nusabali

Perajin Arak-Aparat Tak Lagi Kucing-kucingan

Berkat Pergub 01 Tahun 2021 Diterbitkan Gubernur Koster

  • www.nusabali.com-perajin-arak-aparat-tak-lagi-kucing-kucingan

DENPASAR, NusaBali
Salah satu dari 40 regulasi yang diterbitkan Gubernur Bali Wayan Koster dalam 3 tahun kepemimpinannya adalah Pergub Nomor 01 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.

Berkat Pergub 01/2020 ini, para perajin arak dan minuman sejenisnya kini tidak lagi harus kucing-kucingan dengan aparat keamanan karena dianggap berproduksi secara ilegal. Salah satu perajin arak asal Desa Tri Eka Bhuana, Kecamatan Sidemen, Karangasem, I Gede Artayasa, 32, menceritakan 3a tahun kepemimpinan Gubernur Koster sangat dirasakan sentuhannya oleh perajin arak dan petani (tukang panjat tuak bahan membuat arak). Sebelum adanya Pergub 01/2020, kata Gede Artayasa, para perajin arak sering berurusan dengan aparat kepolisian.

"Ya, namanya minuman keras ilegal, ya sering dikejar-kejar aparat. Saya pernah tinggalkan bahan baku arak karena takut aparat datang. Kucing-kucingan-lah kita. Itu sebelum ada Pergub Nomor 01 Tahun 2020 yang dikeluarkan di era Gubernur Koster," tutur Artayasa kepada NusaBali, Senin (6/9).

Sayangnya, kata Artayasa, Pergub Nomor 01 Tahun 2020 ini juga ada efek bagi persaingan di dunia minuman arak. Dengan Pergub Nomor 01 Tahun 2020 ini, muncul perajin arak rumahan di seluruh Bali bak jamur di musim hujan, sehingga membuat persaingan semakin ketat. Kalau kualitasnya bagus sih tidak masalah. Tetapi, sekarang berjamuran perajin arak rumahan tanpa melihat kualitas.

“Kuantitas berjibun dengan harga murah ini justru menjadi kekhawatiran kami yang memang benar-benar memproduksi arak dengan cara tradisional yang khas," keluh perajin yang dulunya bercita-cita menjadi guru, namun gagal ini.

Kenapa perajin arak rumahan menjamur? "Ya, karena ada regulasi, sehingga perajin arak tak lagi diuber-uber aparat. Mereka yang ingin berbisnis minuman melihat ini sebagai peluang. Muncul-lah perajin arak rumahan di pelosok Bali, karena masyarakat tahunya arak sekarang sudah legal. Padahal, regulasinya yang saya pahami ada ketentuan tentang tata kelola, tidak bebas sebebas-bebasnya," sergah Artayasa.

"Saya malah dengar ada arak dibuat dari kerajinan rumahan dengan bahan baku yang bukan dari tuak (irisan bunga kelapa, pohon jaka dan sejenisnya), melainkan menggunakan gula. Ini harus jadi perhatian pemerintah juga," katanya.

Dari sisi ekonomi, kata Artayasa, kalau kondisi pariwisata Bali tidak diterjang pandemi Covid-19 seperti sekarang, pemasaran arak dari perajin arak Karangasem bisa masuk ke hotel dan restoran di Bali. "Arak Bali ini sebenarnya bisa angkat perekonomian masyarakat Bali, terutama petani arak. Namun, pandemi Covid-19 buyarkan segalanya," papar perajin arak jebolan Universitas Mahasaraswati Denpasar ini.

Sementara itu, perajin arak lainnya asal Kelurahan Sumerta, Kecamatan Denpasar Timur, I Nyoman Ari Juliarsana, mengatakan terbitnya Pergub Bali Nomor 01 Tahun 2020 cukup menguntungkan petani arak di Bali. "Pergubnya sangat bagus. Cuma, kita belum bisa bergerak maksimal, karena masih pandemi Covid-19," ujar perajin yang punya pengolahan arak di Buleleng ini.

Menurut Jularsana, ide menerbitkan Pergub Nomor 01 Tahun 2020 dilakukan Gubernur Koster yang ingin melindungi produksi minuman arak Bali ini, merupakan terobosan bagus. "Bagi saya, kebijakan Gubernur Koster dalam 3 tahun kepemimpinannya cukup bagus. Sayang, dalam situasi pandemi Covid-19 ini, siapa pun jadi pemimpin, tidak bisa memenuhi keinginan semua orang," jelas lulusan Fakultas Pertanian Unud ini.

Menurut Juliarsana, Pergub Nomor 01 Tahun 2020 memberikan dampak signifykan di akar paling bawah (perajin arak). Sebab, perajin arak tidak lagi sembunyi-sembunyi dalam berproduksi.

"Tukang ambil tuak juga berani ambil tuak secara terbuka, mereka berani melakukan destilasi di rumah. Beda sebelum ada Pergub 01 Tahun 2020, perajin sembunyi-sembunyi mendestilasi di hutan, bahkan di kandang babi atau kandang sapi. Kalau ada petugas datang, mereka tinggalkan begitu saja, karena tidak mau ambil risiko berurusan dengan aparat," terang Juliarsana.

Juliarsana menyebutkan, sekarang arak Bali sudah diproduksi dengan kualitas bagus yang bisa bersaing dengan minuman jenis lain dari luar negeri. "Perajin arak Bali sekarang bisa menghidupi keluarga. Cuma, belum maksimal, karena pemasaran masih terkendala pandemi Covid-19. Tapi, Pergub Nomor 01 Tahun 2020 sangat positif mengangkat nasib petani arak," beber Juliarsana. *nat

Komentar