nusabali

Murid Maestro I Wayan Tangguh, Mahir Bikin Berbagai Jenis Topeng

Seniman I Wayan Salin Konsisten Pertahankan Pakem Topeng Singapadu

  • www.nusabali.com-murid-maestro-i-wayan-tangguh-mahir-bikin-berbagai-jenis-topeng

Untuk membuat topeng yang metaksu harus dilakukan penuh kesabaran dengan prosesi mengikuti Dewasa Ayu yang sudah digariskan para pendahulu.

GIANYAR, NusaBali

Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Gianyar dikenal sebagai salah satu penghasil Topeng Bali yang dikenal hingga ke mancanegara. Salah seorang senimannya, I Wayan Salin, 66, berusaha pakem Topeng Singapadu tidak luntur dimakan zaman.

Wayan Salin merupakan salah seorang murid dari maestro Topeng Singapadu I Wayan Tangguh. Hingga kini Wayan Salin masih aktif membuat karya topeng di kediamannya. Ditemui di kediamannya di Banjar Seseh, Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Wayan Salin menuturkan riwayat seninya sembari berharap para seniman topeng muda di Singapadu meneruskan tradisi seni topeng khas Singapadu.

"Topeng Singapadu dikenal dengan topeng penari, termasuk topeng sakral seperti Topeng Rangda," kata Salin kepada NusaBali, Minggu (24/4). Salin menuturkan, dia tidak menolak kreasi yang dilakukan para seniman muda saat ini, namun dia berharap mereka tidak keluar dari pakem ala Singapadu. Termasuk, ujarnya, soal penggunaan pewarna alami yang saat ini dengan setia masih dilakoninya.

"Supaya meniru topeng Singapadu seperti yang dulu, supaya ajeg sesuai ciri khas Singapadu," ujarnya. Salin pun berkisah awal pertemuannya dengan maestro topeng I Wayan Tangguh, ketika masih bersekolah di kelas 6 SDN 1 Singapadu pada tahun 1968. Dari Wayan Tangguh-lah dia diarahkan menjadi seorang seniman topeng seperti saat ini.

Wayan Tangguh mengarahkan Salin belajar memegang pahat dan pemukul kepada salah satu muridnya I Ketut Repot. Setelah dua tahun bergelut dengan dasar-dasar membuat topeng, Salin mulai berguru lebih intens dengan Wayan Tangguh. Selama mendapat bimbingan Wayan Tangguh, sempat pula Salin 'ngayah' di Puri Singapadu selama 4 tahun sejak 1976, belajar sambil membantu hal-hal terkait pembuatan topeng yang dibutuhkan puri. Sebelum akhirnya kembali bekerja penuh untuk Wayan Tangguh pada 1980.

Saking tekunnya, selain mendapat ilmu topeng, Salin mendapat kepercayaan lain dari Wayan Tangguh. Dia mendapat restu dari Wayan Tangguh untuk menjadikan putrinya, Ni Nyoman Sudiri, sebagai pasangan hidupnya. Jadilah Wayan Tangguh sebagai guru sekaligus ayah mertua Wayan Salin.  Lama bekerja untuk ayah mertuanya, Salin memutuskan menjadi seniman topeng yang mandiri. Dia pulang pada 1990 mengerjakan pesanan topeng yang datang kepadanya.

Pada saat itu dia telah mahir mengerjakan segala jenis topeng Bali, khas Singapadu, misalnya topeng Rangda, topeng Sidakarya, topeng Arsawijaya, topeng Tua, topeng Bondres, topeng Pedanda, topeng Jauk Keras, topeng Jauk Manis, dan lainnya. Salin bertutur, untuk membuat topeng yang metaksu memang harus dilakukan dengan sabar dengan prosesi mengikuti Dewasa Ayu yang sudah digariskan para pendahulu.

Untuk topeng sakral seperti topeng Rangda misalnya, sedari awal menebang pohon sebagai bahan membuat topeng harus melakukan prosesi tertentu, yakni dengan menghaturkan banten Pejati dan canang sari pada tempat pohon tersebut tumbuh. Salin menyebut, kayu Pule sedari dulu dikenal baik untuk dijadikan bahan topeng, seratnya halus, lebih mudah dipahat untuk dijadikan topeng.

Setelah berhasil mendapatkan kayu berkualitas, kapan mulai membuat topeng juga tidak bisa sembarangan. "Kalau bisa jangan pada saat hari Pasah," sebut Salin. Pun, di tengah proses membuat bagian-bagian dari topeng sebisa mungkin mencari hari baik. "Waktu membuat mata diusahakan pada saat Purnama, membuat mulut pada saat Kajeng Kliwon," ujarnya.

Sementara pada saat memulai pengecatan topeng bertepatan dewasa ayu yang disebut Kilang Kilung. Ukuran topeng khas Singapadu dikatakannya juga menurut jenis topeng itu sendiri. Topeng yang digunakan untuk menari biasanya memiliki ukuran panjang 20 centimeter dan lebar 13,5 centimeter. Khusus topeng sakral Rangda memiliki ukuran lebih besar, panjangnya 24 centimeter dan lebar 19 centimeter.

Lama membuat satu buah topeng, sebutnya, juga bervariasi. Topeng sakral seperti Rangda setidaknya membutuhkan waktu sekitar 1,5 bulan pengerjaan. Namun untuk topeng menari seperti topeng Jauk misalnya, bisa diselesaikan dalam waktu sekitar 3 minggu saja. Sementara itu terkait pengecatan topeng, Salin menuturkan dirinya berusaha mempertahankan tradisi menggunakan pewarnaan alami. Warna putih berasal dari tulang (diusahakan tanduk menjangan), warna hitam dari asap pembakaran batok kelapa, warna merah dari bahan mineral kincu dan warna kuning dari batu atal. Sebagian dari bahan tersebut harus didatangkan dari luar negeri, seperti kincu dari Tiongkok. Warna-warna tersebut dicampur menggunakan bahan bernama ancur yang digunakan sebagai perekat.

"Untuk anak muda supaya bertahan warna Bali (alami, Red), turun temurun supaya tetap topeng Singapadu warna Bali, itu permintaan saya, jangan sampai pudar," harapnya. Warna alami, kata Salin, memiliki kelebihan dibanding pewarna acrylic yang mulai banyak digunakan saat ini. Warnanya lebih teduh, dan memiliki daya tahan yang jauh lebih lama dibanding pewarna acrylic. "Kalau topeng pakai pewarna alami, semakin lama usia topeng semakin bagus warnanya, semakin klasik, semakin mahal harganya," sebut Salin.

Topeng sakral seperti topeng Rangda yang biasanya menggunakan pewarna alami harganya bisa mencapai Rp 15 juta per topeng. Sementara topeng untuk menari dimulai dari harga Rp 5 juta per topeng. Keseharian Wayan Salin di usianya saat ini selain membuat topeng, juga memberikan bimbingan kepada para seniman-seniman muda, khususnya di Singapadu. Pada saat sebelum pandemi Covid-19, bahkan secara rutin setiap tahun rombongan siswa dari Bandung dan Surabaya biasanya melakukan kunjungan ke kediaman Salin, belajar soal Topeng Singapadu sambil praktek langsung membuat topeng.

Wayan Salin menyebut menjadi seniman topeng Singapadu adalah sebuah kebanggaan. Ada rasa gembira yang dia rasakan ketika menyelesaikan karyanya, apalagi ketika karyanya digunakan pada pentas seni maupun prosesi sakral di pura. *cr78

Komentar