nusabali

Krama Bali Diminta Gunakan Uyah Bali untuk Konsumsi

Gubernur Koster Tinjau Pembuatan garam Tradisional di Amed, Desa Purwekerti

  • www.nusabali.com-krama-bali-diminta-gunakan-uyah-bali-untuk-konsumsi

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali didorong Gubernur Koster agar upayakan semua produk garam tradisional Bali untuk segera punya hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dengan dengan Indikasi Geografis.

AMLAPURA, NusaBali

Di sela-sela kegiatan menengok korban gempa di Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem, Minggu (17/10) pagi, Gubernur Bali Wayan Koster sempat terjun mengecek pembuatan garam tradisional lokal Bali (uyah Bali) di pesisir Pantai Amed, Desa Purwekerti, Kecamatan Abang, Karangasem. Dalam kunjungan ini, Gubernur Koster meminta krama Bali menggunakan uyah Bali konsumsi sehari-hari.

Saat terjun lokasi pembuayan uyah Bali di Desa Purwekerti, Minggu pagi pukul 10.30 Wita, Gubernur Koster didampingi Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali Ni Putu Suastini Putri, Kapolda Bali Irjen Pol Putu Jayan Danu Putra, Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra, Bupati Karangasem Gede Dana, Kadis Perikanan & Kelautan Provinsi Bali Made Sudarsana, Kadis Perindag Provinsi Bali I Wayan Jarta, hingga Sekda Karangasem I Ketut Sedana Merta.

Gubernur Koster menyebutkan, uyah Bali yang diproduksi di beberapa kawasan pesisir, seperti di Desa Purwekerti (Kecamatan Abang, Karanbasem) dan Desa Tejakula (Kecamatan Tejakula, Buleleng), sangat bagus kualitasnya, bahkan sudah diekspor ke berbagai negara. Selain rasanya gurih dan memiliki cita rasa yang khas, produksi uyah Bali juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani garam di Bali.

Selama ini, kata Gubernur Koster, uyah Bali cukup terganggu pemasarannya di tingkat lokal, karena gempuran pemasaran garam impor. Kondisi ini diperparah lagi adanya alasan standar nasional Indonesia (SNI), yang mewajibkan garam lokal harus ada kandungan yodiumnya. "Padahal, bicara kandungan mineral lain, garam kita luar biasa, punya rasa khas yang tidak bisa disamakan produk daerah lain," jelas Gubernur Koster.

Atas dasar kondisi memprihatinkan inilah, Gubernur Koster menunjukan komitmen membela petani uyah Bali, yang selama puluhan tahun tidak terlindungi dalam berproduksi dan memasarkan produksinya. "Untuk itu saya terbitkan Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemanfaatan Garam Tradisional Lokal Bali," tandas Gubernur yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.

Terkait hal tersebut pula, Gubernur Koster menekankan bahwa ke depan produksi uyah Bali akan terus didorong agar bisa masuk ke pasar dan konsumen lokal Bali. "Apalagi, garam Amed sudah ada HAKI (hak atas kekayaan intelektual)-nya dengan Indikasi Geografis. Saya dorong Kadis Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali agar mengupayakan semua produk garam tradisional Bali segera punya HAKI,” tegas Koster.

Menurut Koster, krama Bali harus bangga dengan produk lokal Bali. Uyah Bali pun punya potensi pasar luar biasa, dengan penduduk Bali yang mencapai 4,3 juta jiwa. Jika pasar lokal Bali ini digarap, potensi ekonominya sangat besar. "Gunakan produk kita sendiri, jangan malah banggakan produk luar. Kalau 4,3 juta penduduk Bali konsumsi uyah Bali, pasti terserap semua produk kita," katanya.

"Saya dorong juga Bapak Bupati Karangasem (Gede Dana) agar sosialisasi penggunaan garam tradisional Bali untuk masyarakat. Mulai hari ini (kemarin) harus konsumsi garam Bali," lanjut politisi senior asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang sempat tiga kali periode duduk di Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali ini.

Sementara itu, Ketua Koperasi Petani Garam Amed, I Nengah Suanda, memuji komitmen Gubernur Koster sebagai pemimpin yang benar-benar satya wacana (setia terhadap janji) dan terbukti. "Ini pemimpin sebenarnya untuk Bali. Langsung datang ke sini untuk melihat petani kita," ujar Nengah Suanda.

Suanda memaparkan, proses produksi uyah Bali lebih kompleks, tanpa penambahan bahan kimia, sehingga harganya lebih tinggi. Khusus di Amed, kata Suanda, produksi garam tradisional lokal Bali mencapai hingga 70 ton per tahun, di mana selama setahun 4 kali panen. “Harga jual garam tradisional berkualitas super mencapai Rp 15.000 per 100 gram (atau Rp 150.000 per kg, Red),” papar Suanda.

Suanda juga menjelaskan, sejatinya uyah Bali produksi petani garam di Amed dan garam tradisional lokal lainnya telah memperoleh pengakuan dan diminati di dunia kuliner. Uyah Bali juga telah dipasarkan secara nasional dan internasional. "Di samping itu, garan tradisional Bali juga telah diekspor ke Jepang, Korea, Thailand, Prancis, Swiss, Rusia, dan Amerika Serikat," beber Suanda. *k16,nat

Komentar