nusabali

Bersenjata Tangkai Kecombrang, Penarinya Wajib Para Yowana

Tari Baris Babuang dari Desa Adat Batulantang, Kecamatan Petang yang Ditetapkan Jadi WBTB Nasional 2021

  • www.nusabali.com-bersenjata-tangkai-kecombrang-penarinya-wajib-para-yowana

Selama periode 2016-2021, total ada 11 objek tradisi budaya dari Kabupaten Badung yang ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda Nasional. Teramsuk di dalamnya Tradisi Makotek dari Desa Adat Munggu dan Tradisi Kebo Dongol dari Desa Adat Kapal.

MANGUPURA, NusaBali

Sebanyak 11 objek tradisi budaya di Kabupaten Badung telah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional selama periode 2016-2021. Salah satunya, Tari Baris Babuang dari Desa Adat Batu Lantang, Desa Sulangai, Kecamatan Petang, Badung yang ditetapkan sebagai WBTB Nasional tahun 2021. Tari Baris Babuang ini bersenjatakan tangkai kecombrang, sementara penarinya wajib para yowana (remaja pria).

Tari Baris Babuang baru ditetapkan menjadi WBTB Nasional oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) dalam sidang di Jakarta, 30 Oktober 2021 lalu. Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung, I Gede Eka Sudarwitha, mengaku bersyukur atas lolosnya usulan Tari Baris Babuang sebagai WBTB Nasional ini.

Menurut Eka Sudarwitha, di tahun 2021 hanya satu objek tradisi budaya di Kabupaten Badung yang siap diusulkan menjadi WBTB Nasional. Tari Baris Babuang merupakan lanjutan dari usulan setahun sebelumnya yang ditunda, karena narasinya perlu disempurnakan lagi. “Kami sangat bersyukur ada satu usulan lagi dari Badung yang lolos jadi WBTB,” ujar Eka Sudarwitha saat dikonfirmasi NusaBali di Mangkupura, beberapa waku lalu.

Sebagaimana tercantum dalam deskripsi kajian, kata Eka Sudarwitha, Tari Baris Babuang merupakan jenis tarian klasik yang disakralkan oleh krama Desa Adat Batulantang, Desa Sulangai. Tarian sakral ini sebagai simbolik ucapan rasa syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas karunia melimpahkan hasil panen masyarakat desa dalam bercocok tanam.

Eka Sudarwitha memaparkan, Tari Baris Babuang berfungsi sebagai pengiring ritual yang dipentaskan saat upacara piodalan di beberapa pura kawasan Desa Adat Batulantang. Krama Desa Adat Batulantang sendiri mewarisi Tari Baris Babuang ini secara turun-temurun.

Sejauh ini, belum diketahui secara jelas kapan Tari Baris Babuang pertama kali ada. Namun, kata Eka Sudarwitha, munculnya Tari Baris Babuang berkaitan erat dengan sejarah Desa Adat Batulantang dan keberadaan Kahyangan Jagat Pura Kancing Gumi beserta legenda yang berkembang di wilayah tersebut.

“Makna pementasan Tari Baris Babuang ini sebagai permohonan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat kehadapan Tuhan, serta menjaga keharmonisan Tri Hita Karana, yakni hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam,” papar mantan Camat Petang ini.

Dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Bendesa Adat Batulantang, Rai Ardana, menjelaskan Tari Baris Babuang ini dipentaskan kala pujawali ‘mejaba jero’ atau menggunakan sarana bebangkit di beberapa pura. Tari Baris Babuang biasanya dipentaskan di madya mandala (jaba tengah) pura.

“Jika pujawalinya menggunakan bebangkit, barulah Tari Baris Babuang ini dipentaskan setelah puput pujawali (pujawali selesai, Red). Karenanya, Tari Baris babuang ini juga sebagai pemuput karya,” jelas Rai Ardana.

Menurut Rai Ardana, salah satu keunikan dari Tari Baris Babuang milik Desa Adat Batulantang adalah penampilan penarinya yang membawa blecong atau bongkot (tangkai pohon kecombrang bahasa) dan pusuh biyu (jantung pisang). Sedangkan kepala memakai kekudung (kerudung) warna merah yang dirajah (kaligrafi) aksara suci. Jumlah penari Tari Baris Babuang sebanyak 8 orang, mereka wajib diambil dari para yo-wana (remaja laki-laki), yang dianggap masih suci.

“Dulunya Tari Baris Babuang pernah menggunakan senjata tombak. Namun, karena khawatir nanti penonton ada yang kena tombak, kemudian senjatanya diganti dengan blecong atau bongkot sebagai perwujudan tombak. Para penari juga mengenakan pusuh biu (pelepah bunga jantung pisang), yang menggambarkan taring dan lidah seekor babuang, yaitu sejenis semut hitam,” beber Rai Ardana.

