nusabali

Karantina WNA Ditambah Jadi 10 Hari

PHRI Badung: Pemerintah Agar Pikirkan Jalan Tengah

  • www.nusabali.com-karantina-wna-ditambah-jadi-10-hari

Kebijakan perpanjang karantina dari 7 hari menjadi 10 hari diambil pemerintah, karena semakin banyak negara yang mendeteksi virus varian Omicron

MANGUPURA, NusaBali

Pemerintah pusat kembali memperpanjang waktu karantina bagi WNA dan WNI yang baru datang dari luar negeri, sebagai imbas munculnya kasus Covid-19 varian Omicron di negara lain. Terbaru, lama karantina ditetapkan 10 hari, dari semula 7 hari. Kebijakan ini praktis membuat kalangan pariwisata gigit jari. PHRI Badung pun berharap pemerintah pikirkan jalan tengah.

Keputusan pemerintah memperpanjang masa karantina WNA dan WNI pelaku perjalanan luar negeri dari 7 hari menjadi 10 hari ini disampaikan Menko Maritim dan Investasi (Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, Kamis (2/12), berdasarkan arahan Presiden Jokowi. Disebutkan, pemerintah mengambil langkah tersebut dengan mempertimbangkan semakin banyaknya negara yang mendeteksi varian baru Omicron.

Menurut Luhut Pandjaitan, perpanjangan masa karantina menjadi 10 hari akan diberlakukan mulai Jumat, 3 Desember 2021 ini. "Tentunya kebijakan yang diambil ini akan terus dievaluasi secara berkala, sambil kita terus memahami dan mendalami informasi tentang varian baru (Omicron)," jelas Luhut dalam keterangannya yang dilansir detikcom, Kamis kemarin.

Karantina selama 10 hari ini berlaku bagi WNA dan WNI yang datang dari luar 11 negara yang terdeteksi ada penularan varian Omicron. Sedangkan 11 negara yang tertular varian Omicron, ditutup akses masuknya ke Indonesi, yakni Hong Kong, Afrika Selatan, Botswana, Angola, Zambia, Zimbabwe, Malawi, Mozambik, Namibia, Eswatini, dan Lesotho.

Sebelumnya, karantina bagi WNA dan WNI yang datang dari luar 11 negara ter-jangkit varian Corona tersebut ditetapkan selama 7 hari. Khusus bagi WNI yang sempat ke negara-negara terjangkit varian Omicron, diberlakukan karantina selama 14 hari. Kebijakan itu berlaku sejak Senin, 29 November 2021 dinihari pukul 00.01 WIB. Namun, kini karantina bagi WNA dan WNI yang datang dari luar 11 negara terjangkit itu ditambah menjadi 10 hari.

Menurut Luhut, sejauh ini pemerintah tidak melarang WNI untuk pergi ke luar negeri. Namun, pemerintah mengimbau WNI yang berencana ke luar negeri untuk mengurungkan niatnya. "Bagi masyarakat umum sifatnya masih imbauan. Jadi, WNI diimbau agar tidak melakukan perjalanan ke luar negeri dulu. Ini untuk mencegah dan menjaga terus terkendalinya pandemi di negara kita," katanya.

Sementara itu, Ketua BPC Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung, I Gusti Agung Rai Suryawijaya, mengatakan jika melihat kondisi di Gumi Keris yang hampir 2 tahun perekonomiannya paling terpuruk akibat pandemi Covid-19, kebijakan karantina 10 hari ini menjadi cobaan baru bagi pelaku pariwisata. Rai Suryawijaya mengaku prihatin dengan kondisi yang ibarat ‘berlayar di antara dua karang’, antara sisi kesehatan dan sisi ekonomi sama-sama dalam situasi sulit ini.

“Baru saja menggeliat kunjungan wisatawan domestik dan kita akan sedang negoisasi dengan beberapa negara (untuk kunjungan turis asing ke Bali, Red), eh terjadi lagi seperti ini. Memang situasinya sangat sulit dan berisiko besar. Namun, harus diambil keputusan,” ujar Rai Suryawijaya saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Mangupura, Kamis kemarin.

Menurut Rai Suryawijaya, masa karantina 10 hari bagi WNA ini dianggap cukup berat. Tidak ada wisatawan yang ingin menghabiskan waktu liburannya ke Bali dengan karantina 10 hari. Namun, jika dilihat situasi yang berkecamuk di luar negeri, kata dia, mau tak mau pemerintah mesti mengambil sebuah keputusan. Pihaknya hanya bisa mendukung keputusan pemerintah.

“Masa karantina 10 hari, jika dilihat dari aspek bisnis, cukup tidak masuk akal. Dari segi bisnis, tidak worth it. Jangankan 10 hari, karantina 5 hari atau 3 hari saja hingga kini belum ada wisatawan asing yang datang. Tapi, mau tidak mau, suka tidak suka, ini harus kita dukung,” tegas Rai Suryawijaya.

Rai Suryawijaya memahami sikap pemerintah pusat, yang dalam hal ini mencoba untuk mencegah penyebaran Covid-19 varian Omicron, dengan menerapkan PPKM Level 3 dan karantina 10 hari bagi pelaku perjalanan dari luar negeri. Semua ini bertujuan untuk mengendalikan penyebaran virus Covid-19 varian Omicron, agar tidak sampai ke tanah air,” katanya.

“Terkait dengan PPKM Level 3 dan penambahan masa karantina yang fluktuatif, bahkan sekarang jadi 10 hari, itu semua sangat bergantung pada situasi global. Pemerintah injak rem lagi, karena ini menyangkut nyawa dan kesehatan masyarakat,” lanjut Rai Suryawijaya.

Meski demikian, Rai Suryawijaya berharap pemerintah juga tetap memperhatikan sisi ekonomi masyarakat agar perekonomian tetap hidup. Pemerintah diminta tetap memberikan jalan tengah, namun dengan pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat. Selama ini, kata Rai, tingkat displin penerapan Prokes di Bali termasuk paling tinggi se-Indonesia. Begitu juga capaian vaksinasi di Bali untuk membentuk herd immunity, telah mencapai target.

“Biar sama-sama jalan, tidak langsung injak rem hingga buat kita kaget-kaget juga. Usulan saya, kunjungan wisatawan itu diatur kuotanya. Misal, wisatawan domestik dibatasi, tidak boleh lebih dari 15.000 orang dalam sehari. Begitu juga wisatawan asing yang bukan berasal dari negara terkena virus varian Omicron, bisa dibatasi kuotanya 3.000 per hari. Dengan begitu, bisa kita kendalikan,” jelas Rai Suryawijaya.

Selain itu, saat Natal dan Tahun Baru nanti, diharapkan masih ada kebijakan untuk tidak memperketat kedatangan wisatawan domestik ke Bali. Pasalnya, dari data yang ada, pertumbuhan kunjungan wisatawan domestik ke Bali cukup bagus. Namun, kata Rai, angin segar untuk menambah pendapatan terancam gagal, lantaran pemerintah pusat sudah mengambil kebijakan PPKM Level 3 yang berlaku 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022. *ind

Komentar