nusabali

Puluhan Desa Masuk Zona Merah Rabies

Kasus Meningkat Karena Pandemi Covid-19

  • www.nusabali.com-puluhan-desa-masuk-zona-merah-rabies

Kasus gigitan yang muncul tahun ini didominasi wilayah Buleleng tengah dan timur.

SINGARAJA, NusaBali

Sebanyak 21 desa di Buleleng masuk dalam daftar desa zona merah rabies. Puluhan desa itu masuk ke dalam zona merah setelah ditemukan kasus gigitan anjing suspect rabies pada tahun ini. Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng pun mencatat sebanyak 23 kasus gigitan anjing rabies dari bulan Januari-September 2021.

Data Dinas Pertanian Buleleng, puluhan kasus gigitan anjing rabies itu muncul di Desa Jinengdalem, Desa Baktiseraga, Desa Pemaron, Kelurahan Penarukan, Kelurahan Banyuning di Kecamatan Buleleng. Desa Sinabun, Desa Suwug, Desa Sudaji, Desa Bebetin dan Desa/Kecamatan Sawan. Desa Depaha, Desa Bontihing dan Desa/Kecamatan Kubutambahan. Desa/Kecamatan Gerokgak, Desa Lokapaksa, Desa Ularan dan Desa Pangkung Paruk di Kecamatan Seririt. Desa Sambangan dan Selat di Kecamatan Sukasada, Desa Pucaksari di Kecamatan Busungbiu dan Desa Bondalem di Kecamatan Tejakula.

Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Buleleng I Made Suparma ditemui Jumat (22/10) kemarin tak memungkiri jika kasus gigitan anjing rabies meningkat dari tahun 2020 lalu yang hanya 13 kasus. Menurutnya, kasus gigitan yang muncul tahun ini didominasi wilayah Buleleng tengah dan timur. Salah satu penyebabnya, pada pandemi 2020 lalu, wilayah Buleleng tengah tidak mendapatkan vaksinasi rabies. Sehingga kekuatan vaksin massal pada tahun 2019 lalu sudah melemah.

“Pandemi memang salah satu faktor kami tidak dapat melakukan pencegahan secara maksimal dengan vaksinasi massal. Selain keterbatasan kegiatan yang memicu kerumunan juga karena keterbatasan anggaran,” jelas Suparma.

Meski demikian, Suparma menyebut tim Dinas Pertanian terus bergerak melangsungkan vaksinasi, eliminasi dan juga kastrasi untuk menekan populasi anjing liar. Tahun ini saja tercatat 105.795 ekor tersebar di sembilan kecamatan di Buleleng. Pandemi yang sudah berlangsung hampir dua tahun, membuat tim vaksinasi rabies sangat terbatas dalam melakukan tugas. Tim vaksinasi pun sempat membuka klinik vaksinasi yang stand by di Kantor Dinas Pertanian Buleleng.

Hanya saja skema vaksinasi tersebut tidak efektif. Tim pun akhirnya kembali melakukan vaksinasi door to door ke masyarakat. “Karena aktivitas dan anggaran kami terbatas saat ini terutama untuk BOP (Biaya Operasional Penyuluh,red) kami putuskan untuk memprioritaskan desa zona merah,” imbuh Suparma.

Upaya vaksinasi pada masa pandemi data per Oktober baru mencapai 23,56 persen atau 24.929 ekor dari target 105.795 ekor. Sementara itu pemerintah pusat yang memasang target Indonesia bebas rabies tahun 2030, menurut Suparma memerlukan dukungan banyak faktor. Mulai dari SDM, anggaran, sarana prasarana dan dukungan masyarakat. Dalam pencegahan dan penanganan kasus rabies di Buleleng dari tahun 2008 silam, hingga saat ini masih tetap ada salah satunya karena masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam memelihara anjing.

Tidak sedikit masyarakat di lapangan saat didatangi tim vaksinasi menolak untuk memvaksin anjingnya. Alasannya karena takut anjing mati setelah divaksin dan mengaku sudah mendapatkan vaksin. “Pemerintah bukan mengekang dan melarang masyarakat memelihara anjing. Tetapi harus bertanggungjawab, tidak hanya dikasi makan kemudian dilepas liarkan. Kesehatan anjing juga harus dijaga, kadang kendalanya masih ada di masyarakat, kami tetap edukasi dan beri informasi,” tutupnya. *k23

Komentar