nusabali

Duta Kabupaten Buleleng Bawakan Angklung Bernuansa Ceria

  • www.nusabali.com-duta-kabupaten-buleleng-bawakan-angklung-bernuansa-ceria

DENPASAR, NusaBali
Angklung sebagai salah satu tabuh Bali berlaras selendro yang identik dengan alunan nada sendu atau sedih dalam mengiringi upacara pengabenan ditampilkan berbeda pada Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-44.

Pada pementasan di Kalangan Ayodya, Taman Budaya, Denpasar, Selasa (28/6), Sanggar Seni Karya Remaja, Desa Sarimekar, Kabupaten Buleleng, membawakan tabuh angklung dengan alunan bernuansa ceria.

Semakin lengkap, sebab tabuh angklung yang dibawakan juga digunakan untuk mengiringi sejumlah tari penyambutan dan tari pergaulan dengan gerak-gerak yang lincah dan dinamis.

"Angklung kebyar dengan daun kutus (bilah delapan) ini memang menjadi ciri khas dari Buleleng. Biasanya di daerah lain, gamelan angklung bilahnya ada empat," kata Ketua Sanggar Seni Karya Remaja Ni Luh Made Fitri Yudiastuti usai pementasan.

Sesuai namanya, sanggar yang didominasi kaum remaja itu menghibur para penonton PKB dengan menampilkan dua jenis tabuh yakni Tabuh Paangklungan Lalemesan dan Tabuh Kreasi Lalah Manis, dengan mengiringi empat jenis tarian.

"Ini menjadi pementasan kami yang kedua di PKB. Sebelumnya, kami sudah pernah tampil pada PKB tahun 2019. Untuk lebih menghibur penonton, tabuh angklung digunakan untuk mengiringi Tari Kembang Deeng, Tabuh Kreasi Lalah Manis, Tari Palawakya, Joged Sekar Jepun dan Jogeg Genjek Kreasi," ujar Fitri.

Meskipun sudah kerap tampil dalam berbagai kegiatan ngayah di daerah setempat, khusus untuk Pesta Kesenian Bali, sanggar ini telah berlatih selama empat bulan terakhir.

Mengawali pementasan, enam remaja putri dengan busana bernuansa ungu, merah muda dan selendang berwarna kuning sembari membawa dulang berisi bunga tampil dengan energik membawakan Tari Kembang Deeng. Tari Kembang Deeng adalah sebuah karya tari yang biasanya ditampilkan sebagai tari penyambutan. Tari ini terinspirasi dari tradisi Padeengan dalam upacara Ngaben yang menggambarkan bidadari turun dari Khayangan menyambut kedatangan sang atma atau roh yang meninggal.

Kemudian dilanjutkan dengan penampilan Tari Palawakya yang menggabungkan seni gerak karawitan dan seni suara. Dalam tari tunggal ini, penari melantunkan tembang-tembang bernuansa spiritual adaptasi dari Kekawin Palawakya. Selain itu, penari juga menabuh gamelan terompong.

Fitri yang sekaligus menjadi penari Tari Palawakya ini mengatakan tari yang dibawakan tersebut diciptakan oleh I Wayan Paraupan atau yang lebih dikenal Pan Wandres, seorang seniman tari dari Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan, Kabupaten  Buleleng.

Penonton yang memadati Kalangan Ayodya semakin antusias dengan tampilnya penari Joged Sekar Jepun. Tarian Joged ini menggambarkan indahnya bunga jepun (kamboja).

Sementara Joged Genjek kreasi menjadi tarian pamungkas. Tari ini berawal dari kawasan Buleleng barat, tepatnya di Desa Lokapaksa.

"Tari ini berawal dari kegembiraan petani saat panen raya, mereka menari bersama-sama yang lama-kelamaan seiring dengan perkembangannya dikemaslah dalam bentuk seni pertunjukan Joged Bumbung," kata Fitri.

Meskipun Angklung daun kutus bisa dibawakan dengan nada gembira, ujar Fitri, fungsi gamelan ini di Buleleng tetap tidak jauh berbeda dengan angklung yang dibawakan dari kabupaten lainnya di Provinsi Bali untuk mengiringi acara pitra yadnya atau prosesi pengabenan.

Oleh karena itu, dalam pementasan yang berlangsung hampir dua jam tersebut juga tetap menampilkan tabuh angklung yang biasanya digunakan untuk mengiringi prosesi pengabenan yang dinamakan Tabuh Paangklungan Lalemesan.

Tabuh Lalemesan  dengan alunan nada sedih atau sendu, namun kemudian pada akhir tabuh dengan nada gembira. Tabuh ini biasa dibawakan pada upacara pitra yadnya atau pengabenan.

Tabuh ini terinspirasi dari prosesi di mana sang yajamana atau pihak keluarga yang dilanda kesedihan, namun sebagai tanda keikhlasan, pada puncak upacara disertai dengan suasana riang gembira.

Tak ketinggalan juga ditampilkan Tabuh Kreasi Lalah Manis yang menggambarkan satu kehidupan yang dibalut oleh konsep rwa bhineda (baik buruk).

"Dalam penampilan kali ini, kami juga melibatkan delapan penabuh legendaris. Mereka ini pernah tampil pada Pesta Kesenian Bali tahun 2004. Mereka sengaja kami kolaborasikan dengan para penabuh yang muda-muda," pungkas Fitri. *cr78

Komentar