nusabali

Krama Desa Adat Liligundi Datangi DPRD Karangasem

Minta Bantuan Selesaikan Masalah Perarem yang Bertentangan dengan Awig-awig

  • www.nusabali.com-krama-desa-adat-liligundi-datangi-dprd-karangasem

Bendesa Adat Liligundi, Ketut Alit Suardana, ingatkan setiap persoalan adat mestinya diselesaikan Majelis Desa Adat, bukan intervensi lembaga lain seperti DPRD

AMLAPURA, NusaBali

Sejumlah tokoh dan krama Desa Adat Liligundi, Kecamatan Bebandem, Karangasem mendatangi Kantor DPRD Karangasem di Amlapura, Kamis (9/9) pagi. Mereka minta bantuan kepada DPRD Karangasem untuk jembatani penyelesaian konflik berkepanjangan terkait disahkannya perarem mengenai syarat ngadegang bendesa adat, yang dinilai bertentangan dengan awig-awig.

Kedatangan tokoh-tokoh Desa Adat Liligundi ke Kantor DPRD Karangasem di Jalan Ngurah Rai Amlapura, Kamis pagi pu pukul 09.00 Wita, dikoordinasikan mantan Bendesa Adat Liligundi, I Komang Wenten, didampingi Kelian Pecalang I Made Sukadana. Mereka diterima Wakil Ketua DPRD Karangasem dari Fraksi Golkar, I Nengah Sumardi, di Wantilan Kantor Dewan.

Made Sukadana membeberkan, permasalahan yang terjadi di Desa Adat Liligundi sudah berlangsung sejak tahun 2019, setelah masa jabatan I Ketut Alit Suardana sebagai bendesa adat berakhir. Namun, masa jabatannya terus dierpanjang. Kemudian, Desa Adat Liligundi membentuk panitia untuk membuat perarem (tata tertib) ngadegang bendesa adat.

Menurut Sukadana, inti persoalannya adalah perarem yang dihasilkan dinilai bertentangan dengan awig-awig Desa Adat Liligundi. Dalam perarem tersebut, ditetapkan salah satu syarat calon bendesa adat haruslah tamatan SMP berijazah. Padahal, dalam awig-awig Desa Adat Liligundi, tidak ada persyarat calon bendesa seperti itu. “Yang ada, syarat calon bendesa adat adalah wikan mamawos kalih nyurat aksara Bali utawi latin. Tidak ada disebutkan wajib berijazah SMP,” terang Sukadana.

Terjadilah pergolakan akibat perarem yang dinilai bertentangan dengan awig-awig tersebut. Krama Desa Adat Liligundi menuntut agar perarem tersebut dicabut, namun upayanya tidak membuahkan hasil. Akumulasi kekecewaan krama Desa Adat Liligundi memuncak 20 Agustus 2021 lalu. Ketika itu, mereka menggelar deklarasi kesepakatan untuk memboikot seluruh agenda Desa Adat Liligundi. Deklarasi saat itu dila-kukan di Bale Banjar Adat Liligundi Kaja.

Menurut Sukadana, di internal Desa Adat Liligundi dan Majelis Desa Adat (MDA) Kecamatan Bebandem telah beberapa kali dilakukan mediasi masalah ini. Namun, sampai sekarang belum ada titik temu. Itu sebabnhya, kalangan tokoh Desa Adat Liligundi minta bantuan DPRD Karangasem.

"Kami mohon bantuan DPRD Karangasem untuk menjembatani, agar persoalan ini segera berakhir. Kami berharap proses ngadegang Bendesa Adat Liligundi nantinya bisa berjalan sesuai awig-awig yang berlaku," harap Sukadana seusai menyerahkan berkas persoalan Desa Adat Liligundi kepada Wakil Ketua DPRD Karangasem, Nengah Sumardi.

