratuo Roosa juga menyarankan Pemkab Badung melalui Dinas PUPR agar keluarga yang terkena dampak diberikan penghargaan oleh pemerintah dan membuat mereka bangga. Karena mereka memiliki andil besar dalam suksesnya pelaksanaan KTT G20 mendatang. "Saya senang, para pemilik lahan ini mengerti bahwa ini untuk kepentingan negara dan Bali. Mereka semua ini adalah pahlawan ekonomi Bali," sebutnya

Sementara salah satu warga, I Komang Suardika mengaku sebagai warga negara Indonesia yang taat, pihaknya mendukung penuh program pemerintah demi melancarkan KTT G20. Bahkan, pihak menyerahkan hak mereka kepada pemerintah dengan baik. Namun, dia mengaku kalau dirinya dan keluarga besar sangat kecewa. Kekecewaan ini dilatarbelakangi adanya sejumlah permintaan yang tidak diakomodir. "Jadi ganti rugi yang diberikan pemerintah itu hanya tanah dan bangunan yang terkena dampak langsung penggusuran," ungkapnya di lokasi.

Menurut dia, lahan yang terkena pelebaran akses jalan bagi delegasi KTT G20 itu berupa lahan seluas 35 meter dan bangunan yang terkena penggusuran. Namun, tim apraisal yang melakukan penilaian tidak menghitung dampak lainnya yang ditimbulkan. Padahal, dia bersama keluarga besarnya sudah membuat RAB sesuai perhitungan dampak lain yang ditimbulkan dari pelebaran itu. "Untuk lahan dan bangunan yang terkena dampak langsung itu diberikan ganti rugi Rp 1 miliar lebih. Namun, ini tidak sesuai dengan RAB kita yang mengakumulasi seluruh dampak, yakni sebesar Rp 6 miliar," terangnya lagi.

Dia melanjutkan, yang tidak masuk dalam penilaian dari tim Apraisal ada tiga hal. Pertama dampak rumah yang terkena, kedua bangunan atau tatanan rumah berubah. Ketiga ganti rugi warung milik keluarga. Di mana, warung yang dijadikan salah satu mata pencarian tidak dihitung. Atas hal itulah, pihaknya mengaku kalau tim dari apraisal dan Pemerintah Daerah tidak mendengar keluh kesah warga.

"Nilai yang kami usulkan sebesar Rp 6 miliar, termasuk biaya upakara dan dampak yang dihasilkan. Tapi, kenyataan hanya penilaian Apraisal yang diambil sebagai dasar. Inilah yang bikin kami kecewa dan sangat sayangkan sikap itu," pungkasnya.

Dalam upaya mendukung kegiatan KTT G20 pada November 2022, Pemkab Badung berencana melebarkan ruas jalan di sejumlah titik di Kecamatan Kuta Selatan. Dari rencana pelebaran jalan itu, sejumlah lahan milik warga terkena dampak, sehingga harus dibongkar. Tanah terdampak proyek pelebaran jalan itu milik tiga warga, yakni I Nyoman Suardika, I Made Warsa, dan I Made Rigih. *dar

Komentar