nusabali

Mekotek di Desa Adat Munggu, Mengwi, Badung Masuk Kategori Tradisi Ruwatan Nusantara

Direkam Khusus Secara Utuh untuk Delegasi KTT G-20

  • www.nusabali.com-mekotek-di-desa-adat-munggu-mengwi-badung-masuk-kategori-tradisi-ruwatan-nusantara

Perekaman akan dilakukan mulai Jumat (17/6) hari ini hingga puncaknya pada Hari Raya Kuningan, Sabtu (18/6) besok, dimulai wawancara tokoh dan puncak tradisi.

DENPASAR, NusaBali
Atraksi tradisi Mekotek di Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung direkam khusus terkait penyelenggaraan KTT G-20  yang diselenggarakan di Bali pada Oktober-November depan. Mekotek menjadi salah satu dari 28 upacara/tradisi ruwatan di Nusantara yang direkam dan divideokan.

Bendesa Adat Munggu, I Made Rai Sujana mengatakan rencana perekaman tradisi Mekotek tersebut dilakukan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI. Menurutnya, perekaman akan dilakukan secara utuh, mulai wawancara dengan tokoh, panglingsir dan sulinggih. Kemudian  baru tahapan prosesi mekotek yang dimulai dengan proses pencarian kayu pulet (sarana utama mekotek), meriasnya dan hingga pelaksanaan mekotek yang dilaksanakan bertepatan dengan Hari Raya Kuningan pada Saniscara Kliwon Kuningan, Sabtu (18/6). “Tim dari Kemendikbud RI yang akan melakukan perekaman tersebut,” ujar Bendesa Rai Sujana, Kamis (16/6).

FOTO: Bendesa Adat Mungu, I Made Rai Sujana - Putu Suada, Ketua Pokdarwis Munggu .-Dok.NusaBali

Rai Sujana mengatakan tradisi mekotek berawal dari  zaman Kerajaan Mengwi. Hal itu sebagai ungkapan suka cita Raja Mengwi bersama pasukan Taruna Munggu yang berhasil menang perang dalam mempertahankan salah satu wilayahnya, yakni Blambangan di Jawa Timur, ketika itu. Sejak itu setiap Hari Raya Kuningan dilaksanakan tradisi mekotek untuk memperingati kemenangan tersebut.

Dikatakan Rai Sujana, suatu saat di masa penjajahan Belanda tahun 1915 pernah tradisi mekotek itu ditiadakan. Penjajah keberatan, karena mekotek tersebut dianggap sebagai upaya perlawanan. Akibatnya musibah melanda warga Munggu. “Banyak yang jatuh sakit bahkan sampai meninggal dunia,” ungkapnya. Warga percaya, musibah itu akibat dari tidak dilaksanakannya tradisi mekotek.

Karena itu warga meminta kepada pemerintah (penjajah) ketika itu agar mekotek diperbolehkan lagi digelar. “Maka mekotek diadakan lagi sehingga  warga selamat rahayu,” papar Rai Sujana. Karena secara niskala diyakini mampu melenyapkan musibah itulah, mekotek atau juga disebut ‘ngrebeg’ diyakini sebagai ruwatan atau upacara penolak bala. Sehingga sampai sekarang mekotek selalu dilaksanakan.

Ketua Pokdarwis Desa Wisata Munggu, I Putu Suada, menyampaikan hal senada. “Mekotek merupakan salah satu atraksi ungggulan Desa Wisata Munggu,” ujar Suada yang ditemui terpisah. Menurutnya, perekaman akan dilakukan mulai Jumat (17/6) hari ini hingga puncaknya pada Hari Kuningan, Sabtu (18/6). “Akan dibikin videonya dan diberikan untuk delegasi KTT G-20 nantinya,” kata dia.

Putu Suada yakin minat maupun animo wisatawan tidak berkurang untuk melihat atraksi mekotek secara langsung, walaupun mekotek sudah divideokan secara lengkap. ”Justru kalau suatu produk divisualkan secara tepat akan mengundang orang penasaran untuk melihat aslinya,” tandas Suada yang juga Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata (Forkom Dewi) Kabupaten Badung ini.

Prosesi Mekotek diikuti kalangan yowana atau pemuda di Desa Adat Munggu. Diawali dengan mempersiapkan galah untuk mekotek, yakni kayu pulet. Pada ujung kayu dipasangi daun muncuk pandan dan pada bagian bawahnya tamiang. Daun muncuk pandan sebagai lambang mata tombak, sedangkan tamiang lambang perisai.

Setelah semua siap, prosesi mekotek dimulai sekitar pukul 13.00 Wita. Diawali dengan persembahyangan bersama di Pura Puseh dan Desa Adat Munggu. Selanjunya iring-iringan berjalan ngider bhuwana mengelilingi  jalanan desa diiringi tetabuhan baleganjur. Pada setiap perempatan atau pertigaan para pengiring akan membentuk prosesi menyatukan galah atau kotek mereka ke atas yang biasanya membentuk huruf V. “Ini menggambarkan kebersamaan menjadi kuat dan menang,” kata Putu Suada. *k17

Komentar