nusabali

Pasutri Seniman Ida Wayan Oka-Dayu Ratih Ratnadewi Jalani Upacara Dwijati

Berselang 17 Hari Pasca Palebon Ida Pedanda Gede Made Jelantik Karang dari Geriya Karang, Desa Budakeling

  • www.nusabali.com-pasutri-seniman-ida-wayan-oka-dayu-ratih-ratnadewi-jalani-upacara-dwijati

Ida Wayan Oka Adnyana yang merupakan putra dari Ida Pedanda Gede Made Jelantik Karang, jadi sulinggih dengan gelar Ida Pedanda Gede Swabawa Karang Adnyana. Sedangkan istrinya, Ida Ayu Ratih Ratnadewi, bergelar Ida Pedanda Istri Ayu Karang Jelantik Patni

AMLAPURA, NusaBali

Pasangan suami istri (pasutri) seniman, Ida Wayan Oka Adnyana, 58, dan Ida Ayu Ratih Ratnadewi, 49, menjalani upacara padiksan (dwijati) di Geriya Karang, Banjar Triwangsa, Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem, Karangasem tepat Purnamaning Kawulu pada Soma Pon Matal, Senin (17/1). Upacara padiksan ini dilaksanakan hanya 17 hari pasca upacara palebon ayahanda Ida Wayan Oka Adnyana, yakni Ida Pedanda Gede Made Jelantik Karang, 31 Desember 2021 lalu.

Selaku guru nabe dalam upacara dwijatu pasutri Ida Wayan Oka Adnyana dan Ida Ayu Ratih Ratnadewi, Senin kemarin, adalah Ida Pedanda Gede Nyoman Jelantik Dwaja, sulinggih dari Geriya Jelantik, Banjar Triwangsa, Desa Budakeling. Pasca madwijati, Ida Wayan Oka Adnyana menjadi sulinggih dengan gelar Ida Pedanda Gede Swabawa Karang Adnyana. Sedangkan istrinya, Dayu Ratih Ratnadewi jadi sulinggih bergelar Ida Pedanda Istri Ayu Karang Jelantik Patni.

Upacara dwijati dilaksanakan pasutri seniman ini untuk meneruskan tradisi sulinggih di Geriya Karang, Banjar Triwangsa, Desa Budakeling, pasca lebarnya Ida Pedanda Gede Made Jelantik Karang di usia 97 tahun. Dengan gelar kesulinggihan pasangan Ida Pedanda Gede Swabawa Karang Adnyana dan Ida Pedanda Istri Ayu Karang Jelantik Patni, maka pelayanan kepada umat sedharma tidak terputus.

Rangkaian upacara dwijati pasutri seniman ini diawali dengan prosesi diksa pariksa yang dilakukan jajaran PHDI Karangasem di Geria Karang, Banjar Triwangsa, Desa Budakeling pada Sukra Pon Tambir, Jumat (7/1) lalu. Rangkaian upacara padiksan tersebut dipuput guru nabe Ida Pedanda Gede Nyoman Jelantik Dwaja, dengan disaksikan guru waktra Ida Pedanda Gede Wana Yoga (sulinggih dari Geriya Wanasari, Banjar Wanasari, Desa Talibeng, Kecamatan Sidemen, Karangasem) dan guru saksi Ida Pedanda Gede Made Jelantik Gotama (dari Geriya Tubuh, Banjar Abang Jeroan, Desa/Kecamatan Abang, Karangasem).

Selama ini, Ida Wayan Ok Adnyana ngayah sebagai pamangku di Pura Penataran Agung, Desa Adat Nangka, Kecamatan Bebandem. Selain jadi pamangku, tokoh spiritual kelahiran 21 Mei 1964 ini juga dikenal sebagai seniman tari. Dia dipercaya menjadi pembina Sanggar Citta Wistara Desa Budakeling. Sedangkan istrinya, Dayu Ratih Ratnadewi, dikenal sebagai penari Bali. Perempuan kelahiran 31 Juli 1972 ini pernah pentas menari hingga ke Jepang.

