nusabali

MUTIARA WEDA: Prinsip Ke-awatara-an

Yadā yadā hi dharmasya glānir bhavati bhārata, Abhyutthānam adharmasya tadātmānam srjāmy aham. (Bhagavad-gita, IV. 7)

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-prinsip-ke-awatara-an

Wahai Arjuna, kapan pun kebenaran mengalami kemunduran dan ketidakbenaran meningkat, maka waktu itu Aku sendiri menjelma ke dunia ini.

INI adalah janji Tuhan, kata para teolog memaknai teks di atas. Bagaimana Tuhan tahu kalau ketidakbenaran lagi merajalela dan kemudian memutuskan untuk dilahirkan dalam wujud manusia? Tuhan adalah mahakuasa dan mahatahu sehingga pertanyaan seperti ini tidak relevan. Namun ada pertanyaan yang lebih tidak relevan dari ini. Mengapa Tuhan membiarkan ada kejahatan sehingga Dirinya menyibukkan diri sampai menjelma dalam wujud manusia? Jika memang Tuhan mahakuasa dan mahatahu, mestinya sejak awal saja diurungkan semua bentuk kejahatan sehingga tidak perlu lagi turun. Apa jawabannya? Kaum teolog menjawab bahwa semua itu bisa saja dikerjakan oleh Beliau, tetapi Beliau tidak boleh melanggar hukumnya sendiri di mana kejahatan harus disingkirkan oleh kekuatan yang sejenis.

Bagi pemikir, yang bukan teolog, tentu alasan ini perlu didiskusikan. Kalaupun teks di atas menyatakannya seperti itu, ada kemungkinan besar maksud tersembunyi yang ada di dalamnya. Jika Tuhan telah dengan sempurna menciptakan alam semesta beserta aturannya, maka intervensi terhadap aturan-Nya itu adalah sebuah kekeliruan. Jika Tuhan sampai turun, maka itu artinya ada intervensi secara langsung dan itu tentu bertentangan dengan aturan. Mengapa sampai Tuhan yang menumpas kejahatan itu? Tidakkah itu sangat kecil? Jika Tuhan menciptakan seluruh alam semesta yang terdiri dari ribuan galaksi dan miliaran bintang dengan luas semesta yang tak terbatas ini, lalu mengapa Tuhan sampai intervensi terhadap kehidupan di bumi yang sangat kecil ini? Mengapa Tuhan sangat mementingkan kondisi bumi ini dibandingkan yang lainnya?

Para pemikir pun berkesimpulan berbeda terhadap teks di atas. Pertama, kejadian di bumi adalah bagian dari prinsip semesta sehingga sedikit pun Tuhan tidak bisa ikut campur. Oleh karena itu teks di atas bermakna bahwa, jika kejahatan memadat, maka kebaikan juga memadat. Artinya, satu kubu akan memunculkan kubu yang lainnya. Jika ada kejahatan bertumbuh di satu sisi, maka pasti ada kebaikan juga bertumbuh di sisi lainnya. Dunia ini seimbang sehingga, jika ada di satu sisi naik, maka di sisi lainnya pasti juga naik. Seperti itulah hukum kesetimbangan. Saat kejahatan menjadi sebuah karakter yang solid, maka di sisi lawan akan hadir karakter kebaikan yang solid pula, dan kedua kutub inilah yang akan mengambil peran untuk saling bertengkar. Salah satu pasti akan menang. Tapi mengapa kebaikan selalu menang? Oleh karena kejahatan menghadirkan ketidaknyamanan, sehingga sebagian besar orang akan mendukung yang baik.

Kedua, Tuhan dikatakan turun langsung, artinya energi buruk yang disebarkan oleh mereka yang jahat akan merangsang energi kebaikan juga berkembang sebagai penyeimbangnya. Mungkin energi buruk itu bisa mempengaruhi banyak orang yang pikirannya sejenis. Tetapi, alam semesta ini harus seimbang sehingga mereka yang pikirannya tidak sehaluan akan merasakan adanya desakan untuk menghadirkan energi yang murni. Energi murni yang hadir ini juga akan mempengaruhi mereka yang sejenis. Dengan pola inilah bisa dikatakan Tuhan turun menjelma sebagai wujud manusia. Rasanya, dari zaman ke zaman hal ini akan mengalami pengulangan. Dikatakan bahwa awatara turun dari zaman ke zaman, dan memang oleh para pemikir seperti inilah konteksnya.

Keunikannya adalah, para teolog dan para believer akan menyerahkan semua ini pada kehendak-Nya. Banyak yang berharap datangnya Sang Penyelamat. Tapi sang pemikir memiliki pemikiran yang berbeda, yakni prinsip ke-awatara-an adalah proses energi kutub mengalami pemadatan. Dan ini sepenuhnya berada dalam upaya manusia. Tidak ada sedikit pun campur tangan dari kristalisasi atau dimensi kekuatan yang berbeda. Pemikiran pertama memerlukan keyakinan dan kesabaran, sementara yang kedua memerlukan upaya. Uniknya, baik yang yakin maupun yang berupaya, akhirnya mesti melakukan sesuatu. Agar keyakinannya semakin mantap, banyak upaya yang harus dilakukan. Sementara kedua, agar upayanya sukses, berbagai strategi juga mesti dilakukan. Seperti inilah hukum kosmik, yakni menarik, lucu, dan misteri. Semua pendekatan benar dan mulia di dalam dirinya. *

I Gede Suwantana

Komentar