nusabali

Pura Telaga Sakti Dipindah dari Areal Goa karena Sering Terjadi Peristiwa Gaib

Goa Gede di Banjar Ambengan, Kecamatan Nusa Penida Menyimpan Alat-alat dari Zaman Prasejarah

  • www.nusabali.com-pura-telaga-sakti-dipindah-dari-areal-goa-karena-sering-terjadi-peristiwa-gaib

Ketika Pura Telaga Sakti masih berada di dekat Goa Gede, penari rejang yang berada di posisi paling belakang selalu hilang secara misterius usai menari saat karya piodalan

SEMARAPURA, NusaBali

Di kawasan seberang Banjar Ambengan, Desa Adat Panca Sakti, Desa Pejukutan, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung terdapat sebuah goa yang dikeramatkan krama setempat. Goa yang diberi nama Goa Gede tersebut banyak menyimpan benda atau alat-alat dari zaman prasejarah. Areal goa ini dikenal sangat mistis. Bahkan, Pura Telaga Sakti sampai dipindahkan dari areal Goa Gede, karena sering terjadi peristiwa gaib.

Goa Gede di Banjar Ambengan, Desa Pejukutan ini menghadap ke arah tenggara. Goa ini terbilang cukup besar, dengan lebar mulut goa mencapai 16 meter. Sedangkan tinggi mulut goa mencapai 5 meter. Semakin ke dalam, lebar goa semakin besar mencapai rata-rata 22 meter. Panjang goa secara keseluruhan diperkirakan mencapai 53 meter.

Di depan Goa Gede yang berada pada ketinggian sekitar 200 meter di atas permukaan laut (dpl), terdapat aliran Sungai Celagi. Sementara benda-benda dari zaman prasejarah yang tersimpan di dalam Goa Gede adalah peralatan zaman Paleolitik (masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana), zaman Mesolitik (masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut), dan zaman Neolitik (masa bercocok tanam).

Peralatan dari zaman prasejarah yang ditemukan di dalam Goa Gede, antara lain, berupa alat kapak perimbas terbuat dari batu, kapak penetak terbuat dari batu, kapak genggam terbuat dari batu, beliung persegi yang biasa digunakan pada masa awal bercocok tanam juga terbuat dari batu, dan pecahan tembikar. Selain itu, juga ditemukan beberapa peralatan yang terbuat dari tulang dan kerang.

Namun, sampai saat ini belum ada ditemukannya kerangka manusia yang menunjukkan asal-usul penghuni Goa Gede tersebut. Karena itu, Goa Gede masih menjadi situs yang menyimpan teka-teki.

Kepala Desa (Perbekel) Pejukutan, I Made Arya, mengatakan, keberadaan Goa Gede ini sudah sempat diteliti oleh petugas Balai Arkeologi sekitar 22 tahun silam. Sampai saat ini, penelitian masih dilakukan untuk mengungkap teka-teki kehidupan masa lalu manusia purba di Goa Gede. “Penelitian juga dilakukan pihak Balai Arkeologi untuk mengungkap sisi kehidupan manusia purba di kawasan Nusa Penida," ujar Made Arya kepada NusaBali, Senin (7/2) lalu.

Menurut Perbekel Made Arya, para arkeolog bertahun-tahun meneliti Goa Gede, karena tempat ini diperkirakan menjadi hunian manusia pada zaman prasejarah. Secara karakteristik, Goa Gede ini dianggap menjadi tempat yang strategis untuk menjadi tempat tinggal manusia di zaman prasejarah. Apalagi, kondisi dalam goa cukup luas, penyinaran yang cukup, dan sirkulasi udara juga mendukung.

Made Arya menyebutkan, banyak temuan yang didapatkan dari hasil penelitian tim arkeologi. Misalnya, ditemukannya yang pisau terbuat dari batu, tulang belulang, dan yang lainnya. "Karena jejak peninggalan masa lalunya, Goa Gede ini pun diusulkan untuk menjadi Cagar Budaya," papar Made Arya.

Ditambahkan Made Arya, pihaknya akan mengembangkan Goa Gede di Banjar Ambengan, Desa Pejukutan ini sebagai destinasi wisata spiritual dan religi. Ke depan, kesucian, kesakralan, dan lingkungan Goa Gede diharapkan tetap terjaga. "Bagi mereka yang ingin mencari ketenangan, sangat cocok kalau datang ke Goa Gede ini," tandas Made Arya.

Sementara itu, dari sisi niskala, Goa Gede memiliki keterkaitan dengan Pura Telaga Sakti, yang lokasinya berjarak sekitar 850 meter dari goa. Dulunya, kata Made Arya, Pura Telaga Sakti berada di dekat Goa Gede. Namun, Pura Telaga Sakti kemudian dipindahkan karena sering terjadi kejadian mistis.

Menurut Made Arya, peristiwa mistis dimaksud adalah menyangkut hilangnya secara misterius penari rejang yang pentas saat karya pujawali di Pura Telaga Sakti, yang dilaksanakan 6 bulan sekali (210 hari sistem penanggalan Bali) pada Anggara Kliwon Dukut. Made Arya menyebutkan, penari rejang yang berada di posisi paling belakang selalu hilang secara misterius usai menari.

Karena kejadian hilangnya penari rejang terus terjadi berulang kali, akhirnya krama Desa Adat Panca Sakti menyiasati dengan menandai dan memegangi penari rejang di barisan terakhir. Apa yang terjadi? Usai pentas, ada sesuatu yang menarik penari di posisi terakhir tersebut, sehingga terjadi tarik-menarik antara sosok misterius vs krama desa.

"Sejak kejadian itu, krama nunas piuning. Dari proses nunas piuning itu, akhirnya Pura Telaga Sakti dipindahkan ke lokasi yang sekarang (berjarak sekitar 850 meter dari Goa Gede, Red)," beber Made Arya.

Meskipun lokasi pura sudah dipindahkan, kata Made Arya, ketika piodalan di Pura Telaga Sakti, krama tetap mendak tirta (air suci) ke Goa Gede, dengan berjalan kaki. Karena dulunya tidak ada akses jalan, maka hanya perwakilan krama saja yang mendak tirta ke Goa Gede. Setelah dibangun akses jalan, barulah krama bisa turut mendak tirta ke Goa Gede.

Versi Made Arya, di Goa Gede juga terdapat sebuah palinggih (bangunan suci) yang sudah berdiri sejak masa silam. Goa Gede ini amat dikeramatkan krama Desa Adat Panca Sakti dan sekitarnya. Ketika berada di dalam Goa Gede, pantang untuk berkata-kata yang tidak senonoh. Jika pantangan itu dilanggar, akibatnya bisa fatal.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Kabupaten Klungkung, I Wayan Sumarta, mengatakan, pembangunan akses jalan menuju Goa Gede di Banjar Ambengan, Desa Pejukutan, sudah dilakukan melalui program padat karya. Program pembangunan akses jalan sepanjang 850 meter tersebut dianggaran sebesar Rp 223 juta.

Menjurut Wayan Sumarta, kegiatan ini juga untuk memperlancar aktivitas sosial ekonomi masyarakat di Banjar Ambengan, Desa Pejukutan. "Program padat karya pembangunan akses jalan menuju Goa Gede akan dilaksanakan warga setempat," papar Wayan Sumarta. *wan

Komentar