"Sebelum Ida Pedanda Gede Made Jelantik Karang (ayah kandungnya, Red) lebar, saya diingatkan oleh almahum agar tradisi sulinggih tetap terjaga di Geriya Karang," jelas Ida Wayan Oka Adnyana yang kini bergelar Ida Pedanda Gede Swabawa Karang Adnyana kepada NusaBali, Senin kemarin.

Menurut Ida Wayan Oka, seusai menggelar upacara padiksan kemarin, dirinya masih menunggu upacara ngaturang puja (tirta yatra) di sejumlah pura. Kapan upacara ngaturang puja akan digelar, masih menunggu petunjuk dari guru nabe.

Mengenai pemandiangan (siwakrana untuk sulinggih Buddha) dan bajra milik almarhum ayahnya, kata Ida Wayan Oka, akan langsung digunakan. "Bhawa (mahkota sulinggih) ukurannya kurang pas, tapi telah dipermak," jelas lulusan S1 Universitas Mataram (1988) dan S2 Pascasarjana Unhi Denpasar (2021) ini.

Saat upacara padiksan kemarin, hadir pula Dang Kerta Dharma Padesa Pusat Nusantara, Ida Pedanda Gede Made Tamu (sulinggih dari Geriya Jungutan, Banjar/Desa Bungaya, Kecamatan Bebandem), memberikan dharma wacana. "Salah satu fungsi sulinggih adalah sebagai tempat penadahan upadesa atau tempat bertanya," jelas Ida Pedanda Gede Made Tamu.

Upacara padiksan kemarin juga dihadiri puluhan sulinggih. Bahkan, Biksu Nyana Sila, dari Sang Agung Indonesia, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur juga hadir. "Kami hadir turut mendoakan, dengan harapan agar hubungan umat Buddha di Bali dilestarikan dan terus berkembang," harap Nyana Sila, biksu yang juga Kepala Wihara Udayana Senter Bali.

Sementara itu, 17 hari sebelum upacara dwijati Ida Wayan Oka Adnyana, sang ayah yakni Ida Pedanda Gede Jelantik Karang, sulinggih veteran pejuang, diupacarai palebon pada Sukra Umanis Merakih, Jumat, 31 Desember 2021 lalu, di Setra Desa Adat Budaleling. Upacara palebon sulinggih yang lebar pada 2 September 2021 itu menggunakan naga banda, dengan dipuput 11 sulinggih. Palebon menggunakan naga-banda, karena Ida Pedanda adalah sulinggih lanang (laki-laki) bergelar Abrasinuhun.

Semasa walaka (sebelum dinobatkan jadi sulinggih), Ida Pedanga Gede Jelantik Karang bernama Ida Made Putra Sari. Saat masih menjadi pejuang di zaman revolusi fisik (mempertahankan Kemerdekaan RI periode 1945-1950), almarhum sempat bergabung di Pasukan Ciung Wanara pimpinan Letkol I Gusti Ngurah Rai.

Bersama Pasukan Ciung Wanara, almarhum Ida Pedanda Gede Jelantik Karang juga sempat terlibat perang di Banjar Tanah Aron, Desa Bhuana Giri, Kecamatan Bebandem tahun 1946. Pada tahun 1947, dibangunlah Tugu Pahlawan di Tanah Aron untuk mengenang kontak fisik Pasukan Ciung Wanara vs Belanda.

Bukan hanya itu, semasa walaka, Ida Pedanda juga aktif sebagai seniman. Almarhum aktif menjadi penari gambuh, topeng, arja, parwa, dan drama. Aktivitas berkesenian kemudian berakhir tahun 1992, setelah almarhum menjadi sulinggih dengan gelar Ida Pedanda Gede Jelantik Karang. Sejak itu, almarhum suntuk melayani umat sedharma.

Sedangkan istrinya, semasih walaka bernama Ida Ayu Wayan Karang. Setelah menjadi sulinggih tahun 1992, Ida Ayu Wayan Karang bergelar Ida Pedanda Istri Wayan Karang. Almarhum sudah lebih dulu lebar tahun 1997 lalu. *k16

Komentar