nusabali

Rumah Diterjang Longsor, Sekeluarga Ngungsi

  • www.nusabali.com-rumah-diterjang-longsor-sekeluarga-ngungsi

Bencana senderan longsor porakporandakan bangunan rumah, dapur, dan palinggih milik keluarga I Made Sudita, 36, di Banjar Pacung, Desa/Kecamatan Baturiti, Tabanan, Minggu (27/2) sore.

Terperangkap di Kamar, Dua Bocah Selamat Berkat Tendang Kaca


TABANAN, NusaBali
Meski tak ada korban jiwa, dua anak Made Sudita sempat terperangkap di dalam kamar rumahnya yang ambruk. Pasca longsor, Made Sudita bersama keluarganya berjumlah 6 orang terpaksa harus mengungsi.

Senderan yang longsor menerjang bangunan rumah keluarga Made Sudita, Senin sore sekitar pukul 16.00 Wita, adalah amilik tetangga korban, I Wayan Purna Wirawan, 51. Longsor terjadi ketika hujan deras mengguyur kawasan pegunungan Baturiti dan sekitarnya.

Saat bencana longsor, Made Sudita tidak ada di rumah karena kerja sebagai buruh bangunan di Banjar Kuning Kangin, Desa Baturiti. Demikian pula kedua orangtuanya, I Wayan Kandel, 75, dan Ni Wayan Mandri, 60, tidak ada di rumah karena masih di kebun. “Waktu itu hanya dua anak saya tinggal di rumah,” kenang Made Sudita saat ditemui NusaBali di lokasi bencana, Selasa (28/2).

Kedua anak Sudita yang terperangkap dalam kamar ketika rumahnya ambruk diterjang longsor sore itu masing-masing Luh Nik Kusumawati, 12, dan Luh Suri Lestari, 7. Sedangkan putri bungsunya, Ni Luh Komang Indra Lestari, 4, tidak ada di rumah karena diasuh bibinya. Sementara ibu dari ketiga anak Sudita tersebut tinggal di tempat lain pasca bercerai beberapa tahun silam.

“Dua anak saya ini sempat terperangkap dalam kamar. Mereka teriak-teriak minta tolong. Akhinya, Luh Nik Kusumawati bisa keluar setelah nekat menendang kaca jendela kamar,” ungkap Sudita. Namun, si sulung yang siswi Kelas X SMPN 1 Baturiti ini mengalami luka gores.

Pasca rumahnya porakporanda diterjang longsor, Sudita memboyong keluarganya mengungsi ke rumah pamannya, I Ketut Pugirawan, yang berjarak sekitar 400 meter di sebelah selatan rumahnya. Sudita menhbgungsi berenam bersama kedua orangtua dan tiga anaknya.

Masalahnya, Sudita yang masuk keluarga miskin hanya memiliki satu rumah. Gara-gara senderan longsor, bangunan utama rumahnya yang terdiri dari 2 kamar tidur, 1 kamar suci, dan 1 kamar mandi hancur. Sedangkan satu bangunan lagi di sebelah timur bangunan utama yang merupakan sumbangan dari Sekaa Angklung, juga mengalami kerusaka,

Sementara, rumah milik pamannya yang lain (adik dari ayah Sudita, Red) yang di bagian timur selamat dari terjangan longsor. Hanya saja, bangunan bedah rumah itu tidak cukup menampung keluarganya sebanyak 6 orang. “Saya mengungsi ke rumah paman yang juga adik kandung bapak saya di selatan,” cereita Sudita.

Ayah Sudita, yakni Wayan Kandel, mengatakan rumah keluarganya sudah dua kali tertimpa longsor. Bencana pertama terjadi 3 tahun lalu saat keluarga tetangga Wayan Purna Wirawan belum mendirikan rumah dan senderan. Saat itu, bangunan rumah keluarga Wayan Kandel yang berbentuk L hancur di bagian kaja kauh. Kandel pun kehilangan satu kamar.

Saat peristiwa longsor 3 tahun silam istri tercintanya, Ni Wayan Mandri terluka di bagian kaki akibat terkena batako. “Kejadian waktu itu, atap rumah saya tidak sampai rusak. Tapi, dalam peristiwa kedua kali ini, bangunan rumah saya hancur,” keluh Kandel.

Sementara, putri sulung Made Sudita, Luh Nik Kusumawati, mengaku dia dan adiknya, Luh Suri Lestari, terperangkap dalam kamar karena sedang tidur saat kejadian. “Saya dibangunkan oleh adik (Suri Lestari, Red). Begitu bangun, saya dan adik tertimpa plafon. Saya nekat tendang kaca jendela agar bisa keluar,” cerita gadis cilik berusia 12 tahun ini.

Luh Nik berhasil mengeluarkan adiknya yang masih duduk di Kelas I SD tersebut. Setelah adiknya keluar, barulah Luh Nik keluar lewat jendela. Buat sementara, Luh Nik tidak bisa sekolah ke SMPN 1 Baturitu, karena almari pakaiannya tertimbun reruntuhan. Sedangkan adiknya, masih beruntng bisa sekolah.

Menurut Luh Nik, kamar tidur kakek-neneknya dan kamar mandi di ujung barat hancur total. Sementara Luh Nik dan adiknya tidur di kamar paling timur. “Saya dan adik selamat, karena waktu itu kamar belum hancur. Tapi, kami sempat tertimpa plafon,” katanya.

Sementara itu, pemilik senderan yang longsor, Wayan Purna Wirawan, mengatakan senderan setinggi 3 meter dengan panjang 12 meter ini baru dibangun Desember 2015 lalu. Pembangunan senderan kala itu juga melibatkan korban Made Sudita. Kesehariannya, Purna wijaya dan keluarganya tinggal di Denpasar. Dia baru saja melaspas palinggih di rumahnya pada Soma Umanis Tolu, Senin (20/2) lalu. “Palinggih selamat, namun senderan di bawahnya longsor,” ujar Purna Wirawan, Selasa kemarin.

Di sisi lain, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tabanan, I Gusti Ngurah Made Sucita, mengaku pihaknya telah turun bersama PMI Tabanan ke lokasi bencana longsor yang menimpa keluarga Made Sudita, kemarin siang. Menurut IGM Sucita, BPBD Tabanan membuatkan keluarga Made Sudita tenda ukuran 2 meter x 2 meter untuk tempat tinggal sementara. BPBD juga salurkan bantuan berupa makanan jadi, pakaian, dan tikar untuk alas tidur. * k21

Komentar