nusabali

Gambuh Padangaji, Karangasem Tampilkan Cerita 'Prabu Teratai Bang'

  • www.nusabali.com-gambuh-padangaji-karangasem-tampilkan-cerita-prabu-teratai-bang

Sarat akan pesan kehati-hatian dalam bertindak dan selalu berlandaskan kebaikan dan kebenaran.

DENPASAR, NusaBali
Memasuki pekan kedua Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIV Tahun 2022, Sekaa Seni Gambuh Desa Adat Padangaji, Desa Pering Sari, Kecamatan Selat, Karangasem, tampil memukau di Kalangan Angsoka, Taman Budaya (Art Center), Denpasar, Senin (20/6) sore.

Tampil untuk kesekian kalinya di PKB, tahun ini Sekaa Gambuh yang sudah eksis turun temurun tersebut menampilkan cerita ‘Prabu Teratai Bang’ yang sarat akan pesan kehati-hatian dalam bertindak dan selalu berlandaskan kebaikan dan kebenaran. Ala pidabdabe ala kepanggih, yang bermakna jika meraih sesuatu dengan cara yang buruk, maka keburukan juga yang akan ditemui.

Bendesa Adat Padangaji, I Gusti Bagus Dwi Arta menjelaskan, lakon ‘Prabu Teratai Bang’ menceritakan tentang seorang prabu yang berkuasa di Kerajaan Kediri. Prabu Teratai Bang namanya begitu tersohor dan rakyat sangat hormat. Namun di balik semua itu, Prabu Teratai Bang merasa sedih lantaran tak kunjung dikaruniai keturunan. Namun, dari petunjuk/wahyu yang didapatkannya, diungkapkan bahwa jika Prabu Teratai Bang bisa membunuh Ida Raden Panji Mala Trasmi, maka beliau bisa mendapatkan keturunan.

Prabu Teratai Bang lantas mencari cara untuk mengikuti petunjuk tersebut. Didapatkanlah informasi bahwa Ida Raden Panji Mala Trasmi sedang berada di dekat Hutan Dedeket. Saat itu, Ida Raden Panji Mala Trasmi hendak bertemu dengan kekasihnya, Diah Langke Sari. Tanpa berpikir panjang, Prabu Teratai Bang mencari keberadaan Ida Raden Panji Mala Trasmi dengan cara membakar Hutan Dedeket. Ida Raden Panji Mala Trasmi marah dan terjadi peperangan. Di akhir cerita, Prabu Teratai Bang tewas dikalahkan oleh Ida Raden Panji Mala Trasmi.

“Cerita ini sarat akan pesan, bahwa jika ingin menginginkan sesuatu tapi diraih dengan jalan yang tidak baik alias menyimpang dari Dharma, maka hanya bencana dan kesengsaraan yang akan didapat. Seperti misalnya Prabu Teratai Bang, jika tidak punya keturunan kenapa harus membunuh orang? Sementara jalan lain bisa ditempuh,” ungkap Dwi Arta di sela pementasan.

Adapun seniman yang dilibatkan kemarin mencapai 70 orang. Tak hanya diisi oleh para tetua Desa Adat Padangaji, seniman yang tampil juga kebanyakan generasi muda desa setempat. Hal ini, kata Dwi Arta, merupakan regenerasi secara alami di Desa Adat Padangaji. Dijelaskan, Gambuh Desa Adat Padangaji sudah ada sejak turun temurun dan lestari hingga saat ini. Hal tersebut tak terlepas dari fungsi Gambuh ini sebagai pelengkap upacara. Dalam setahun, setidaknya Gambuh ini dipentaskan sebanyak tiga kali khususnya saat pelaksanaan aci keagamaan.

“Gambuh ini di desa adat kami difungsikan sebagai ilen-ilen Ida Bhatara, pelengkap upacara di setiap ada piodalan. Bisa dikategorikan termasuk kesenian bebali. Biasanya akan dipentaskan pada Aci Purnama Sasih Kelima, Purnama Sasih Kesanga, dan Purnama Sasih Jiyestha,” jelasnya.

Mengenai regenerasi, Dwi Arta mengaku bersyukur karena tidak ada generasi muda di desanya yang sampai meninggalkan kesenian tetamian leluhur ini. Dwi Arta mengungkapkan, hingga saat ini para generasi muda di Desa Adat Padangaji yang memiliki bakat dan potensi, secara sadar ikut serta menjadi bagian pertunjukan Gambuh dan dibina oleh para tetua. Bahkan diakui, pementasan di PKB tahun ini merupakan hasil belajar pertama kali bagi anak-anak muda di sana.

“Khusus untuk persiapan kali ini kami hampir 2,5 bulan. Anak-anak belajar di sini (untuk pentas PKB) padahal sebelumnya belum pernah menari. Mereka mampu, ada bakat dan potensi. Dan kami yang senior tidak terlalu sulit untuk mengajarkan apa yang menjadi warisan-warisan leluhur. Responnya sangat cepat,” pungkasnya sembari berharap pemerintah bisa meningkatkan dana pembinaan untuk kelestarian seni yang ada di desa-desa. *cr78.

Komentar