Harapan serupa juga disampaikan mantan Bendesa Adat Liligundi, I Ko-mang Wenten, yang kemarin ikut datang ke Kantor DPRD Karangasem. "Tuntutan krama hanya satu, cabut perarem yang bertentangan dengan awig-awig. Sampai sekarang, tuntutan itu belum dikabulkan," tegas Komang Wenten.

Padahal, kata Komang Wenten, ada surat yang disembunyikan Bendesa Adat Liligundi I Ketut Alit Suardana dan Bendesa Alitan MDA Kecamatan Bebandem, I Nyoman Ganti. Surat yang disembunyikan itu dikeluarkan MDA Kabupaten Karangasem dengan Nomor 39/MDA-Kr.Asem/III/2020 tanggal 11 Maret 2020, yang ditandatangani Bendesa Madya MDA Kabupaten Karangasem I Wayan Artha Dipa---yang juga Wakil Bupati Karangasem.

Versi Sukadana, isi surat MDA Karangasem itu intinya meminta agar panitia pembentukan perarem kembali berpedoman kepada awig-awig Desa Adat Liligundi dan ketentuan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Karangasem, Nengah Sumardi, berjanji akan menjembatani penyelesaian kasus di Desa Adat Liligundi ini. Nengah Sumardi pun segera akan menelusuri persoalan di Desa Adat Liligundi tersebut, berkoordinasi dengan MDA Kecamatan Bebandem dan MDA Kabupaten Karangasem.

Nengah Sumardi sepakat kalau perem yang dibuat desa adat mana pun harus sesuai dengan awig-awig yang berlaku. "Mestinya membuat perarem berpedoman kepada awig-awig. Permasalahan yang terjadi di Desa Adat Liligundi kan perarem bertentangan dengan awig-awig," jelas politisi Golkar asal Banjar Kreteg, Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem yang notabene adik kandung mantan Bupati Kaerangasem (2005-2016), I Wayan Geredeg ini.

Dikonfirmasi NusaBali terpisah, Kamis kemarin, Bendesa Adat Liligundi, Ketut Alit Suardana, bergeming atas kedatangan para tokoh desanya ke DPRD Karangasem. "Itu hak warga masyarakat me-nyampaikan aspirasi. Hanya saja, setiap persoalan adat mestinya diselesaikan di desa adat, lebih tinggi lagi ke MDA Kecamatan, MDA Kabupaten, dan MDA Provinsi. Jika lembaga lain intervensi, itu keliru. Itu tidak sesuai amanat Perda Nomor 04 Tahun 2019," dalih Alit Suardana.

Sebelumnya, 151 krama deklarasi untuk memboikot semua kegiatan Desa Adat Liligundi, di Bale Banjar Liligundi Kaler, 20 Agustus 2021 lalu. Deklarasi dikoordinasikan oleh I Komang Wenten, salah satu tokoh yang mantan Bendesa Adat Lilidundi.

Ada 12 item pernyataan penolakan yang dibacakan juru bicara aksi, I Komang Wenten, dalam deklarasi boikot semua kegiatan Desa Adat Liligundi kemarin. Pertama, menolak bayar upeti pelaba pura. Kedua, menolak membayar pengopog (krama Desa Adat Liligundi yang bertempat tinggal di luar desa bayar sesabu, Red). Ketiga, menolak pembayaran penyamping. Keempat, tidak akan mencari upasaksi saat upacara pawiwahan (pernikahan).

Kelima, tidak melakukan permakluman saat hendak menguburkan jenazah jika terjadi kematian. Keenam, tidak mencari upasaksi dari prajuru adat saat menggelar upacara Panca Yadnya. Ketujuh, menolak bayar urunan. Kedelapan, menolak hadirkan teruna-teruni yang ikut Sekaa Teruna-teruni (STT).

Kesembilan, menolak hadirkan krama yang ikut sekaa gong. Kesepuluh, melakukan penyambungan langsung saluran air tanpa ada meteran. Kesebelas, menolak pembagian pipil banten (pembagian membuat banten) ketika ada piodalan. Keduabelas, menolak segala bentuk petedunan, kecuali untuk bahas isi perarem. *k16

Komentar