nusabali

Setelah 2 Tahun Vakum, Gandeng Sekolah Kapal Pesiar

Yayasan Bhaktiyasa, Sekolah Swasta Tertua yang Didirikan Raja Buleleng Terakhir

  • www.nusabali.com-setelah-2-tahun-vakum-gandeng-sekolah-kapal-pesiar

SMP Bhaktiyasa Singaraja didirikan AA Panji Tisna tahun 1948, emban misi mendukung pembangunan Buleleng melalui sektor pendidikan. Gedung utama berlantai dua berisi 8 ruangan yang selama ini jadi ikon Bhaktiyasa, nantinya akan tetap dipertahankan.

SINGARAJA, NusaBali

Setelah vakum selama 2 tahun terakhir, Yayasan Bhaktiyasa Singaraja yang notabene pendiri sekolah swasta (tingkat SMP) tertua di Buleleng, kembali bangkit. Yayasan Bhaktiyasa---yang selama ini menaungi SMP Bhaktiyasa---mencoba peruntungan baru menjalin kerjasama dengan sekolah pariwisata kapal pesiar. Inovasi tersebut dilakukan pengurus yayasan, untuk meyakinkan bahwa Yayasan Bhaktiyasa yang memiliki spirit perjuangan pendidikan Buleleng tetap terjaga.

Ketua Yayasan Bhaktiyasa, Putu Merta Yasa, 60, mengatakan SMP Bhaktiyasa yang didirikan oleh Raja Buleleng terakhir dan sekaligus Sastrawan Pujangga Baru, Anak Agung Panji Tisna, memang sudah tidak aktif sejak 2020 lalu. Sekolah yang berlokasi di Jalan Ngurah Rai Singaraja, seberang barat laut RSUD Buleleng, ini tidak mendapatkan siswa sejak 2 tahun lalu.

Karena tidak dapat siswa, pihak yayasan harus berbesar hati menutup sementara sekolah. Menurut Merta Yasa, SMP Bhaktiyasa menamatkan siswa terakhir tahun 2020 lalu. Sekolah swasta yang, antara lain, telah melahirkan Gubernur Bali Wayan Koster (angkatan 1975) ini pun praktis vakum sejak 2020.

“Memang dari tahun 2017 lalu, trend siswa menurun, baik dari sisi rombongan belajar (Rombel) maupun jumlah siswa. Hingga terakhir tahun 2020 kami menamatkan siswa sekaligus off-kan sekolah. Bukan karena kami tidak siap, tetapi tak ada siswa yang mendaftar,” terang Merta Yasa saat ditemui NusaBali di Kantor Yayasan Bhaktiyasa di Singaraja, Selasa (21/12) lalu.

Merta Yasa menyebutkan, sejak didirikan almarhum AA Panji Tisna tahun 1948 dan bernaung di bawah Yayasan Bhaktiyasa, SMP Bhaktiyasa mengemban visi misi mendukung pembangunan Buleleng melalui sektor pendidikan. Sekolah swasta terbaik pada masanya ini pun berhasil mencetak banyak pejabat yang kini memiliki pengaruh penting di tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional.

Awalnya, hanya jenjang pendidikan SMP saja yang dibuka tahun 1948 silam. Kemudian, karena peminat meningkat, pada 1953 pengurus yayasan membuka jenjang SMA. “Bahkan, dulu saat sedang jayanya, kami pernah mendapat peserta didik baru sampai 9 kelas,” kata mantan dosen Bahasa Inggris Kopertis VIII ini.

Namun, seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, sekolah swasta yang berlokasi berdampingan dengan eks Mudaria Theatre---gedung film yang juga dibangun AA Panji Tisna---di sisi utara, mulai ditinggalkan. Terlebih, setelah terbitnya kebijakan pendidikan baru dari pusat, seperti sistem zonasi untuk masuk sekolah negeri.

Saat mulai mengalami penurunan jumlah siswa, kata Merta Yasa, pengurus Yayasan Bhaktiyasa sempat berinovasi dengan membuka SMK yang berkonsentrasi di jurusan Kesehatan Masyarakat. Namun, perjuangan pengurus yayasan untuk mengembalikan citra sekolah ‘bersejarah’ di Buleleng ini hanya mampu menamatkan 3 angkatan di jenjang SMK.

