nusabali

Pandi, Seniman Nyentrik asal Ubud: Biar Buduh yang Penting Seger

  • www.nusabali.com-pandi-seniman-nyentrik-asal-ubud-biar-buduh-yang-penting-seger

GIANYAR, NusaBali.com –  Koordinator Staf Khusus Presiden RI, AAGN Ari Dwipayana, menerima dan memamerkan karya seniman Ubud Nyoman Sutarja yang menggoreskan lukisan Jokowi. Siapakah sebenarnya sosok pelukis yang akrab disapa Pandi ini?

Pandi adalah seniman kelahiran Ubud Kaja, Gianyar, pada 4 Februari 1980. Dunia lukis yang digelutinya sejak usia 14 tahun itu pun menjadi mata pencahariannya. “Saya hanya menempuh sekolah dasar saja di SD 7 Mas, Ubud. Setelah itu saya bertekad untuk hidup dari berkesenian,” kata Pandi saat ditemui di kawasan Bukit Campuhan Ubud, Selasa (7/9/2021).

Pandi pun memiliki slogan khusus yang ia gaungkan di setiap karyanya. Adapun slogan tersebut yakni ‘Biar Buduh yang Penting Seger' atau Walaupun Gila yang Penting Sehat. “Buduh (gila) dalam artian buduh belajar, menggali sesuatu yang dapat bermanfaat di kemudian hari. Karena di masa pandemi seperti ini, masyarakat mengalami kesulitan ekonomi yang luar biasa. Jadi sangat bersyukur untuk bisa tetap waras, dan sehat di masa sulit seperti saat ini,” ungkapnya.

Tekad Pandi dalam berkesenian pun telah membuahkan hasil, sehingga pada tahun 2000 dirinya telah memiliki sebuah galeri yang bernama Pandi Nekat Gallery yang berlokasi di Uma Subak Sok Wayah, Ubud. Galeri ini menjadi tempatnya memamerkan sekaligus menjual karyanya.  

Pada 12 Maret 2019, Pandi juga sempat mengadakan painting exhibition dengan judul ‘The Blue of Pandi’ di ‘No Problem Gallery' Jalan Gotama Selatan Ubud.  

Adapun rentang karya lukisnya bervariasi, ada yang dibanderol Rp 20 juta, dan ada juga yang siap dilepas dengan banderol Rp 1 juta saja.  “Syukur dengan hasil berkesenian, menjual lukisan, saya mampu menghidupi keluarga kecil saya,” ujar ayah empat orang anak ini.

Pandi sendiri dalam kesehariannya dikenal dengan penampilan nyentrik.  Pandi mengakui bahwa penampilan nyentrik dan unik merupakan salah satu teknik pemasaran karyanya, agar dapat menyita perhatian masyarakat sekitar.

“Tapi memang pada dasarnya saya suka mengenakan kamen (kain), saya sengaja mengonsepkan penampilan seperti ini selain merupakan sebuah strategi marketing, saya sebagai seorang seniman ingin tampil bebas,” kilah Pandi.

Dengan penampilannya yang nyentrik dan unik tersebut, Pandi mengatakan tidak jarang masyarakat mengira dirinya adalah seorang pamangku. “Dulu rambut saya gimbal, dan sering dikira masyarakat sekitar Ubud saya ini pamangku. Karena saya capek meluruskan hal itu, akhirnya saya potong rambut, dengan harapan masyarakat tidak mengira saya seorang pamangku,” tuturnya.

Lalu bagaimana dengan karya lukis Jokowi yang diserahkan ke Ari Dwipayana yang juga Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud pada Sabtu (4/9/2021) lalu? Ternyata lukisan itu sudah dibikin Pandi pada 2018.

Saat itu Pandi juga memproduksi baju lukisan Jokowi. “Saat itu dengan dana pribadi saya cetak 200 buah baju bergambar sosok Presiden RI Jokowi, dan saya bagikan secara gratis ke masyarakat sekitar Ubud, karena kekaguman saya dengan sosok Presiden RI yang sederhana,” ujar Pandi.

Bukan hanya melukis, sejak setahun terakhir Pandi pun aktif menjadi seniman patung. “Sebenarnya sudah mulai dari 2016 saya senang mematung, tapi hanya berlangsung 1 bulan saja pada saat itu. Dan saya mulai lagi pada tahun 2020, konsisten setiap 1 jam per hari hingga saat ini,” ujarnya.

Kesibukannya mematung diakui tak lepas dari situasi pandemi yang melanda sejak awal 2020. Diakuinya bahwa masa pandemi berdampak terhadap tingkat penjualan lukisannya, dan untuk mengobati rasa cemas dan kekhawatiran tersebut, dirinya memilih aktivitas mematung.

Hingga saat ini patung yang telah diselesaikannya berjumlah 400 buah dan dijejerkan di sekitar Sungai Campuhan, Ubud. “Target saya membuat 1.800 buah patung, dan saya rencanakan rampung pada tahun 2025, nanti patung tersebut akan saya susun menyerupai gunung, untuk lokasinya di mana saya juga belum terpikirkan, tapi saya optimis nanti akan menjadi daya tarik yang memiliki potensi,” tuturnya.

Pada saat mematung pun, Pandi mengatakan bahwa dirinya hanya menggunakan sebilah blakas (alat potong khas Bali) dengan memanfaatkan batu paras yang sudah ada di Sungai Campuhan. “Gaya pahatan yang saya buat, yakni dengan konsep setengah jadi, yang berkaca kepada patung gaya kuno zaman dahulu,” ujarnya.

Satu lagi yang kini digelutinya adalah menjual karyanya yang dicetak pada  t-shirt dengan berbagai kalimat. Salah satunya berbunyi ‘Belajar dari Kesombongan’. “Pandemi ini mengajarkan bahwa masyarakat sekarang sedang bercermin, dan belajar dari kesombongan. Contohnya saya dulu, jika pada saat berjualan lukisan jika harganya tidak cocok, saya tidak akan lepas. Namun saat ini di masa pandemi, berapa pun dibuka harga, saya akan pertimbangkan, demi memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujarnya.

Pandi pun berharap agar pandemi segera berakhir, dan dirinya dapat memaksimalkan aktivitas jual beli lukisannya. “Bagi para sesama seniman di luar sana, saya harap agar selalu dapat menjaga semangatnya, tetap berkarya, dan bagi para seniman senior, agar memperhatikan keberadaan para seniman bawah,” harap Pandi. *rma

Komentar