nusabali

Bendesa Liligundi Sebut Pemboikotan Kegiatan Adat Menyesatkan

  • www.nusabali.com-bendesa-liligundi-sebut-pemboikotan-kegiatan-adat-menyesatkan

AMLAPURA, NusaBali
Bendesa Adat Liligundi, Desa/Kecamatan Bebandem, Karangasem I Ketut Alit Suardana menilai pemboikotan 12 kegiatan adat yang diatur dalam perarem oleh oknum krama Desa Adat Liligundi, di jaba Pura Gunung Siddi, Bale Banjar Adat Liligundi Kaler, Jumat (20/8) menyesatkan.

Sebab berlakunya 12 perarem itu telah berlangsung turun temurun, sejak awig-awig Desa Adat Liligundi diberlakukan. Apalagi hal itu dilakukan buntut ketidakpuasan atas perarem yang telah disahkan tentang tata cara ngadegang (pemilihan) Bendesa Adat Liligundi.

Bendesa Adat Liligundi, I Ketut Alit Suardana mengungkapkan Perarem Desa Adat Liligundi tentang tata cara ngadegang (pemilihan) Bendesa Adat Liligundi ini bernomor 05 tahun 2020 disepakati melalui paruman pada 12 Februari 2020 di Pura Desa Adat Liligundi.

“Sebelum perarem dibahas terlebih dahulu menggelar sosialisasi, selanjutnya menggelar paruman membahas pembentukan perarem dihadiri panca angga, sabha desa, prajuru Banjar Adat Liligundi Kaler, dan prajuru Banjar Adat Liligundi Kelod sebanyak 118 orang,” ujar Bendesa Alit Suardana saat ditemui di Sekretariat MDA Karangasem Jalan Ngurah Rai Amlapura, Sabtu (21/8) siang.

Dia menambahkan, setelah perarem disahkan sesuai awig-awig dan Surat Edaran MDA Provinsi Bali Nomor 006/MDA Provinsi Bali, dan Perda Nomor 04 tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, lalu muncul surat keberatan yang dilayangkan salah satu krama I Wayan Santr. Dia menyatakan keberatan atas isi perarem. Protes dilayangkan ke Majelis Desa Adat (MDA) Karangasem yang saat itu Bendesa Madya dijabat I Wayan Arta Dipa.

"Kami tegaskan dalam hal ini menyangkut mekanisme pembentukan perarem, tidak ada dokumen yang disembunyikan," tegas Alit Suardana, yang kini juga menjabat Bendesa Madya MDA Karangasem ini. Tetapi lanjut Alit Suardana, protes krama tetap berlanjut menuntut agar perarem dicabut. Kasus ini hingga dimediasi MDA Kecamatan Bebandem sebanyak tiga kali, namun belum menemukan solusi.

Alit Suardana menegaskan desa adat tidak punya kewenangan mencabut perarem, karena telah didaftarkan atau diregistrasi di MDA Provinsi Bali, kecuali perarem itu digugat. Sementara Bendesa Alitan MDA Kecamatan Bebandem I Nyoman Ganti juga menegaskan tidak ada dokumen yang disembunyikan terkait krama yang mempersoalkan isi perarem dinilai bertentangan dengan awig-awig. Salah satu syarat calon bendesa yang sangat krusial hingga menimbulkan masalah berkepanjangan, yakni dengan dicantumkannya syarat mesti tamatan SMP berijazah. Padahal menurut awig-awig Desa Adat Liligundi pasal 29 ayat (4) pemilihan bendesa adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penunjukan prajuru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur awig-awig atau perarem. Dalam awig-awig diatur syarat calon bendesa, wikan mamawos kalih nyurat aksara Bali utawi latin (mahir berkomunikasi, menulis aksara Bali dan latin). Sehingga dalam awig-awig tidak disebutkan wajib berijazah.

Sedangkan masa jabatan I Ketut Alit Suardana berakhir tahun 2019, agar tidak terjadi kekosongan jabatan Bendesa Adat Liligundi, maka dilakukan perpanjangan jabatan sampai batas waktu ditetapkannya bendesa definitif.

Namun pernyataan ini dibantah Kelian Pecalang Desa Adat Liligundi I Made Sukadana.

Menurutnya surat yang disembunyikan pihak Bendesa Adat Liligundi dan Bendesa Alitan Kecamatan Bebandem dikeluarkan MDA Karangasem Nomor 39/MDA-Kr.Asem/III/2020, per 11 Maret 2020, ditandatangani Bendesa Madya MDA Karangasem I Wayan Arta Dipa. Isinya adalah agar panitia pembentukan perarem kembali berpedoman kepada awig-awig

Desa Adat Liligundi dan ketentuan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 tahun 2019. Juga ditekankan agar menghormati hak-hak masyarakat secara baik dan benar.

"Surat ini kami dapatkan di MDA Kecamatan Bebandem saat mediasi ketiga, Rabu (21 April 2021) sebelumnya cukup lama disembunyikan," jelas Sukadana. Adanya surat yang disembunyikan serta tuntutan perarem agar dicabut tidak kunjung terkabulkan, menurut Sukadana, memunculkan akumulasi kekecewaan warga sehingga memboikot 12 kegiatan adat yang diatur dalam perarem.

Pertama, menolak bayar upeti pelaba pura. Kedua, menolak membayar pengopog (krama Desa Adat Liligundi yang bertempat tinggal di luar desa bayar sesabu, Red). Ketiga, menolak pembayaran penyamping. Keempat, tidak akan mencari upasaksi saat upacara pawiwahan (pernikahan).

Kelima, tidak melakukan permakluman saat hendak menguburkan jenazah jika terjadi kematian. Keenam, tidak mencari upasaksi dari prajuru adat saat menggelar upacara Panca Yadnya. Ketujuh, menolak bayar urunan. Kedelapan, menolak hadirkan teruna-teruni yang ikut Sekaa Teruna-teruni (STT).

Kesembilan, menolak hadirkan krama yang ikut sekaa gong. Kesepuluh, melakukan penyambungan langsung saluran air tanpa ada meteran. Kesebelas, menolak pembagian pipil banten (pembagian membuat banten) ketika ada piodalan. Keduabelas, menolak segala bentuk petedunan, kecuali untuk bahas isi perarem.

Sebelumnya diberitakan Krama Desa Adat Liligundi, Desa Bebandem, Kecamatan Bebandem, Karangasem bergolak karena kecewa atas disahkannya perarem mengenai syarat-syarat calon bendesa yang dianggap bertentangan dengan awig-awig. Krama desa pun deklarasi untuk memboikot semua kegiatan Desa Adat Liligundi. Deklarasi pernyataan sikap untuk boikot kegiatan desa adat tersebut digelar krama setempat di Bale Banjar Liligundi Kaler, Desa Adat Liligundi, Bebandem, Jumat (20/8) pagi pukul 08.00 Wita. Deklarasi tersebut dihadiri 151 krama dari 218 kepala keluarga (KK) krama Desa Adat Liligundi. *k16

Komentar