nusabali

Rencana Pembangunan TPS 3R di Tarukan, Desa Mas Tuai Penolakan Warga

  • www.nusabali.com-rencana-pembangunan-tps-3r-di-tarukan-desa-mas-tuai-penolakan-warga

GIANYAR, NusaBali
Rencana pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Reuse Reduse Recycle (TPS 3R) di wilayah Subak Rapuan, Banjar Tarukan, Desa Mas, Kecamatan Ubud, Gianyar menuai penolakan dari warga setempat.

Alasannya, keberadaan TPS 3R ini dikhawatirkan menebar bau busuk dan membuat kumuh, padahal di sana banyak berdiri akomodasi pariwisata seperti hotel, vila, dan restoran.

Penolakan warga ini terkuak dalam rapat sosialisasi TPS 3R di Bale Banjar Tarukan, Desa Mas, Rabu (13/10) malam. Hal itu juga diakui oleh salah satu warga penyanding, I Wayan Subagia. Dalam keterangan persnya, Kamis (14/10). Alasan penolakan lainnya, kata Wayan Subagia, rencana lokasi TPS 3R tersebut merupakan lahan sawah produktif.

"Bukannya kami menolak rencana pemerintah. Kami sangat mendukung upaya pemerintah dalam pengelolaan sampah. Tapi, kami khawatir baunya dan kesan kumuh. Sebab, ini kan jalur pariwisata, ada banyak vila dan rumah makan di sini,” jelas Wayan Subagia.

Menurut Subagia, dirinya sebagai warga penyanding belum menandatangani berkas rencana pembangunan TPS 3R di Subak Rapuan, Banjar Tarukan tersebut. Pihaknya berharap dapat dicarikan lokasi lain dalam pembangunan TPS 3R. “Saat ini, saya belum ada teken apa-apa. Kalau bisa, carilah lokasi lain yang agak jauh pemukiman,” saran Subagia.

Sedangkan Kepala Dusun (Kadus) Banjar Tarukan, Desa Mas, I Putu Agus Juni Artawan, mengatakan penolakan lokasi TPS 3R tidak saja dilakukan oleh warganya. Menurut Juni Artawan, sebelumnya dua banjar lain di Desa Mas juga menolak TPS 3R, yakni Banjar Juga dan Banjar Bangkilesan.

"Di sana ada lahan desa adat yang harusnya bisa dipakai lokasi pembangunan TPS 3R. Kalau di Banjar Tarukan, tidak ada lahan desa adat," ungkap Juni Artawan secara terpisah, Kamis kemarin.

Sementara itu, Perbekel Mas, Wayan Gede Dharma Yuda, mengakui pihaknya sedang berupaya agar TPS 3R ini bisa dibangun tanpa menimbulkan gejolak. Sebab, tidak semua desa beruntung mendapatkan kucuran dana untuk pembangunan TPS 3R ini.

Menurut Dharma Yuda, sesuai program Gubernur Bali yaitu ‘Desaku Bersih Tanpa Mengotori Desa Lain’, artinya setiap desa wajib mengelola sampah sendiri. “Kemungkinan dalam sosialisasi itu, ada masyarakat yang belum memahami secara betul apa itu TPS 3R. Kebanyakan mengira TPS 3R itu hanya tempat pembuangan akhir,” sesal Dharma Yuda saaat ditemui NusaBali terpisah di Desa Mas, Kamis kemarin.

Dharma Yudha menyebutkan, seharusnya pembangunan TPS 3R itu sudah dimulai Oktober 2021 ini, dengan anggaran sebesar Rp 1,16 miliar. Pembangunannya ditargetkan rampung pertengahan Desember 2021 mendatang.

Dharma Yudha mengakui pemilihan lokasi TPS 3R cukup sulit. Jika memakai lahan milik Pemprov Bali, kendalanya tidak ada akses jalan. Makanya, Desa Mas bersinergi dengan Desa Adat Mas. "Dari 4 desa adat, kami prioritaskan Desa Adat Mas, karena jumlah penduduknya paling banyak. Lahan yang digunakan nanti adalah milik desa adat," katanya.

Hanya saja, lanjut Dharma Yudha, penggunaan lahan desa adat masih mengalami sejumlah kendala. "Karena kita desa wisata, masyarakat berpikir dengan adanya TPS 3R, nanti tamunya malah lari. Padahal, tamu itu kan senang jika sampahnya dikelola dengan baik. Bahkan, kalau bagus pengolahannya, nanti bisa jadi tempat studi banding,” papar Dharma Yudha.

Hal senada juga diungkapkan Bendesa Adat Mas, Wayan Gede Arsania. Menurut Arsania, ada penolakan TPS 3R, mungkin karena masyarakat merasa belum paham. “Konotasi sampah akan kotori wilayah. Padahal, sudah berkali-kali saya sampaikan bahwa TPS 3R itu beda. Kalau TPA, saya sendiri sudah pasti menolak. Tapi, TPS 3R ini sebenarnya pendukung pariwisata. Kenapa saya merasa sangat antusias, karena saya berpikir jangka panjang. Kita suatu saat harus bisa mengelola sampah sendiri," tegas Arsiana.

Disebutkan, Desa Adat Mas sangat berkepentingan dengan TPS 3R, karena sampah tidak akan pernah berkurang. Apalagi, di wilayahnya sedang gencar pembangunan vila, rumah makan, dan hotel. "Kegiatan semakin banyak, otomatis sampah kian banyak. Suatu saat, misalnya Temesi tutup, mau dibawa ke mana sampah itu? Saya akan berusaha mendekati masyarakat, ada yang belum paham tentang masalah ini," tegas Arsiana. *nvi

Komentar