nusabali

Gunakan Naga Banda, Dipuput 11 Sulinggih, Diikuti Pentas Calonarang

Palebon Ida Pedanda Gede Jelantik Karang di Setra Desa Adat Budakeling, Kecamatan Bebandem

  • www.nusabali.com-gunakan-naga-banda-dipuput-11-sulinggih-diikuti-pentas-calonarang

Pelabon Ida Pedanda Gede Jelantik Karang, yang semasa walaka dikenal sebagai veteran perang, menggunakan naga banda karena almarhum sulinggih lanang bergelar Abrasinuhun

AMLAPURA, NusaBali

Ida Pedanda Gede Jelantik Karang, sulinggih veteran pejuang dari Geriya Karang, Banjar Triwangsa, Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem, Karangasem, yang lebar (meninggal) di usia 97 tahun, telah diupacarai palebon pada Sukra Umanis Merakih, Jumat (31/12) lalu. Upacara palebon yang dilaksanakan di Setra Desa Adat Budaleling itu menggunakan naga banda, dengan dipuput 11 sulinggih.

Informasi yang dihimpun NusaBali, palebon menggunakan sarana naga banda di Setra Desa Badat Budekeling ini merupakan yang pertama sejak 50 tahun terakhir. Sarana naga banda digunakan, karena Ida Pedanda yang lebar adalah sulinggih lanang (laki-laki) bergelar Abrasinuhun.

Sebetulnya, sekitar 9 tahun lalu, tepatnya 1 Juli 2012, sempat ada mahawiku tapini bergelar Abrasinuhun yang dipalebon di Setra Desa Adat Budekeling, yakni Ida Pedanda Istri Mas. Namun, sulinggih dari Griya Dauh, Banjar Triwangsa, Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem, Karangasem ini dipalebon tanpa menggunakan naga banda, karena meraga istri (jenis kelamin perempuan).

Kini, palebon Ida Pedanda Gede Jelantik Karang dipalebon menggunakan naga banda dengan tinggi 2,5 meter dan panjang 5 meter. Menurut putra almarhum, Ida Wayan Oka Adnyana, naga banda sepanjang 5 meter itu sebagai lambang pengikat sang sulinggih dengan masyarakat, selain juga lambang keinginan yang panjang almarhum. Keinginan panjang itulah sebagai penghalang bagi roh sang sulinggih mencapai alam nirwana, sehingga keinginannya itu diputus dengan ritual memanah naga banda, agar perjalanannya tidak terhalang menuju surga.

Ada pun sulinggih yang bertugas memanah nada banda dalam upacara palebon tersebut adalah Ida Pedanda Gede Wayan Demung, dengan sasaran 10 penjuru mata angin, termasuk ke arah atas dan bawah. Arah mana angin yang mana nantinya diikuti roh sang sulinggih menuju surga, setelah diberikan jalan melalui memanah nada banda.

"Naga banda itu simbolis menuntun arwah sang sulinggih untuk mencapai surga. Hanya pedanda keturunan Dang Hyang Astapaka, yang boleh menggunakan naga banda, itu pun dibatasi bagi pedanda lanang yang bergelar Abrasinuhun," jelas Ida Wayan Oka Adnyana kepada NusaBali.

Prosesi palebon Ida Pedanda Gede Jelantik Karang hari itu berlangsung sejak pagi, diawali dengan ritual pamelaspas padma, lanjut pamelaspas lembu, pamelaspas pangastian, dan pamelaspas kerteg dipuput Ida Pedanda Gede Oka Drama. Kemudian, upacara bumi sudha, pamelaspas bale gumi yang berlangsung di setra, dipuput oleh Ida Pedanda Gede Jelantik Gotama.

Sedangkan upacara narpana di Geriya Karang dipuput Ida Pedanda Gede Wayan Demung dan Ida Pedanda Gede Sogata. Sebelum menuju setra, naga banda dikeluarkan dan bagian talinya dililitkan di padma, lanjut memanah nada banda. Padma itulah yang digunakan mengusung layon Ida Pedanda Gede Jelantik Karang.

