nusabali

MUTIARA WEDA: Tidak Signifikan

Yad yad vibhutimat sattvam srimad urjitam eva vā, Tat tad evāvagaccha tvam mama tejo’msa sambhavam. (Bhagavad-gita, 10.41)

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-tidak-signifikan

Semua makhluk hidup dan benda lainnya yang penuh dengan kehebatan, keindahan dan kekuatan, ketahuilah bahwa semua itu berasal dari segelintir kecil dari keagungan-Ku.

KEBERADAAN kita di dunia ini sebenarnya teramat tidak signifikan seberapa pun hebatnya kita. Keberadaan kita bahkan lebih kecil dari setitik debu di alam semesta. Coba kita renungkan. Kita adalah satu dari sekian benda yang ada di bumi. Sementara bumi adalah salah satu planet dari susunan tata surya kita. Matahari adalah salah satu bintang dari miliaran bintang di galaksi Bima Sakti. Diketahui bahwa alam semesta ini terdiri dari sekian banyak galaksi. Betapa luasnya alam semesta itu. Jika pun tiba-tiba bumi ini hancur dan memporakporadakan seluruh isinya, mungkin tidak berpengaruh sama sekali dengan keberadaan sistem galaksi tersebut yang demikian luas. Jadi, berdasarkan hal tersebut, sungguh betapa kecil dan tidak berartinya kita.

Teks di atas telah mengatakannya. Kehebatan, keindahan, dan kekuatan apapun yang ada pada kita maupun benda lainnya hanya segelintir kecil saja. Bukan sesuatu hal yang signifikan. Oleh karena itu betapa kelirunya kita merasa bahwa apa yang dilakukan sangat signifikan dan bahkan setiap saat membanggakan diri bahwa tanpa tindakan kita, semuanya tidak bisa jalan. Mungkin kita sangat hebat, memiliki banyak kelebihan, tetapi tanpa kehadiran kita pun semua yang lainnya akan tetap berjalan dengan baik. Tidak ada sesuatu yang berkurang. Apa yang mesti terjadi akan tetap terjadi. Pernyataan tentang signifikasi diri sungguh tidak berarti sama sekali.

Lalu mengapa kita sering merasa bahwa tindakan kita signifikan? Ini disebabkan oleh adanya fungsi di dalam tubuh disebut asmita, yakni mengidentifikasi dengan sesuatu dan kemudian kita melihat bahwa identitas itu sangat signifikan. Seperti misalnya saat kita tamat sebagai seorang dokter, kemudian kita mengidentifikasi sebagai dokter. Dengan identitas itu kemudian kita melakukan kegiatan. Karena masyarakat sangat membutuhkan, maka kita merasa bahwa apa yang kita kerjakan sangat signifikan. Kita merasa bahwa kehadiran kita sangat penting. Ini adalah kemelekatan. Biasanya hal inilah yang membuat seseorang sering menderita. Penderitaan yang dialami sebagian besar hadir dari drama pikiran seperti ini. Karena merasa signifikan, kita menjadi sombong. Pujian menjadi sesuatu yang sangat diperlukan. Jika ada orang yang tidak memuji, maka kita menderita. Kebahagiaan kita kemudian gantungkan pada pujian itu.

Makanya, melalui teks di atas kita diajarkan agar menyadari bahwa kehadiran diri kita sama sekali tidak signifikan. Kita hanyalah setitik debu yang setiap saat bisa tersapu bersama angin. Sebesar apapun karya yang pernah dibangun akan segera ditinggalkan. Peninggalan itu akan segera ditinggalkan dan orang yang hidup akan tetap baik-baik dengan dirinya. Semua kesombongan yang selama ini kita banggakan akan tersapu dengan sendirinya bersama waktu. Tidak ada apapun yang tersisa. Sehingga dengan demikian, kita diajarkan untuk tetap rendah hati, memahami dengan benar keterbatasan kita.

Bagaimana caranya memahami keterbatasan itu? Tentu tidak mudah. Namun melalui teks di atas dan kemudian menelusuri tentang keberadaan alam semesta ini tentu ego kita perlahan diruntuhkan. Saat ego diruntuhkan, maka secara bertahap kita dibuat tenang. Kita akan memahami bahwa apapun yang dikerjakan tidak ada yang signifikan. Apapun hasil yang diakibatkan dari tindakan yang kita lakukan sangat tidak signifikan. Lalu, jika tidak signifikan, apa artinya semua tindakan kita? Bukankah kita siang dan malam melakukan sesuatu agar kita bisa berarti? Jika semuanya tidak berarti, lalu untuk apa semua itu? Makanya, banyak teks menyebut bahwa saat kita hidup, no matter, apapun yang kita lakukan, lakukanlah itu dengan total. Hanya itu yang signifikan buat kita, tidak ada yang lain. Kita mengerjakannya dengan penuh kebahagiaan. Kita menyatu dengan tindakan itu sendiri. Krishna menyebut ini dengan bahasa lain, yakni: serahkanlah semua hasil kerjamu pada-Ku, maka engkau akan selamat. Maksudnya, dengan tidak merasa sebagai doer, hidup kita menjadi kebahagiaan itu sendiri. *

I Gede Suwantana

Komentar