nusabali

Ini Dia, 10 Tokoh Seni Modern Penerima 'Bali Jani Nugraha 2021'

Dari Almarhum Ketut Syahruywardi Abbas, Made Taro, hingga dr Dewa Putu Sahadewa

  • www.nusabali.com-ini-dia-10-tokoh-seni-modern-penerima-bali-jani-nugraha-2021

DENPASAR, NusaBali
Festival Seni Bali Jani (FSBJ) III Tahun 2021 dengan tema ‘Jenggala Sutra: Susastra Wana Kerthi’, resmi ditutup Gubernur Bali Wayan Koster, Sabtu (6/11) petang.

Bersamaan dengan ditutupnya FSBJ III 2021 di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Provinsi Bali, Jalan Nusa Indah, Denpasar petang itu, 10 tokoh pegiat seni modern mendapatkan penghargaan ‘Bali Jani Nugraha Tahun 2021’.

Pegiat seni modern yang dapat penghargaan ‘Bali Jani Nugraha Tahun 2021’, masing-masing I Dewa Nyoman Raka Kusuma (sastrawan), Drs I Made Taro (seniman penutur cerita rakyat), I Gusti Ngurah Parsua (sastrawan), Putu Fajar Arcana (sastrawan), I Gusti Made Sukawidana SS MHum (penyair), Made Gede Perama Artha alias Jango (kartunis), almarhum Ketut Syahruwardi Abbas (penyair), dr Dewa Putu Sahadewa SpOG (K) (penyair), Dr Gde Artawan MPd (sastrawan), dan Dr Drs Hardiman MSi (kritikus seni rupa).

Penghargaan ‘Bali Jani Nugraha Tahun 2021’ diserahkan langsung Gubernur Koster. Penghargaan ini diserahkan bersamaan dengan penyerahan 15 pemenang (juara I) Lomba Utsawa Dharma Gita Nasional. Bali tampil sebagai juara umum Lomba Utsawa Dharma Gita Nasional Tahnun 2021, dengan mendominasi 15 gelar juara dari 25 nomor yang dilombakan.

Dewa Nyoman Raka Kusuma yang dapat penghargaan Bali Jani Nugraha Tahun 2021 merupakan sastrawan Bali modern. Dia menuliskan berbagai macam puisi berbahasa Bali, cerita pendek, esai berbahasa Bali, serta novel berbahasa Bali. Selain itu, sastrawan asal Karangasem ini juga aktif menulis puisi, cerpen, dan esai berbahasa Indonesia.

Sedangkan Made Taro (asal Denpasar) dikenal luas sebagai tokoh yang mendedikasikan hidupnya pada dunia anak, dengan mengenalkan dongeng, cerita rakyat, dan permainan tradisional Bali. Sementara I Gusti Ngurah Parsua (asal Buleleng) merupakan sastrawan yang suka menulis puisi, novel, dan esai sosial-budaya.

Sebaliknya, Putu Fajar Arcana dikenal sebagai redaktur halaman budaya di media massa nasional. Sastrawan asal Negara, Jembrana ini juga dikenal aktif di bidang sastra puisi dan menulis novel. Selanjutnya, I Gusti Made Sukawidana (asal Denpasar) merupakan seorang guru yang juga penyair sejak muda.

Penerima penghargaan lainnya, Made Gede Perama Artha alias Jango Paramartha (asal Denpasar) adalah seorang kartunis yang menghadirkan fenomena perubahan sosial budaya Bali dalam setiap goresannya. Jango aktif mengisi kartun NusaBali edisi Jumat. Sedangkan almarhum Ketut Syahruwardi Abbas juga seorang penyair yang menulis puisi, esai, dan cerpen. Penyair asal Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Buleleng ini meninggal mendadak hanya sepekan jelang menerima penghargaan Bali Janu Nugraha Tahun 2021. Ada pun penghargaan untuk Bung Abbas petang itu diterima oleh istri almarhum, Mbak Nelly.

Ada juga penerima penghargaan yang seorang dokter spesialis kandungan, yakni  dr Dewa Putu Sahadewa SpOG (K). Dokter asal Karangasem jebolan Fakultas Kedokteran Unud yang kini berygas di yang bertugas di RSIA Kupang, NTT ini menyukai dunia sastra dan teater sejak muda.

Sementara Dr Gde Artawan (asal Buleleng) merupakan seorang dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Undiksha Singaraja, yang aktif menulis esai, puisi, dan cerpen. Terakhir, Dr Hardiman adalah kritikus seni rupa asal Buleleng yang selama ini memberikan aktif masukan yang konstruktif untuk kemajuan dunia seni rupa Bali.

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Prof Dr I Gede Arya Sugiarta, mengatakan dalam rangka penguatan dan pemajuan kebudayaan Bali, sesuai visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’, Pemprov Bali perlu memberikan penghargaan Bali Jani Nugraha kepada pengabdi seni modern, inovatif, atau kontemporer atas pengabdian kerja kreatif serta kontribusi dalam bidang pengembangan seni tersebut. Pemilihan para penerima penghargaan melewati proses seleksi yang panjang dan melibatkan berbagai pihak.

