nusabali

Disanksi Sendirian, Agung Raka Nakula Merasa Kena Lepetan

‘Saya Orang Hukum, Tak Mungkin Keluar dari Mekanisme & Regulasi’

  • www.nusabali.com-disanksi-sendirian-agung-raka-nakula-merasa-kena-lepetan

DENPASAR, NusaBali
Komisioner Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Bali, Anak Agung Gede Raka Nakula, menjadi satu-satunya dari 10 teradu yang dijatuhi sanksi peringatan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait kasus Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) bernilai Rp 0 Caleg DPRD Bali dari NasDem Dapil Buleleng, Dr Somvir, di Pileg 2019 lalu.

Atas sanksi yang dijatuhkan DKPP dalam sidang putusan, Rabu (1/9), Gung Raka Nakula merasa kena lepetan. Gung Raka Nakula menyebutkan, dirinya sudah ada kleteg (firasat) akan kena sanksi dalam kasus LPPDK Nol Dr Somvir ini saat majelis hakim membacakan kesimpulan dan terakhir putusan terhadap para teradu. "Begitu saya selaku teradu II disebut tidak melaksanakan peran sebagai divisi hukum, saya sudah punya kleteg bahwa sanksi akan mengarah ke saya. Kaget juga, ya sepertinya ini memang lepetan saya," ujar Raka Nakula kepada NusaBali seusai sidang DKPP, Rabu kemarin.

Raka Nakula merasa sudah melaksanakan tugas sesuai dengan regulasi dan aturan berlaku dalam Pemilu 2019, namun masih juga kena sanksi peringatan. Menurut Raka Nakula, KPU Bali secara regulasi sudah melaksanakan tugasnya on the track. Sementara dalam laporan LPPDK Nol Dr Somvir itu, Bawaslu Bali punya kewenangan mengawasi dan itu sudah ada keputusan dari Bawaslu Bali. Namun, justru Raka Nakula sendirian yang kena sanksi peringatan.

"Tetapi, kepala saya tegak terkait putusan DKPP. Ya, Anda (wartawan, Red) tahulah kinerja saya sejak masih di KPU Kabupaten Badung. Saya sebagai Komisioner Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Bali sudah berusaha melaksanakan fungsi dan tugas," tandas mantan Ketua KPU Badung 2013-2018 ini.

Terkait sanksi peringatan untuk dirinya yang dibacakan kemarin, Raka Nakula merasa DKPP menginginkan ada terobosan out the box dalam penanganan kasus LPPDK Nol Dr Somvir. Perlu ada terobosan hukum oleh Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Bali, dengan aktif menanyakan kepada parpol kenapa dana kampanye caleg bernilai nol.

"Saya orang hukum, tidak mungkin keluar dari aturan, mekanisme, dan regulasi. Dalam LPPDK yang disampaikan peserta Pemilu, itu adalah kewenangan Kantor Akuntan Publik. Patuh dan tidak patuh terhadap LPPDK itu kan Kantor Akuntan Publik punya kewenangan,” jelas pegiat kepemiluan asal Banjar Teruna, Desa Siangan, Kecamatan Gianyar jebolan Fakultas Hukum Universitas Mataram, NTB ini.

“Yang saya tangkap, majelis hakim DKPP ingin ada terobosan regulasi untuk mewadahi kasus yang dilaporkan masyarakat. Tetapi, kan tidak mungkin saya keluar dari regulasi yang ada," lanjut Raka Nakula, yang notabene adik kandung mantan Ketua KPU Bali Anak Agung Gede Oka Wisnumurti.

Yang aneh, kata Raka Nakula, kasus LPPDK Nol Dr Somvir yang sebelumnya sudah diselesaikan dengan regulasi dan mekanisme, malah baru meledak lagi di tahun 2021—setelah 2 tahun Dr Somvir duduk di DPRD Bali. Dan, justru mengarah ke pengaduan terhadap dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.

Padahal, menurut Raka Nakula, dalam fakta persidangan Bawaslu Bali, saksi-saksi lainnya seperti partai politik, secara jelas mengatakan KPU Bali sudah melaksanakan tugas sesuai dengan aturan. Saksi-saksi pengadu juga sama sekali tidak bersaksi untuk KPU Bali.

"Para saksi dari pengadu dalam sidang jelas mengatakan mereka bersaksi terhadap putusan Bawaslu Bali dalam kasus LPPDK Dr Somvir. Tetapi, ya nggak tahu juga malah saya yang kena sanksi. Ya itu tadi, ini sudah lepetan saya. Putusan majelis hakim sudah final. Namun, sebagai orang hukum, saya kaget juga," keluh Raka Nakula.

Apakah ada upaya melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas sanksi dari DKPP? "Saya belum mengarah ke sana. Salinan putusannya juga belum saya terima. Tunggu saja dulu," tandas Raka Nakula. *nat

Komentar