nusabali

Puri Agung Pemecutan Laksanakan Ngastiti Puja Mamukur Baligya Punggel Ke-5

  • www.nusabali.com-puri-agung-pemecutan-laksanakan-ngastiti-puja-mamukur-baligya-punggel-ke-5

DENPASAR, NusaBali.com – Pada Kamis (28/7/2022) siang, jalanan di wilayah Jalan Hasanudin dan Jalan Thamrin, Pemecutan, Denpasar, dipenuhi oleh orang-orang yang berpakaian adat serba putih dengan bokoran di atas kepala mereka. Beberapa ruas jalan tampak ditutup dan kendaraan yang biasanya ramai menjadi sedikit lengang.

Kondisi ini disebabkan oleh upacara Pitra Yadnya, Atma Wedana Ngastiti Puja Mamukur Baligya Punggel yang digelar oleh Puri Agung Pemecutan. Yadnya yang baru digelar untuk kali kelima sejak 1906 itu diadakan untuk menyucikan Pitra (sanak saudara yang sudah wafat) ke tingkat Dewa Pitara (menjadi leluhur).

Menurut Anak Agung Ngurah Rai Sudarma, salah satu sesepuh Puri Agung Pemecutan yang juga Bendesa Adat Denpasar, yadnya dengan tingkatan tinggi ini baru akan digelar setelah ada warga puri yang telah diabhiseka meninggal dunia. Dalam hal ini, Raja Pemecutan Ida Tjokorda Pemecutan XI yang wafat pada 22 Desember 2021 lalu juga diupacarai dalam kegiatan yadnya ini.

Selain sesepuh puri yang sudah meninggal dunia, upacara Atma Wedana atau orang awam kenal sebagai ‘nyekah’ ini juga diikuti oleh Warga Ageng Pemecutan yang terikat secara keluhuran dan bhisama (norma) di Pura Tambangan Badung di Denpasar.

“Pesertanya dari puri dan Warga Ageng Pemecutan; warga ageng ini macam-macam, kalau dulu kita sebut ini soroh (kelompok), itu milik semua yang membuat bhisama di Pura Tambangan Badung, itu wujud implementasi parahyangannya (luhur), di pura itu tingkat parahyangannya, di puri itu tingkat pawongannya (manusia),” tutur Ngurah Rai Sudarma kepada NusaBali.com saat ditemui di Puri Agung Pemecutan, Kamis (28/7/2022).

Yadnya yang sudah digelar sejak 6 Juni lalu itu mencapai puncaknya hari ini dengan Nedunang (menurunkan) dan Nyekar (menghias) Puspa (simbolisasi yang sudah wafat), Murwa Daksina (mengelilingi puri searah jarum jam), dan Stiti Puja, serta Puja Pralina saat dini hari pada Jumat (29/7/2022) sebelum di-anyut (dilepaskan) ke Segara Kuta.

Stiti Puja yang digelar menggunakan tirta (air suci) dari 24 pura di Pulau Dewata tersebut dipimpin oleh tiga orang sulinggih (pandita) yang terdiri dari dua Pandita Siwa dan satu Pandita Buda, yaitu Ida Pedanda Gde Ngurah dari Griya Tegeh, Banjar Ujung, Kesiman; Ida Pedanda Gde dari Griya Bluang Sanur; dan Ida Pedanda Buda dari Griya Sukawati.

Yadnya yang melibatkan 561 Puspa ini merupakan sebuah kewajiban dari warga Puri Agung Pemecutan untuk diselenggarakan sebagai bentuk penghormatan yang lascarya (tulus ikhlas) kepada para Pitara (leluhur) dan secara gotong royong dihelat bersama Warga Ageng Pemecutan. Kata Ngurah Rai Sudarma, tradisi inilah yang selalu dipegang sejak masih zaman kerajaan.

“Jadi masyarakat, merekalah yang memiliki puri, ketika puri melaksanakan kegiatan banyak semeton (sanak saudara) yang ikut di puri ini, inilah yang dipegang teguh oleh para semeton; semua ini sudah ditentukan pada zaman kerajaan sejak 1906, kerekatan pasemetonan (persaudaraan) itu selalu ikut ke puri, inilah fanatiknya dari semeton-semeton Warga Ageng Pemecutan,” ujar mantan Sekretaris DPRD Kabupaten Badung era Badung dan Denpasar masih bersatu itu.

Ngurah Rai Sudarma pun berharap agar acara yang sudah disiapkan sejak tiga bulan lalu itu dapat berjalan dengan lancar dan direstui Tuhan. “Mudah-mudahan dengan harapan dan doa kita bersama, Ida Sang Hyang Widhi Wasa bisa memberikan restu dan upacara ini dapat berjalan lancar,” tutupnya.*rat

Komentar