nusabali

Berubah, Berkembang Lalu Hilang

  • www.nusabali.com-berubah-berkembang-lalu-hilang

Dalam susastra Hindu, terdapat tiga kekuatan, yaitu utpetti, stiti, pralina-- kelahiran, kehidupan, dan kematian.

Sebuah rangkaian yang terjalin erat dan tak-terbendung oleh ruang, waktu, maupun patrum! Kelahiran adalah pewujud reinkarnasi yang berulang. Kehidupan merupakan perpaduan atman dengan badan jasmani. Dan, kematian melepas atman dari sthula sarira (badan fisik).Tak seorangpun bisa menyangkal apalagi mengingkari ketiganya dengan dalih apapun!

Dalam kebudayaan, peristiwa berubah, berkembang, dan menghilang bukan suatu keanehan. Kebudayaan dapat berubah, berkembang, dan bahkan menghilang seiring perubahan ruang, waktu dan patrum. Misalnya, kebiasaan yang dilakukan secara berulang dengan tradisi sama, dari waktu ke waktu berbeda, ruang ke ruang tak sama, atau patrum ke patrum tak sama, merupakan kewajaran bukan keanehan apalagi kegilaan. Hanya ketiga peristiwa budaya itu ada yang berlangsung cepat, dan ada juga yang berlangsung amat lambat!

Perubahan dalam cara atau ukuran tidak memicu kegelisahan atau protes. Perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan sebuah institusi. Tanpa adanya perubahan, dapat dipastikan usia institusi tidak akan bertahan lama. Perubahan bertujuan agar institusi tidak menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman. Misalnya, seorang pemimpin lembaga keagamaan dan/atau adat terdorong untuk melakukan perubahan visi dan strategi yang didasarkan pada asumsi tentang keadaan di masa depan. Menurut Purwasih dan Kusumantoro, penulis buku Perubahan Sosial, perubahan sosial merupakan variasi cara hidup yang telah diterima, dikarenakan perubahan geografis, kebudayaan, komposisi penduduk, ideologi, maupun adanya penemuan baru. Perubahan demikian tidak diprotes atau direaksi negatif!

Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi yang lebih kompleks.  Misalnya, perkembangan anak yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Pengembangan budaya adalah proses meningkatkan atau mempertahankan kebiasaan yang ada pada masyarakat.  Hal ini menggambarkan bagaimana budaya dan masyarakat itu berubah dari waktu ke waktu, ruang ke ruang, dan sekat ke sekat ! Umumnya, perkembangan demikian dipandang alamiah dan positif.

Hilangnya sebuah khasanah sosial, budaya, ataupun religius sering disedihkan, diprotes, atau bahkan dilawan sengit. Misalnya, arsitektur Bali sering tidak menaati aturan dalam mendirikan bangunan. Konsep tata ruang Tri Loka atau Tri Angga sudah hilang tergantikan dengan arsitektur minimalis. Orientasi kosmologi, Nawa Sanga atau Sanga Mandala, diabaikan sehingga  tidak menyediakan natah atau ruang terbuka. Di jaman dahulu orang menggunakan sikut, sehingga bangunan sesuai dengan proporsi, kenyamanan dan menyenangkan.

Saat ini, krama Bali sedang menghadapi sasab merana dari Covid-19. Mengingat seriusnya efek yang ditimbulkan, maka  krama harus memikirkan  untuk menunda, mengefisiensikan, atau memperkecil ukuran pelaksanaan acara sosial dan keagamaan. Eksistensi diproporsikan, tetapi esensinya masih melekat ! Membersihkan diri, menjaga jarak, dan menaati prokes adalah proporsi eksistensial. Sedangkan, membentuk dan menjaga imunitas diri adalah esensi dari perlawanan terhadap Covid-19. Menetralisir virus secara niskala sebaiknya diubah caranya disesuaikan dengan ruang, waktu dan patrumnya! Kedekatan diri dengan yang lain harus diatur jaraknya, kebersihan fisik akan meningkatkan kepercayaan diri.

Kebudayaan Hindu Bali memercayai banyak cara niskala dalam menanggulangi wabah. Misalnya, memasang penolak bala di pintu masuk rumah tanpa harus ke luar rumah; menghaturkan pejati di rumah , atau menyuguhkan nasi wong-wongan. Upacara-upacara ini dapat dilakukan di rumah masing-masing!  Semoga upaya baik mendatangkan kebaikan dan keberhasilan dalam menanggulangi wabah Covid-19. *

Prof.Dewa Komang Tantra,MSc.,Ph.D.

Komentar