“Kami memang tidak menyalahkan siapa-siapa dengan keadaan sekolah swasta saat ini. Hanya saja, kemarin kendalanya memang di kebijakan pemerintah. Penerapan sistem zona cukup membuat kami terpuruk. Terlebih, sekolah negeri yang sudah diberi ketentuan menerima rombel maksimal, namun kenyataan di lapangan menambah Rombel jauh lebih banyak dari maksimal,” papar pria asal Lingkungan Banjar Tengah, Kelurahan Astina, Kecamatan Buleleng ini.

Menurut Merta Yasa, pukulan hebat bagi sekolah swasta tidak lantas membuat semangat pengurus Yayasan Bhaktiyasa kendor. Pengurus yayasan yang kini dinakhodai Putu Merta Yasa, melakukan adaptasi dengan perkembangan pendidikan saat ini. Gayung pun bersambut, 2 bulan lalu, pengurus yayasan didatangi oleh PT Miami Berkah Sejahtera, sekolah dan pelatihan kapal pesiar & pariwisata.

Saat ini, Yayasan Bhaktiyasa sedang mempersiapkan diri untuk bergandengan tangan membangkitkan kembali semangat mencerdaskan masyarakat Buleleng. “Kami terpanggil untuk memegang teguh, visi misi, dan komitmen tokoh serta pengurus yayasan sebelumnya ‘Membangun Buleleng di Sektor Pendidikan’. Kerjasama ini pun nanti semua akan berjalan di bawah kendali Yayasan Bhaktiyasa. Bagaimana pun situasinya, kami ingin yayasan ini tetap ada,” jelas Merta Yasa, yang siang itu didampingi Sekretaris Yayasan Bhaktiyasa, Made Suryana dan 3 orang stafnya.

Sementara itu, dalam kerjasama dengan pihak ketiga yang sedang menunggu finalisasi, pengurus Yayasan Bhaktiyasa sudah menekankan terkait keberadaan gedung tua utama yang menjadi ikon Bhaktiyasa. Gedung utama berlantai dua ini memiliki 8 ruangan, yang sebelumnya dimanfaatkan sebagai ruang belajar.

Bangunan tua di sisi barat Jalan Ngurah Rai Singaraja ini dibangun tahun 1948, dengan konstruksi khusus. Beton dan rangka banguanan menggunakan bahan utama kapur, dengan lapisan yang sangat tebal. Selain itu, lantai dua gedung tua ini menggunakan papan yang dilengkapi dengan banyak jendela dan ventilasi udara.

Versi Merta Yasa, struktur khusus bangunan tua ini sudah terbukti kekuatannya. Bahkan beberapa kali gempa berkekuatan besar terjadi di Buleleng, gedung tua itu tetap berdiri kokoh hingga saat ini. Termasuk saat diguncang gempa berkekuyatan 6,2 SR yang meluluhlantakkan kaswasan Seririt dan sekitarnya pada 14 Juli 1976 siang pukul 14.15 Wita, gedung SMP Bhaktiyasa selamat tanpa retak sedikit pun.

“Kami memang sudah sempat bicarakan dengan pihak rekanan terkait penataan nanti. Kami tidak izinkan mengubah bentuk bangunan, karena ini ciri khas Bhaktiyasa. Kalau sekadar memoles ganti cat baru, perbaikan jendela yang rusak, menambah gorden atau AC, kami persilakan,” tegas pria berusia 60 tahun ini.

Perjuangan bangkitnya kembali Yayasan Bhaktiyasa dari keterpurukan, kata Merta Yasa, diharapkan mendapat empati dari lintas sektoral. Termasuk empati dari masyarakat umum, pemerintah melalui kebijakannya, dan tokoh-tokoh intelektual di Buleleng untuk ikut memperjuangkan yayasan yang memiliki sejarah pendidikan Gumi Panji Sakti ini. *k23

Komentar