nusabali

41 Desa di Jembrana Belum Punya TPS3R

Sampah Terus Menumpuk di TPA Peh, Kaliakah

  • www.nusabali.com-41-desa-di-jembrana-belum-punya-tps3r

Warga jangan membuang sampah sembarangan dan pilah sampah untuk mempermudah pengolahan.

NEGARA, NusaBali

Penumpukan sampah tak terhindarkan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Peh, Banjar Peh, Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Jembrana. Karena itu, Pemkab Jembrana terus mendorong pembangunan Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) di setiap desa/kelurahan.

Saat ini, dari 51 desa/kelurahan se-Jembrana, baru 10 desa/kelurahan memiliki TPS3R. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Jembrana I Wayan Sudiarta, Minggu (10/10), mengatakan, dalam mencegah terjadinya overload atau kelebihan sampah dari kapasita tampung di TPA Peh, harus dengan mengurangi sampah dari sumbernya di masyarakat.

Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah pembuatan TPS3R berbasis desa dan kelurahan. Tetapi saat ini, belum semua desa memiliki TPS3R. “Dari 51 desa dan kelurahan, baru ada 10 yang sudah memiliki TPS3R. Yang lainnya kami harapkan juga bisa segera membuat,” ujarnya.

Menurut Sudiarta, untuk pembuatan TPS3R berbasis desa/kelurahan itu, bisa diusulkan masing-masing desa/kelurahan. Dari desa perlu menyediakan lahan dan kelompok yang berkomitmen menjalankan pengelolaan sampah untuk kemudian diusulkan mendapatkan bantuan pembangunan maupun sejumlah peralatan pengolahan sampah dari pemerintah. Bahkan lebih baik lagi ketika desa bisa membuat TPS3R secara mandiri.

Di samping mendorong pembuatan TPS3R itu, salah satu kebiasaan penting untuk mengatasi persoalan sampah, yakni kesadaran bersama. Warga jangan membuang sampah sembarangan dan pilah sampah untuk mempermudah pengolahan. “Sampah ini persoalan kita bersama. Tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah,” ucap Sudiarta.

Sejak Mei 2020, sebelumnya dari Pemkab Jembrana juga bekerja sama dengan pihak ketiga untuk mengolah sampah. Melalui pihak ketiga yang memilih Jembrana sebagai lokasi project STOP (stopping the tap on ocean plastics) itu, menyediakan layanan pengambilan sampah dan mengolahnya agar tidak sampai mencemari lingkungan. Namun sejak dijalankan mulai awal tahun 2021, dari 14.000 kepala keluarga (KK) yang ditargetkan berpartisipasi, sementara baru 4.000 KK yang berpartisipasi. Begitu juga tingkat pemilahan sampah dari masyarakat juga diketahui belum maksimal.

Meski belum terlalu maksimal, Sudiarta menambahkan, dengan adanya pilot project STOP itu, sudah cukup membantu dalam mengurangi kebocoran sampah ke lingkungan ataupun sampah yang dibuang ke TPA. Karena melalui program itu juga dilakukan pengolahan sampah secara terpadu. “Kuncinya memang sampah harus diolah. Tidak bisa hanya sekedar dibuang ke TPA,” ujarnya.

Sebelumnya, dalam upaya mengurangi tumpukan sampah di TPA Peh, dari dinas berusaha memindahkan sampah dari TPA Peh untuk ditanam ke lahan milik warga dengan sistem sanitary landfill. Namun belakangan ini, ada sejumlah warga yang mengeluhkan adanya genangan air kotor dan bau yang dikhawatirkan mengganggu kesehatan warga. “Saat ini kita masih menunggu hasil uji lab. Nanti kita pastikan dulu dari hasil lab. Apakah itu mengkhawatirkan atau tidak,” ucapnya. *ode

Komentar