nusabali

Hampir 2 Tahun Vakum, Makepung Lampit Kembali Digelar

  • www.nusabali.com-hampir-2-tahun-vakum-makepung-lampit-kembali-digelar

NEGARA, NusaBali
Para pemilik misa atau kerbau kembali menggelar acara Makepung Lampit di kawasan persawahan Subak Peh Kaja, Desa  Kaliakah, Kecamatan  Negara, Jembrana, Minggu  (17/10).

Lomba ini digelar seiring pelonggaran sejumlah aktivitas di tengah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3.  Acara lomba menjadi pelepas rindu masyakat setelah hampir selama 2 tahun tidak dapat mengadakan makepung karena pandemi Covid-19. Salah seorang penggiat Makepung Lampit, I Nengah Tangkas,70, mengatakan, Makepung Lampit atau yang biasa disebut Makepung Betenan di uma (sawah, red) ini sudah diwariskan sejak dulu oleh tetua di desa sekitar. Sejak kecil, dirinya sudah turun sebagai joki makepung ini. Di mana Makepung ini pun menjadi cikal bakal sebelum adanya makepung di sirkuit. “Kalau kami di sini masih biasa buat makepung lampit. Biasanya kita laksanakan sebelum musim tanam padi. Tetapi karena kemarin masih gawat-gawatnya Corona, kami juga belum diperbolehkan menggelar makepung lampit,” ujarnya.

Tangkas mengatakan, adanya Makepung Lampit ini, juga tidak terlepas dengan para pendahulu di Jembrana yang sebagian besar menjadi petani. Di mana seperti diketahui sebelum ada traktor, petani mengolah sawah dengan bantuan kerbau.  “Kalau dulu untuk menyiapkan lahan, ada proses nenggala (menggemburkan tanah dengan alat tenggala yang ditarik sepasang kerbau) dan ngelampit (meratakan tanah dengan alat lampit yang ditarik sepasang kerbau). Nah saat ngelampit itu biasa dilakukan barengan,” ujarnya.

Sebelumnya, sambung Tangkas, setiap jelang musim tanam, para petani biasa saling membantu. Tidak hanya melibatkan pemilik kerbau dari subak setempat. Tetapi juga mendatangkan bantuan pemilik kerbau dari subak lain. Tak ayal setiap jelang musim tanam, banyak pemilik kerbau yang turun di sawah. Dari sana kemudian muncul ide untuk berlomba menggarap lahan yang dikenal menjadi makepung lampit.

“Dulu sehabis ngelampit, biasa barengan mendapat panguun atau upah dari pemilik lahan. Upahnya bukan uang. Tetapi makanan dengan menu-menu tradisional. Seperti nasi dengan lauk lawar klungah, kopi, dan ubi-ubian,” ujarnya.

Namun seiring perkembangan zaman, kata Tangkas, hampir sudah tidak ada petani yang membajak sawah dengan menggunakan kerbau. Tetapi di Desa Kaliakah, masih ada sekitar 10 kepala keluarga (KK) yang tetap menggemari Makepung Lampit. Adanya komunitas makepung lampit ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata di Jembrana.

“Yang sekarang ini memang bukan event kejuaraan. Tetapi buat kami pelepas rindu karena sudah hampir 2 tahun tidak bisa makepung. Sekalian juga dari Dinas Pariwisata mempromosikan bahwa Makepung Lampit sudah bisa kembali digelar,” ujarnya. *ode

Komentar