nusabali

Pemerintah Tetapkan Status Darurat PMK

  • www.nusabali.com-pemerintah-tetapkan-status-darurat-pmk

Hadapi wabah PMK pada ternak, Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Bali menyarankan Pemprov mempertajam kinerja Otoritas Veteriner.

JAKARTA, NusaBali

Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menetapkan Status Darurat Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Indonesia hingga 31 Desember 2022. Penetapan tanggal sampai Desember 2022 tersebut akan dipantau sesuai perkembangan terkini bila ada perubahan sewaktu-waktu.

Status darurat wabah PMK ini tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 47 Tahun 2022 tentang Penetapan Status Keadaan Tertentu Darurat Penyakit Mulut dan Kuku. Keputusan ini diteken Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto tertanggal 29 Juni 2022.

Sesuai salinan surat sebagaimana dilansir liputan6.com, Sabtu (2/7/2022), penetapan keputusan mempertimbangkan bahwa memerhatikan penyebaran penyakit mulut dan kuku pada hewan/ternak yang telah menyebabkan jatuhnya banyak korban hewan/ternak, sehingga diperlukan penanganan segera.

Pertimbangan status darurat PMK juga berkaitan dengan kehadiran Pemerintah RI bertanggung jawab untuk melindungi segenap Warga Negara Indonesia, termasuk kehidupan dan penghidupannya. Hasil rapat koordinasi tingkat kementerian/lembaga merekomendasikan penanganan penyakit mulut dan kuku dilaksanakan dengan menggunakan mekanisme penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam keadaan tertentu.

Diktum Pertama, Menetapkan Status Keadaan Tertentu Darurat Penyakit Mulut dan Kuku. Diktum Kedua, Penyelenggaraan Penanganan Darurat pada masa Status Keadaan Tertentu Darurat Penyakit Mulut dan Kuku dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Diktum Ketiga, Penyelenggaraan Penanganan Darurat dilakukan dengan kemudahan akses sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai penanggulangan bencana.

Diktum Keempat, kepala daerah dapat menetapkan status keadaan darurat penyakit mulut dan kuku untuk percepatan penanganan penyakit mulut dan kuku pada daerah masing-masing.

Diktum Kelima, bahwa segala biaya yang dikeluarkan sebagai akibat ditetapkannya keputusan ini dibebankan pada APBN, Dana Siap Pakai yang ada pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan sumber pembiayaan lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Diktum Keenam, keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan sampai dengan 31 Desember 2022, dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Terkait penanganan PMK juga telah diterbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (InMendagri) Nomor 31 Tahun 2022 tentang Penanganan Wabah Penyakit Mulut dan Kuku serta Kesiapan Hewan Kurban Menjelang Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriah.

InMendagri ini diteken Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Tito Karnavian tertanggal 9 Juni 2022. InMendagri mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Sasaran InMendagri menyasar arahan kepada pimpinan daerah di seluruh Indonesia, baik Gubernur, Bupati dan Walikota terkait upaya penanganan wabah PMK.

Bahwa melakukan pengendalian dan penanggulangan wabah PMK pada hewan ternak di masing-masing wilayah melalui pengamatan, pengidentifikasian, pencegahan, pengamanan, pemberantasan, dan pengobatan hewan dengan berpedoman pada Surat Edaran Menteri Pertanian Nomor01/SE/PK.300/M/5/2022 tanggal 10 Mei 2022 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada Ternak, Surat Edaran Menteri Pertanian Nomor 02/SE/PK.300/M/5/2022 tanggal 18 Mei 2022 tentang Penataan Lalu Lintas Hewan Rentan, Produk Hewan, dan Media Pembawa Lainnya di Daerah Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), dan Surat Edaran Menteri Pertanian Nomor 03/SE/PK.300/M/5/2022 tanggal 18 Mei 2022 tentang Pelaksanaan Kurban dan Pemotongan Hewan dalam Situasi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (Foot and Mouth Disease).

Kemudian membentuk Gugus Tugas Penanganan PMK dan Otoritas Veteriner Daerah serta mengoptimalkan peran dan fungsinya untuk menjamin mitigasi risiko kesehatan hewan dan lingkungan serta pengaruhnya pada aspek ekonomi, sosial, dan budaya.

InMendagri Nomor 31 Tahun 2022 juga menyebut, masing-masing daerah melakukan pengawasan secara optimal dimulai dari tingkat desa/kelurahan dan kecamatan serta membentuk posko-posko Gugus Tugas Penanganan PMK di tiap wilayah wabah dengan melibatkan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah.

Pendanaan untuk pengendalian dan penanggulangan wabah PMK berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam program, kegiatan, sub kegiatan pada perangkat daerah terkait sesuai dengan tugas dan fungsi.

Dalam hal pendanaan untuk pengendalian dan penanggulangan PMK di wilayah masing-masing belum tersedia dan/atau belum cukup tersedia dalam APBD, maka dapat dianggarkan dengan melakukan pergeseran anggaran dari Belanja Tidak Terduga (BTT) kepada program, kegiatan, dan sub kegiatan terkait penanganan dan pengendalian melalui perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD dan menyampaikan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Setiap daerah juga harus melaporkan status penanganan dan pengendalian wabah PMK pada ternak di wilayah masing-masing kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam seminggu dan/atau sewaktu-waktu jika dibutuhkan.