Prosesi pengarakan dari Geriya Karang menuju Setra Desa Adat Budakeling sejauh sekitar 400 meter, dimulai pukul 14.00 Wita. Dalam ritual di setra, lembu digeseng menghadap ke timur, naga banda digeseng menghadap ke barat. Setelah layon Ida Pedanda Gede Jelantik karang dibakar, maka galih (tulang) dikumpulkan dan ditem-patkan di Bale Selumbung, kemudian kembali diupacarai.

Selama prosesi palebon di setra, ada 8 sulinggih yang muput upacara: Ida Pedanda Gede Gianyar, Ida Pedanda Gede Jelantik Dwaja, Ida Pedanda Wayan Demung, Ida Pedanda Gede Dwipayana, Ida Pedanda Gede Wayan Tamu, Ida Pedanda Gede Jelantik Sidemen, Ida Pedanda Gede Wayan Datah dan Ida Pedanda Gede Pasuruan.

Sementara itu, upacara nyupit rangkaian palebon Ida Pedanda Gede Jelantik Kaerang dilaksanakan di Pantai Jasri, Lingkungan Jasri Kelod, Kelurahan Subagan, Kecamatan Karangasem pada Saniscara Paing Merakih, Sabtu (1/1). Upacara nyupit ini dipuput Ida Pedanda Gede Jelantik Gotama dan Ida Pedanda Gede Jelantik Wanasari.

Sebelum upacara nyupit, lebih dulu digelar pementasan calonarang dan tari janger pasturi (pasangan suami istri) keluarga Ida Pedanda Gede Jelantik Karang, serta tari rudat dari Banjar Saren Jawa, Desa Budakeling, di Setra Deswa Adat Budakeling, Jumat malam. Pementasan calonarang dan janger pasturi digelar, karena Ida Pedanda Gede Jelantik Karang dulunya adalah veteran pejuang dan dikenal sebagai seniman tari klasik.

Semasa walaka (sebelum dinobatkan jadi sulinggih), Ida Pedanga Gede Jelantik Karang bernama Ida Made Putra Sari. Saat masih menjadi pejuang di zaman revolusi fisik (mempertahankan Kemerdekaan RI periode 1945-1950), almarhum sempat bergabung di Pasukan Ciung Wanara pimpinan Letkol I Gusti Ngurah Rai.

Bersama Pasukan Ciung Wanara, almarhum Ida Pedanda Gede Jelantik Karang juga sempat terlibat perang di Banjar Tanah Aron, Desa Bhuana Giri, Kecamatan Bebandem tahun 1946. Pada tahun 1947, dibangunlah Tugu Pahlawan di Tanah Aron untuk mengenang kontak fisik Pasukan Ciung Wanara vs Belanda.

Bukan hanya itu, semasa walaka, Ida Pedanda juga aktif sebagai seniman. Almarhum aktif menjadi penari gambuh, topeng, arja, parwa, dan drama. Aktivitas berkesenian kemudian berakhir tahun 1992, setelah almarhum menjadi sulinggih dengan gelar Ida Pedanda Gede Jelantik Karang. Sejak itu, almarhum suntuk melayani umat sedharma.

Sedangkan istrinya, semasih walaka bernama Ida Ayu Wayan Karang. Setelah menjadi sulinggih tahun 1992, Ida Ayu Wayan Karang bergelar Ida Pedanda Istri Wayan Karang. Almarhum sudah lebih dulu lebar tahun 1997 lalu.

Ida Pedanda Gede Jelantik Karang sendiri merupakan anak keempat dari delapan bersaudara pasangan Ida Wayan Tangi dan Ida Ayu Ketut Suter, kelahiran 31 Desember 1924. Ida Pedanda Gede Jelantik Karang lebar di usia 97 tahun pada 2 September 2021 lalu. Almarhum berpulang buat selamanya dengan meninggalkan 6 orang anak dan 12 cucu. Keenam anak kandung almarhum, masing-masing Ida Ayu Wayan Putra, Ida Ayu Karang Adnyani Dewi, Ida Ayu Ketut Citrawati, Ida Wayan Oka Adnyana, Ida Made Jelantik Anyar dan Ida Ayu Nyoman Jelantik Muliani Dewi. *k16

Komentar