nusabali

Dwita Apriani Doktor Ilmu Politik Perempuan Pertama dari Bali

Kawal Kesetaraan Gender dalam Politik Melalui Jalur Pendidikan

  • www.nusabali.com-dwita-apriani-doktor-ilmu-politik-perempuan-pertama-dari-bali

DENPASAR,NusaBali    
Bali merupakan salah satu tempat yang kental dengan budaya patriarkinya. Namun hal itu justru membuat Dr Kadek Dwita Apriani, SSos, MIP, tertantang untuk membuktikan bahwa perempuan Bali bisa berbuat lebih dari sekadar yang diharapkan masyarakat.

Budaya patriarki ini juga yang mendorong Dwita Apriani, sejak awal kuliah S1 di Universitas Indonesia (UI) Jakarta, sampai meraih gelar doktor (S3) di Universitas yang sama, bidangnya adalah ilmu politik (linier, red). Sebagai lulusan pada jenjang doktor di UI pada 2019 lalu, menjadikan Dwita Apriani sebagai doktor ilmu politik perempuan pertama dari Bali.

Selepas menyandang Sarjana Ilmu Politik pada 2010 lalu, Dwita Apriani mengabdikan ilmunya pada sebuah lembaga survei politik di Jakarta, sembari melanjutkan kuliah S2 ilmu politik di UI.  

Setelah menimba pengalaman belajar dan bekerja di Jakarta, pada 2012 Dwita Apriani merasa mendapat pangggilan dari tanah kelahirannya, untuk menularkan ide-idenya kepada perempuan-perempuan di Bali.

Dwita Apriani tetap konsisten berada di luar jalur politik praktis. Dia mantap memilih jalur akademisi sebagai ilmuwan politik dengan melakukan riset dan mengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana. “Saya percaya kalau kesenjangan laki-laki dan perempuan berakar dari pendidikan,” ujar Dwita Apriani kepada NusaBali, di Denpasar, Rabu (20/4).

Menurut Dwita Apriani, pendidikan adalah supporting system utama dalam perjuangan perempuan di bidang politik. Anak dari advokat senior I Nyoman Sudiantara alias Ponglik ini menyebutkan, kultur kesetaraan harus sudah dimulai sejak di bangku pendidikan.

Dengan mengambil jalur pendidikan dalam perjuangannya, Dwita berharap bisa memperkenalkan ide-idenya kepada para perempuan, untuk bisa lebih banyak mengambil peran dalam lingkaran kekuasaan (politik).

Menurut gadis kelahiran Denpasar 24 April 1988 ini, kepentingan perempuan tidak akan pernah bisa diwakili oleh laki-laki. “Politik kehadiran itu penting karena perempuan tidak bisa diwakili pengalamannya oleh laki-laki,” ujar Direktur Riset CIRUS Surveyor Group ini.

Meski begitu, Dwita Apriani juga tidak mengesampingkan peran pendidikan politik informal. Lanjut dia, pengalaman berorganisasi atau terjun menyelesaikan permasalahan di tengah masyarakat, juga punya peran penting pada penguatan karakter perempuan sebelum masuk ke dalam dunia politik praktis.

Kata Dwita Apriani, perempuan yang memiliki pengalaman mengenyam pendidikan politik secara formal maupun informal, akan terlihat jelas ketika dia masuk di dunia politik praktis. “Seberapa lantang dia bicara, seberapa tertata dia bicara, dan bagaimana kekritisannya dalam menyikapi suatu persoalan?” kata Dwita yang punya segudang pengalaman organisasi semenjak duduk di bangku SMP.

Melalui jalur pendidikan juga, Dwita Apriani berharap sebanyak mungkin bisa memberi inspirasi kepada para mahasiswa untuk berpikir kritis, terutama soal kesetaraan perempuan dalam dunia politik.

Pada akhirnya, dia berharap perempuan di Bali nantinya memiliki perspektif baru, memahami tentang kesetaraan gender dan keluar dari stereotipe yang selama ini secara tidak sadar mereka konsumsi.

“Di Bali, walaupun kulturnya memang sangat patriarki, ada ruang-ruang yang bisa kita isi dengan lebih egaliter dibandingkan cara kita hidup hari ini. Salah satunya kalau perempuan sendiri tidak menghargai dirinya, tidak merasa bahwa dirinya adalah makhluk yang setara, maka bagaimana kita melihat orang lain melihat diri kita setara?” pungkas Co-founder Mangsi Grill and Coffee ini. *cr78

Komentar