“Prosesnya diawali dari kami menyurati lembaga-lembaga bidang kebudayaan, sanggar-sanggar, Listibiya, sekolah maupun perguruan tinggi yang punya bidang seni, lembaga bahasa. Mereka yang terpilih adalah sosok berdedikasi pada bidangnya masing-masing dalam membangun pemajuan seni modern atau kontemporer di Bali,” ujar Prof Arya Sugiarta.

Menurut Arya Sugiarta, para penerima penghargaan Bali Jani Nugraha diberikan dana sebesar Rp 50 juta. Nantinya, para penerima akan menggunakan dana itu untuk menulis satu buku yang kelak dipamerkan dalam ‘Beranda Pustaka’ FSBJ IV Tahun 2022 mendatang. “Tahun depan buku karya mereka akan dipamerkan. Jadi, para penerima penghargaan tidak saja cakap dalam kemampuan dibidangnya, tapi juga diharapkan mampu menelorkan sebuah buku,” tandas birokrat asal Desa Pujungan, Kecamatan Pupuan, Tabanan yang juga mantan Rektor ISI Denpasar ini.

Sementara itu, salah satu seniman penerima penghargaan Bali Jani Nugraha Tahun 2021, Putu Fajar Arcana, mengaku tidak menyangka dapat penghargaan ini. Pasalnya, di awal verifikasi, ada 20 nama yang jadi calon penerima. “Saya sebetulnya tidak berharap terlalu banyak. Apalagi, saya tidak tinggal di Bali. Tadinya saya berpikir pasti yang dapat teman-teman seperjuangan saya dulu. Awalnya saya tidak percaya, kemudian lima hari sebelum penghargaan saya diberitahu kalau saya dapat. Akhirnya, saya terbang ke Bali dari Bandung yang saat itu kebetulan ada acara di sana,” tutur Putu Fajar kepada NusaBali, Minggu (7/11).

Putu Fajar menilai agenda FSBJ yang digagas istri Gubernur Bali Wayan Koster, yakni Ni Putu Putri Suastini, salah satunya penghafrgaan Bali Jani Nugraha, merupakan bentuk apresiasi terhadap orang-orang yang dianggap telah berbuat untuk kesenian modern atau kontemporer yang sesungguhnya sudah ada dan berkembang sejak dulu. “Pemberian penghargaan Bali Jani Nugraha ini adalah satu bentuk dari puncak pengakuan oleh pemerintah terhadap peran serta para seniman modern-kontemporer. Bali bisa menjadi leading sector bagi daerah lain untuk melakukan hal yang sama,” kata penyair-jurnalis asal Kelurahan Lelateng, Kecamatan Negara, Jembrana ini.

Paparan hampitr senada juga disampaikan dr Dewa Putu Sahadewa. Dia mengaku juga tidak menyangka akan muncul sebagai salah satu penerima Bali Jani Nugraha. Meski di tengah kesibukannya menjadi dokter di RSIA Kupang, Sahadewa masih tetap aktif di dunia kepenyairan dan sastra Indonesia. Dia juga aktif ikut di komunitas-komunitas sastra di Indonesia. Sahadewa pula yang ikut mendirikan komunitas Jatijagat Kehidupan Puisi (JKP) di Bali.

“Saya tidak bisa menilai diri sendiri layak atau tidak dapat penghargaan ini. Masih tidak menyangka, karena banyak teman lain yang layak mendapatkan ini. Akan tetapi, ini tetap saya syukuri,” kata Sahadewa.

Menurut Sahadewa, penghargaan ini harus dimaknai untuk mengisi dan menginspirasi orang lain, bukan hanya sekadar menulis puisi semata. “Kewajiban moral setelah ini, selain menulis buku, juga terus berproses dan mengisi dunia sastra. Ini semakin memacu diri saya untuk terus menginspirasi. Saya saat ini senangnya berkolaborasi,” tandas dokter asal Desa Nongan, Kecamatan Rendang, Karangasem ini.

Sebaliknya, kartunis Jango Paramartha justru lebih kaget lagi ketika diumumkan menjadi salah satu penerima Bali Jani Nugraha. Alasannya, karena sebagai political kartunis, dirinya tetap kritis dengan kebijakan pemerintah. Sedangkan di sisi lain, Jango juga mengungkapkan keunikan Bali dengan kartun-kartun sosial Bali, yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan menyinggung pemerintah.

“Saya hanya kaget saja ketika tim kurator menghubungi saya dan mengatakan saya terpilih menjadi penerima Bali Jani Nugraha. Masa sih, kartunis yang selalu mengkritisi kebijakan pemerintah, mendapatkan award? Saya masih belum percaya,” kata Jango.

Namun, setelah memahami FSBJ dan penghargaan Bali Jani Nugraha, Jango baru menyadari bahwa Pemprov Bali melihat apa yang dikerjakannya dalam kartun adalah sebuah ‘kritik membangun’. Bahkan, dianggap sebagai karya seni intropeksi. Terkait menulis buku, Jango pun menganggap itu adalah sebuah tantangan cerdas. Menurut Jango, seniman seharus punya buku agar tercatat hidup dan karyanya abadi.

“Jadi, saya merasa bersyukur Pemprov Bali memberi ruang berkarya pada seni modern atau kontemporer. Sebagai seorang kartunis, saya mengapresiasi penghargaan ini, dan semoga penghargaan ini tidak mengurangi kritisi saya dalam berkarya dan berkesenian,” kata pengisi kartun di NusaBali ini. *ind

Komentar