nusabali

MGPSSR dan ITB STIKOM Bali Gelar Dharmatula Nasional

  • www.nusabali.com-mgpssr-dan-itb-stikom-bali-gelar-dharmatula-nasional

DENPASAR, NusaBali.com – Setelah sukses menggelar Shanti Puja Samgraha, Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR) Pusat kembali berkolaborasi bersama ITB STIKOM Bali menggelar Dharmatula Nasional, Jumat (8/10/2021).

Dharmatula atau diskusi nasional di kampus ITB STIKOM Bali ini mengangkat tema ‘Revitalisasi Nilai Budaya Melalui Peningkatan Literasi dan Moderasi Beragama Bagi Warga MGPSSR di Era Modern’. 

Dharmatula yang dilakukan secara daring ini dikhususkan untuk warga Pasek yang jumlahnya di seluruh Indonesia mencapai kisaran 2,7 juta orang. “Jadi jangan salah tafsir, tapi kami ingin ke dalam dengan membangun SDM dulu, kami mulai dengan diri sendiri sebelum kami mengajak orang lain,” jelas Ketua Umum MGPSSRI Pusat Prof Dr I Wayan Wita  SPJ.

Menurutnya, era pandemi telah meluluhlantakkan seluruh sendi kehidupan ekonomi, sosial, budaya, dan moral.  Meski ekonomi terpuruk, mental dan spiritual kita tidak boleh terpuruk. “Sebab kalau terpuruk, waduh hancur leburlah. Karena  definisi sehat sekarang adalah sehat fisik, mental, spiritual dan inovatif ekonomi. Artinya bisa kreatif dan mengurus diri sendiri,” ucap Prof Wita. 

Mantan Rektor Unud ini pun mengingatkan bahwa di era digital ini masyarakat kita bukanlah masyarakat pembaca sehingga  gempuran informasi melalui media sosial tidak disimak secara utuh. Seharusnya dipilah dan dipilih, mana yang baik mana yang tidak, jangan ditelan mentah-mentah karena berdampak pada moral dan etika. 

“Karena itulah Dharmatula Nasional ini digelar untuk memberi pencerahan literasi sehingga nilai budaya dan agama tidak boleh luntur tetapi menjadi perekat kehidupan beragama, bermasyarakat, dan menghargai lingkungan sesuai ajaran Tri Hita Karana,” urai Wita. 


“Kata kuncinya yang paling mendasar, kami ingin mempraktikkan, bahwa kita semua bersaudara atau ‘Vasudhaiva Kutumbakam’, bukan saja sesama warga Pasek atau umat Hindu tetapi juga umat agama lain,” lanjut Wita.

Kolaborasi MGPSSR bersama ITB STIKOM Bali ini adalah kali ketiga. Sebelumnya telah menggelar doa bersama  Shanti Puja Samgraha dan Pasamuan Agung tahun 2020. “Terima kasih kepada ITB STIKOM Bali karena sudah menyediakan tempat dan fasilitas demi kemajuan umat,” kata  Wita.

Sementara itu Wakil Rektor 3 Bidang Kerja Sama dan Inovasi ITB STIKOM Bali I Made Sarjana SE MM mengatakan, kerja sama dengan MGPSSR untuk ketiga kalinya ini sebagai wujud kolaborasi Penta Helix (pemerintah, media, komunitas, bisnis, dan akademisi) dalam meningkatkan pemahaman beragama umat Hindu, khususnya warga MGPSSR dalam menghadapi perubahan zaman yang demikian dasyat dan cepat. 

“Sehingga diharapkan tercipta sikap toleran menuju keseimbangan dan keselarasan secara hirisontal maupun vertical,” kata Sarjana. 

Dharmatula Nasional ini dipandu oleh Dr Nararya Narotama, SE MPar MRech, menghadirkan tiga narasumber, yaitu Ida Pandita Mpu Acharya Jaya Daksa Vedananda dengan materi ‘Arahan Sastra Agama Terkait Perubahan Budaya Beragama di Bali’, Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Acharyananda membawa materi ‘Fenomena Pergeseran Budaya Beragama’, dan Ida Pandita Mpu Jaya Brahmananda dengan materi  ‘Keseimbangan, Moderasi Beragama dalam Hindu Nusantara’. 

Menurut Mpu Acharya Vedananda, beberapa wujud perubahan beragama di Bali dan Nusantara tampak dalam aspek àcàra agama seperti pembuatan bangunan suci (palinggih) di masa lalu tampak sederhana, kini tampak megah. Sarana upacara pitrayajna seperti wadah (bade) dan patulangan lainnya, juga sarana upacara upacara dewayajña seperti penggunaan buah-buahan impor. 

“Melalui literasi revitalisisasi agar warga kita kembali kepada ajaran agama. Untuk itu perlu sikap moderasi beragama. Ini berkaitan dengan sikap kita seperti dua sisi dari sekeping uang logam. Satu sisi adalah dharma agama, bagaimana dia sebagai umat Hindu, di sisi lain adalah dharma negara yaitu umat Hindu menjadi warga negara yang baik,” pesannya.

Bagi Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Acharyananda, Hindu memerlukan landasan dan berbagai jenis filosofi. Mengingat apa yang menarik bagi seseorang, belum tentu menarik bagi orang lain. 

Kemudian apa yang mudah bagi seseorang kemungkinan sulit bagi orang lain. Oleh karena itu diperlukan pandangan yang berbeda. Semua filsafat Hinduisme adalah sudut pandangan yang benar menurut cara mereka sendiri. Ia menuntun para calon spiritual selangkah demi selangkah, setahap demi setahap, hingga mereka mencapai puncak kemuliaan spiritual. 

“Egaliterian dan toleransi itu, menyebabkan Hindu hadir dengan berbagai kemasan sesuai tingkat pendukung kebudayaan suatu masyarakat,” tutur Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Acharyananda.

Sementara itu Mpu Jaya Brahmananda menekankan bahwa  moderasi ini penting karena ditengarai saat ini ada praktik beragama yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan, munculnya tafsir agama yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara pengetahuan, hingga mulai terlihat cara beragama yang merusak ikatan kebangsaan. 

“Karena itu moderasi beragama adalah  konsepsi ‘jalan tengah’ di dalam melaksanakan ajaran agama, menghindari sikap dan perilaku ekstrim  radikal, berisikan prinsip keseimbangan, dan memberi ruang-ruang bagi berbagai bentuk perbedaan. Moderasi beragama adalah prasyarat terjadinya kerukunan,” katanya. *mao


Komentar