Penari Tari Baris Babuang selalu mengenakan busana poleng (hitam, putih, abu) dengan tepi berwarna merah. Selain itu, juga memakai celana panjang berwarna merah-hitam dan memakai pusuh biu yang digigit di mulutnya, sebagai penggambaran gigi taring. Sedangkan tata rias penari Tari Baris Babuang sangat sederhana, tidak mengenakan tata rias yang beraneka macam.

Rai Ardana menambahkan, pertunjukan Tari Baris Babuang di Desa Adat Batulantang terdiri dari dua bagian. Pada bagian pertama, empat penari Tari Baris Babuang membawa blencong (bongkot) dan menari dengan teratur, yang mengambarkan prajurit yang sedang berjaga-jaga. Blencong adalah simbolis dari tombak sebagai kelengkapan dalam melaksanakan tugasnya.

Sedangkan pada bagian kedua, empat penari lagi keluar dari dalam pura dengan menggunakan kerudung dan berhias dengan mengenakan pusuh biu (jantung pisang), sebagai simbul taring. Penari keluar satu per satu dari dalam pura menuju ke halaman tengah pura, tempat di mana dilangsungkan upacara serta telah disediakan upakara.

“Para penari Tari Baris Babuang bergerak menirukan gerakan babuang, dengan iringan tabuh Topeng Sidakarya. Sementara, pamangku mempersiapkan upakara yang diperlukan serta melakukan persembahyangan. Kemudian, ada empat penari yang menari dengan formasi mengelilingi pamangku,” papar Rai Ardana.

Selanjutnya, setelah pamangku selesai menghaturkan upakara, pragina Tari Baris Babuang mulai menari berputar mengelilingi banten (upakara) yang telah didoakan. “Setelah itu, upakara yang dihaturkan oleh pamangku selanjutnya diangkat oleh penari dibawa ke Nista Mandala Pura,” lanjut Rai Ardana.

Tari Baris Babuang selalu dipentaskan di semua pura yang ada di wewidangan Desa Adat Batulantang, seperti Pura Kancing Gumi dan Pura Bale Agung, Pura Dalem, Pura Puseh, Pura Dugul, Pura Penataran Agung, Pura Pucak Sari, Pura Penataran Sari, Pura Pucak Sekar, dan Pura Beji. Meski pelaksanaan upacaranya berdasarkan pawukon, namun pementasan Tari Baris Babuang ini dilaksanakan setahun sekali (420 hari sistem penanggalan Bali).

“Jadi, pujawali-nya tingkatan ageng sekali, tingkat sederhana sekali. Jadinya, pementasan Tari Baris Babuang setahun sekali, yakni saat pujawali majaba jero (menggunakan bebangkit, Rde),” terang Rai Ardana.

Sementara itu, dengan ditetapkannya Tari Baris Babuang sebagai WBTB Nasional, mana total sudah ada 11 objek radisi budaya dari Badung yang sudah dapat penetapan, dalam kurun 2016-2021. Sedangkan 10 objek tradisio budaya dari Badung sudah lebih dulu ditetapkan menjadi WBTB Nasonal selama 2016-2020.

Ke-10 objek tradisi budaya itu, masing-masing Tradisi Makotek di Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi (ditetapkan tahun 2016), Tari Leko di Desa Adat Sibang Gede, Kecamatan Abiansemal (tahun 2017), Tradisi Siat Tipat Bantal di Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi (tahun 2017), Tradisi Siat Geni di Desa Adat Tuban, Kecamatan Kuta (tahun 2018), Tradisi Mebuug-buugan di Desa Adat Kedonganan, Kecamatan Kuta (tahun 2019), Dramatari Gambuh di Desa Adat Tumbak Bayuh, Kecamatan Mengwi (tahun 2019), Kerajinan Gerabah di Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi (tahun 2019), Tari Baris Sumbu di Desa Adat Semanik, Desa Pelaga, Kecamatan Petang (tahun 2019), Tradisi Kebo Dongol di Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi (tahun 2020), dan Tradisi Siat Yeh di Desa Adat Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan (tahun 2020).

Menurut Kadis Kebudayaan Badung, Gede Eka Sudarwitha, untuk usulan WBTB tahun 2022, sudah ada beberapa permohonan dari masyarakat. Namun, usulan-usulan tersebut harus dikaji terlebih dulu.

“Ada hampir 80 usulan yang masuk. Semua dari masyarakat. Nanti kami pelajari dulu, kira-kira yang mana kajiannya bisa selesai dan diusulkan lebih dulu. Bilamana kajiannya lengkap, itu yang akan kami usulkan,” pungkasnya sembari mengatakan tahun 2022 akan menargetkan tiga item budaya yang akan diusulkan untuk menjadi WBTB Indonesia. *ind

Komentar