Dikutip dari bnpb.go.id, saat penetapan Status Keadaan Tertentu Darurat PMK pada hewan ternak, angka penularan PMK per Jumat (1/7) pukul 12.00 WIB telah mencapai 233.370 kasus aktif yang tersebar di 246 wilayah kabupaten/kota di 22 provinsi, menurut data dari Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (Isikhnas), Kementerian Pertanian (Kementan).

Adapun lima wilayah provinsi dengan kasus tertinggi adalah mulai dari Jawa Timur 133.460 kasus, Nusa Tenggara Barat 48.246 kasus, Jawa Tengah 33.178 kasus, Aceh 32.330 kasus, dan Jawa Barat 32.178 kasus.

Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan PMK, jumlah total akumulasi kasus meliputi 312.053 ekor hewan ternak yang sakit, 73.119 ekor hewan ternak dinyatakan sembuh, 3.839 ekor hewan ternak dipotong bersyarat, dan sebanyak 1.726 ekor hewan ternak mati karena PMK.

Sebagai bentuk upaya penanganan darurat wabah PMK, pemerintah terus meningkatkan percepatan pelaksanaan vaksinasi untuk hewan ternak guna meningkatkan kekebalan dan mencegah terjadinya kematian. Adapun jumlah hewan ternak yang telah divaksinasi mencapai 169.782 ekor.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Bali Prof Dr drh I Ketut Puja MKes, mengemukakan menghadapi wabah PMK pada ternak, pemerintah perlu penanggulangan khusus, antara lain melalui penguatan kinerja otoritas veteriner. Otoritas ini berupa kelembagaan pemerintah dan/atau kelembagaan yang dibentuk pemerintah dalam pengambilan keputusan tertinggi yang bersifat teknis kesehatan hewan. Otoritas ini melibatkan keprofesionalan dokter hewan dalam mengidentifikasi masalah, menentukan kebijakan, mengoordinasikan pelaksana kebijakan, sampai dengan mengendalikan teknis operasional di lapangan. “Pertanyaannya sekarang apakah kita memiliki otoritas veteriner yang kuat?,” ujar Prof Puja, Sabtu kemarin.

Prof Puja menyarankan pemerintah harus mengambil langkah cepat agar virus tidak menyebar ke seluruh pelosok Bali. Karena jika itu terjadi, akan sangat merugikan secara ekonomi. Kata dia, PDHI Cabang Bali sebelumnya telah merekomendasikan hal yang diperlukan dalam rangka mencegah masuknya PMK ke Bali. Beberapa tindakan yang harus diambil pemerintah Bali, yakni untuk lebih mudahnya berkoordinasi, harus segera dibentuk satuan tugas yang setiap saat bisa digerakkan sehingga kegiatan menjadi satu komando. Perlu dibuat call centre atau posko penanganan PMK, agar lebih mudah masyarakat mengakses data terkini perkembangan penyakit di Bali. Penutupan lalulintas ternak masuk Bali baik di pintu masuk resmi maupun di tempat tidak resmi. Kegiatan ini bisa dikerjasamakan dengan Balai Karantina, Polri, TNI, dan desa dinas/adat di tempat-tempat pintu masuk Bali. Lakukan disinfeksi alat angkutan yang masuk Bali. Kegiatan ini dengan menyiagakan petugas yang melakukan penyemprotan disinfektan pada kendaraan barang terutama truk yang masuk Bali. Lakukan surveillance klinis terhadap PMK terutama daerah yang pernah disinggahi ternak dari Pulau Jawa.

Kegiatan ini dapat melibatkan dokter hewan Puskeswan dan dokter hewan praktik mandiri dan dikerjasamakan dengan Balai Besar Veteriner Denpasar. Bila ditemukan ada tanda-tanda PMK harus segera dikonfirmasi ke laboratorium, yaitu dengan mengambil sampel untuk segera dikirim ke BBVet Denpasar. Bila hasil pemeriksaan positif, lakukan aksi cepat, yakni, menutup daerah di mana ditemukan kasus, lakukan stamping out berbasis zona, komunikasi, informasi, dan edukasi masyarakat peternak, serta tutup balai pemotongan hewan. Ternak yang sakit harus diobati. “Karena terjadi penutupan ternak masuk ke Jawa Timur, maka untuk pengiriman babi dan sapi untuk tujuan Jakarta agar difasilitasi tol laut atau menyiapkan pemotongan ternak di Bali sehingga daging bisa dikirim lewat udara,” tutur guru besar Fakultas Peternakan Universitas Udayana, asal Kelurahan Bitera, Kecamatan/Kabupaten Gianyar, ini.

Menurutnya, keberhasilan program pengendalian dan pemberantasan PMK memerlukan dukungan otoritas veteriner yang kuat, partisipasi dan komitmen berbagai pihak. Untuk menjadikan otoritas veteriner yang kuat maka diperlukan legislasi veteriner guna memberikan kewenangan kepada otoritas veteriner untuk masuk ke daerah terjangkit, menetapkan dan melakukan deteksi dini penyakit, pelaporan penyakit, manajemen penyakit, dan pengendalian penyakit secara cepat. *lsa

Komentar