nusabali

Linuh Sasih Kalima Sudah Tertera dalam Lontar Rogha Sanghara Bhumi, Begini Tafsirnya

  • www.nusabali.com-linuh-sasih-kalima-sudah-tertera-dalam-lontar-rogha-sanghara-bhumi-begini-tafsirnya

SEMARAPURA, NusaBali.com - Linuh atau gempa berkekuatan magnitudo 4,8 mengguncang wilayah Bali pada Sabtu (16/10/2021) pukul 03.18 WIB atau 04.18 Wita. Wilayah Kabupaten Bangli dan Karangasem paling kena dampak oleh gempa  tersebut.

Sampai Sabtu siang dilaporkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali terdata tiga korban meninggal dunia dan belasan lainnya luka berat dan ringan. 

Di sisi lain, gempa yang terjadi pada sasih kalima dalam penanggalan Bali, ternyata sudah ditulis oleh leluhur orang Bali pada masa lampau. Leluhur krama Bali menuliskannya pada lontar Rogha Sanghara Bhumi.

“Dalam teks lontar Roga Sanghara Bhumi, apabila gempa terjadi pada sasih kalima merupakan pengundang dewa,” ujar Jero Mangku I Gede Adhinata, pamangku Pura Pajenengan Kawan-Pulasari, Desa Tegak, Klungkung, Sabtu (16/10/2021).  

Jero Mangku Adhinata menjelaskan, kearifan lokal di Bali melihat lindu atau linuh atau gempa ini tidak akan pernah terlepas dari segi unsur mistik. Karena itu dipercaya apabila ada gempa pada sasih tertentu hal itu menjadi pertanda sesuatu. “Pasti ada artinya, hal ini sudah sangat jelas diterangkan pada lontar Rogha Sanghara Bhumi,” kata Jero Mangku.

Jero Mangku yang juga guru Agama Hindu di SMK Negeri 1 Klungkung menegaskan, jika terjadi gempa di sasih kalima, menurut lontar Rogha Sanghara Bhumi hal itu merupakan pertanda baik. Dalam lontar disebutkan, gempa yang terjadi pada sasih kalima merupakan pengatag atau pangundang Dewata. Dewata senang tinggal di bumi.

Sasih kalima juga dipercaya sebagai sasih turunnya para dewa ke bumi, dan sasih baik untuk melakukan atau menggelar upacara Dewa Yadnya. 

Gempa yang terjadi kali ini juga bertepatan dengan rahinan Tumpek Pengatag atau Tumpek Wariga. Jero Mangku Adhinata menyebut gempa yang terjadi bisa diartikan atau dimaknai sebagai pengatag atau pengundang para Dewa turun ke bumi, agar senantiasa memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.

 Hal ini sesuai dengan isi dari lontar Rogha Sanghara Bhumi. “Tentu saja yang kita harapkan semua dengan adanya tanda alam ini adalah sebagai tanda datangnya kerahayuan, kemakmuran alam semesta beserta seluruh isinya,” kata Jero Mangku.

Jero Mangku Adhinata pun mengajak umat Hindu di Bali untuk tidak lupa melakukan persembahyangan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa ketika terjadi linuh atau gempa. Umat Hindu diimbau untuk menghaturkan sesaji upacara di Kahyangan (tempat suci). 

Dimulai dari tingkatan paling kecil sanggah kemulan di rumah masing-masing, hingga pada tingkatan yang paling atas pada Kahyangan Tiga Desa (Bale Agung, Pura Puseh, dan Pura Dalem). 

Disebutkannya, sesaji upacaranya bisa dimulai dari prani, ajuman putih kuning, sampai pada sejaji manut atau sesuai sasih. Akan tetapi hal tersebut tetap mengacu berdasarkan pada desa kala patra setempat. 

“Arti dari semua ini ialah kita sebagai umat manusia diminta agar selalu eling dan waspada. Eling kepada Brahman atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai pencipta alam semesta beserta isinya dan waspada terhadap semua gejala alam, agar semuanya tenteram sejahtera,” pesan Jero Mangku I Gede Adhinata. *adi

Komentar