nusabali

Ciptakan Kincir Air Tanpa Listrik, Meninggal karena Komplikasi

Kisah I Wayan Budiasa, Jebolan Kejar Paket B Pemegang Juara LTTG Nasional

  • www.nusabali.com-ciptakan-kincir-air-tanpa-listrik-meninggal-karena-komplikasi

Sebelum menghembuskan napas terakhir akibat komplikasi sakit jantung, ginjal, dan hipertensi di RSUD Payangan, Wayan Budiana sempat selama setahun bolak-balik masuk RS dan rutin cuci darah.

GIANYAR, NusaBali

Pria inovatif pencipta pompa kincir air tanpa listrik, I Wayan Budiasa, 38, meninggal dalam perawatan di RSUD Payangan, Desa Melinggih, Kecamatan Payangan, Gianyar, Rabu (18/8) malam pukul 22.00 Wita. Jawara Lomba Teknologi Tepat Guna Nasional 2017 yang hanya jebolan Kejar Paket B, asal Banjar Lebah A, Desa Bukian, Kecamatan Payangan ini meninggal akibat sakit komplikasi.

Sebelum menghembuskan napas terakhir, Wayan Budiana sempat selama beberapa hari dirawat di RSUD Payangan. Pria inovatif kelahiran 25 Januari 1983 ini juga sempat selama setahun bolak-balik ke rumah sakit, karena komplikasi sakit jantung dan ginjal. Wayan Budiana pun rutin melakukan cuci darah.

Hal ini diungkapkan istri almarhum, Ni Putu Ari Sapta Pratiwi, 30, ketika dikonfirmasi NusaBali, Jumat (20/8). Putu Ari menyebutkan, penyakit yang diderita almarhum Wayan Budiana bermula dari mual-mual setahun lalu. Ketika diperiksa lebih lanjut ke rumah sakit, terungkap almarhum mengidap asam lambung dan terjadi komplikasi ke jantung dan ginjal.

"Almarhum pernah selama sebulan penuh dirawat inap di RSUD Sanjiwani Gianyar. Dalam 2 bulan selanjutnya, almarhum rawat jalan dan rutin melakukan cuci darah,” jelas Putu Ari.

Belakangan, kata Putu Ari, almarhum Wayan Budiana mengidap hipertensi. "Tensinya pernah naik sampai 250. Sesaat sebelum meninggal, tensinya mencapai 195," kenang ibu dari anak semata wayang, Ni Luh Putu Fitri, 12 ini.

Menurut Putu Ari, kematian almarhum Wayan Budiana menyisakan duka mendalam bagi keluarganya. Maklum, almarhum merupakan tulang punggung keluarga. Banyak cita-cita almarhum yang belum bisa diwujudkan, karena jatuh sakit sampai akhirnya meningga. Termasuk harapan untuk membangun rumah.

Saat terbaring lemas di rumah sakit, menurut Putu Ari, suaminya ini berpesan agar membesarkan anak semata wayang mereka, Ni Luh Putu Fitri, yang kini duduk di Kelas VI SD. "Almarhum sangat ingin anaknya bisa melanjutkan sekolah sampai perguruan tinggi,” tutur perempuan berusia 30 tahun ini. Hingga Jumat kemarin, jenazah almarhum Wayan Budiana masih dititipkan di RSUD Sanjiwani Gianyar. Belum diputuskan, kapan jenazah akan dikuburkan.

Almarhum Wayan Budiana sendiri sempat mencatat prestasi gemilang ketika tampil sebagai juara dalam Lomba Teknologi Tepat Guna (TTG) Nasional 2017 yang digelar di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, 27 September 2017. Wayan Budiana berjaya berkat hasil karyanya berupa pompa kincir air tanpa listrik. Berkat hasil karyanya itu pula, 262 kepala keluarga (KK) di Desa Bukian bisa mendapatkan aliran air.

Beberapa hari setelah menjuarai Lomba TTG Nasional 2017 itu, Wayan Budiana sempat bercerita panjang lebar kepada NusaBali terkait pompa air tanpa listrik yang diciptakannya. Menurut Budiana, tujuan awal diciptakan kincir air tanpa listrik hanya untuk memudahkan warga di desanya mendapatkan air bersih layak konsumsi.

“Sumber mata air di Desa Bukian sebenarnya sangat melimpah, tapi untuk mendapatkannya sangat sulit. Warga harus jalan jauh hingga turun ke jurang untuk ambil air. Belum lagi ketika naik membawa air, sangatlah berat,” ungkap Budiana saat ditemui NusaBali di kediamannya di Desa Bukian, 1 Oktober 2017.

Budiana mengisahkan, ide pembuatan kincir air tanpa listrik ini tercetus sejak tahun 2004. Ketika itu, pria yang cuma lulusan Kejar Paket B (setingkat SMP) ini menyimak tayangan di salah satu stasiun TV. Saat itu pula, Budiana yang hanya bekerja sebagai buruh serabutan langsung berimajinasi. Dalam benaknya, dia memikirkan untuk mempermudah warga sedesa mendapatkan air bersih.

Namun sayang, keterbatasan ilmu pengetahuan membuat Budiana hanya bisa mencorat-coret rancangan seadanya. Budiana yang memang hobi memperbaiki beragam jenis peralatan pun membuat rancangan sebuah kincir air. Di sela waktu luangnya, sesekali dia coba rancangan kincir angin itu. Awalnya, hanya berbahan bambu dan barang bekas.

Barulah sekitar tahun 2008, Budiana didorong oleh warga di desanya untuk mencoba kincir air tanpa listri buatannya. Kemudian, Budiana bersama 10 rekannya yang tergabung dalam Kelompok Cipta Karya Desa Bukian mulai merakit sebuah pompa kincir air tanpa listrik. Pompa rancangan Budiana ini pun mulai diujicobakan. Dia memanfaatkan aliran air Sungai Wos sebagai daya dorong alami. Sementara air dari sumber air ‘Belahan Paras’ dialirkan secara gravitasi, untuk selanjutnya dipompa ke saluran pipa vertikal dengan ketinggian 100 meter. Selanjutnya, air bersih yang sudah dipompa dialirkan sepanjang 1.148 meter menuju bak penampungan (reservoar).

Kekuatan pompa kincir air ini mencapai 50 liter per menit atau hampir 1 liter per detik. Nah, dari reservoar berkapasitas 40,32 kubik itulah air bersih kemudian dialirkan ke rumah-rumah 262 KK di Desa Bukian. Seiring berjalannya waktu, bahan baku pompa yang awalnya berupa bambu mulai diganti, diperbaiki, dan disempurnakan. “Semuanya dikerjakan secara gotong royong,” cerita Budiana. Meski dominan dari keluarga miskin, Kelompok Cipta Karya Desa Bukian yang dikoordinasikan Budiana terbukti bisa memberikan solusi untuk warga sedesa. Segala biaya pun disumbangkan secara gotong royong. *nvi

Komentar