nusabali

Drama dan Tari Sejak Dahulu Bawa Pesan Pemuliaan Air

Dari Sarasehan (Widyatula) ‘Pertunjukan Tradisi dan Ritus Air’ Rangkaian PKB XLIV

  • www.nusabali.com-drama-dan-tari-sejak-dahulu-bawa-pesan-pemuliaan-air
  • www.nusabali.com-drama-dan-tari-sejak-dahulu-bawa-pesan-pemuliaan-air

Menurut Prof Dibia, dalam kebiasaan seni pertunjukan, perihal air ini bisa diperagakan, divisualkan, diverbalkan, diceritakan dan bisa pula dibuatkan lakonnya.

DENPASAR, NusaBali
Budayawan Bali Prof Dr I Wayan Dibia mengatakan seni pertunjukan drama dan tari di kalangan masyarakat Bali, Nusantara, bahkan di berbagai belahan dunia sudah sejak lama dijadikan wahana untuk mengingatkan masyarakat mengenai cara memuliakan air.

"Sebab, kalau air sudah rusak, air sudah tercemari, masa pralaya (kehancuran) tinggal menunggu waktu," kata Dibia saat menjadi narasumber widyatula (sarasehan) secara daring di Denpasar, Rabu (29/6). Dibia bersama seniman Theodora Retno Maruti tampil menjadi narasumber dalam Widyatula (Sarasehan) Seni Tari bertajuk ‘Pertunjukan Tradisi dan Ritus Air’ sebagai rangkaian agenda Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-44.

Masyarakat Bali, ujar Dibia, juga mengkonsepsikan air menjadi tiga status yakni yeh, toya, dan tirta. 'Yeh' adalah air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, minum, masak, mencuci, mengairi sawah, dan lain  sebagainya.

Sementara 'toya' adalah air yang diambil dari tempat-tempat suci yang sudah dimuliakan seperti di beji. Terakhir, 'tirta'  adalah air yang sudah mengalami proses penyucian melalui doa, puja, dan mantra dari pamangku maupun pendeta. "Yeh, toya, dan tirta adalah tiga status air yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Bali. Ketiga macam air ini bisa digunakan dalam ritus air yang  terjadi dalam seni pertunjukan," ucap budayawan yang juga pencipta berbagai tari Bali ini.

Dibia menambahkan, dalam kebiasaan seni pertunjukan, perihal air ini bisa diperagakan, divisualkan, diverbalkan, diceritakan dan bisa pula dibuatkan lakonnya. "Ada banyak lakon yang ceritanya atau pusatnya tentang kemuliaan air," ujarnya. Dia mencontohkan lakon terkait air juga terdapat dalam epos Mahabharata, di antaranya ketika gugurnya Bhisma. Sebelum gugur, Bhisma meminta air yang utama, air yang ala ksatria.

Sedangkan dari sisi gerakan yang berkaitan dengan air, dalam seni tari ada gerakan ngombak (berdiri naik turun), gerakan lasan megat yeh (gerakan kadal yang menyeberangi sungai). Ada pula Tabuh Ujan Mas, Tabuh Palgunawarsa dan sebagainya.

"Hal-hal yang berkaitan dengan air, banyak bisa diungkapkan melalui seni pertunjukan. Seni pertunjukan juga sudah lama mengajak para pemirsanya untuk tetap melestarikan air," kata peraih penghargaan Padma Shri dari Pemerintah India ini. Terkait dengan tema pelaksanaan PKB ke-44, yakni Danu Kerthi Huluning Amreta, Memuliakan Air Sumber Kehidupan, menurut Dibia juga sudah tertuang dalam berbagai garapan pergelaran. Seperti halnya dalam Sendratari Catur Kumba Mahosadhi saat pergelaran perdana, sudah jelas bagaimana air dijadikan pokok persoalan dan di tengahnya ada pertunjukan yang betul-betul memvisualkan air.

Selain itu, sejumlah sanggar atau sekaa telah memasukkan tema terkait air ini secara verbal. Ada pula yang memasukkan dalam cerita yang sesungguhnya tidak punya alur air, tetapi dibicarakan sebagai sebuah bahan dialog.

"Jadi, itulah cara-cara seniman untuk memasukkan pesan air agar relevan dengan konteks pertunjukan. Dalam banyak hal, para penonton senantiasa diingatkan untuk tidak mencemari air, melainkan senantiasa menjaga kelestarian air sebagai sumber kehidupan," ucap Dibia. Sementara itu, maestro tari Jawa klasik Theodora Retno Maruti di awal pemaparannya mengulas kegunaan air dalam upacara adat Jawa seperti dalam upacara pernikahan, mitoni (upacara calon ibu yang sedang mengandung) dan upacara teddak siten (upacara anak berusia 7 atau 8 bulan).

Retno Maruti pun mengulas mengenai sifat air dalam tari Jawa. Menurut dia, sifat air yang tenang, mengalir, namun memiliki kekuatan yang dahsyat, juga menjadi salah satu karakter dalam tari Jawa (puteri dan putera alus). "Gerakan-gerakannya selalu mengalir, tenang, tetapi berwibawa. Penari dapat mengendapkan emosinya sehingga orang yang melihatnya serasa  mendapat siraman air yang menyejukkan dan membawa rasa damai," ujarnya.

Melalui gerakan yang dibawakan, orang tidak hanya melihat dengan mata tetapi lebih dapat merasakan dengan hati, dari lubuk hati yang paling dalam.

Implementasi air dalam karya tari Jawa di antaranya bisa dilihat dalam Sendratari Ramayana Prambanan, Roro Mendut, The Amazing Bedaya Legong Calonarang, Arka Suta, dan Bimasuci karya Sentot S. *cr78

Komentar