nusabali

Olah Jebugarum Jadi Arak dan Serbuk Dupa

Kreativitas Pengusaha Kecil I Ketut Windia asal Jembrana

  • www.nusabali.com-olah-jebugarum-jadi-arak-dan-serbuk-dupa

NEGARA, NusaBali
Arak buah pala atau arak buah Jebugarum (bahasa Bali, Red), terkesan agak aneh terdengar. Karena umumnya, arak dibuat dari tuak, baik tuak jaka (enau) dan tuak kelapa. Atau, ada juga arak baas karena dibuat dari biji beras.

Namun arak Jebugarum, kini menjadi salah satu produk usaha kreatif di Kabupaten Jembrana. Usaha ini muncul di tengah pandemi Covid-19. Arak buah jeburagum ini sempat diperkenalkan langsung Bupati Jembrana I Nengah Tamba, saat acara pengukuhan pengurus Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno Indonesia (PPMKI) Bali tahun 2021-2024, di wantilan Pura Jagatnatha Jembrana, Minggu (20/6) lalu. Bupati bertubuh tambun  ini mengklaim arak Jebugarum menjadi satu-satunya arak unik yang hanya ada di Gumi Makepung itu.

Produk arak buah Jebugarum kini tengah dipasarkan lebih luas lewat Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM) Jembrana. Arak ini merupakan produk kreatif yang dibuat seorang petani, I Ketut Windia,63, dari Banjar Bangsal Gulingan, Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo, Jembrana. Dia tidak hanya mengolah buah Jebugarum menjadi arak. Dari tangan Windia, buah Jebugarum yang lebih sering dijual sebagai rempah-rempah bahan masakan ini, juga diolah menjadi bahan serbuk dupa, manisan, sirup, wine, dan minyak urut dengan nama produk Sarin Amerta.

Kepada NusaBali, Jumat (23/7), Windia mengatakan, usaha membaut sejumlah produk dari buah Jebugarum, baru saja dilakoninya sejak mulai pandemi Covid-19 tahun 2020 lalu. Awalnya, Windia yang sejak lama menjadi petani ini, merasa perihatin dengan anjloknya harga buah Jebugarum. Hal itu pun membuat sejumlah petani yang menanam pohon Jebugarum, akhirnya berupaya menebang tanaman pohon Jebugarum untuk diganti tanaman lain.

"Idenya timbul dari diri sendiri. Karena di kebun saya juga kebetulan masih banyak pohon Jebugarum. Saya berpikir, dari pada diganti lagi ke tanaman lain, lebih baik langsung proses sendiri. Cari-cari informasi bisa dibuat apa saja, itu kita buat. Salah satunya bisa dijadikan arak," ujarnya.

Dalam membuat buah Jebugarum menjadi berbagai olahan itu, dilakukan Windia bersama keluarganya. Namun, diakuinya untuk produk wine dan arak buah Jebugarum hasil olahannya masih kecil-kecilan. Pasalnya untuk arak buah Jebugarumnya belum cukup dikenal. "Kalau pemasaran saat ini, baru dari tangan ke tangan. Untuk membantu pemasaran, sementara kita juga titip di PLUT," ujarnya.

Meski belum terkenal, Windia mengatakan, dari beberapa warga yang sempat mencoba produk arak buah Jebugarum olahannya, memiliki kelebihan tersendiri. Selain dinyatakan lebih enak, sambung Windia, dari beberapa orang yang biasa meminum arak, ketika mabuk hanya merasakan ngantuk. Begitu juga setelah bangun pagi, tidak merasakan pusing. "Itu kata beberapa pemakai. Soalnya saya sendiri bukan pemakai," ucapnya.

Saat ini, Windia mengatakan, juga masih terus melakukan uji coba dan berangan-angan membuat produk arak buah Jebugarum olahnnya bisa dipasarkan lebih luas. Begitu juga dirinya mempelajari bagaimana rasa arak yang disukai penggemar arak dan manfaatnya. "Kita juga sudah mengajukan permohonan untuk izin edar dari BPOM. Difasilitasi lewat PLUT. Tetapi karena masih pandemi, dari tim BPOM belum dapat turun ke lapangan untuk mengecek apa bisa diberikan izin edar," ucapnya.

Terkait harga arak buah Jebugarum olahannya, Windia menjual seharga Rp 80.000 per liter. Sementara dari PLUT KUMKM Jembrana yang tengah membantu promosi dan pemasaran dengan membuat kemasan lebih menarik, menjual arak buah Jebugarum olahannya seharga Rp 50.000 per botol ukuran 600 mililiter. "Untuk bahannya, sesuai namanya, kami pakai fermentasi buah pala (Jebugarum) dan dicampur beberapa rempah-rempah. Semua bahannya alami," ucapnya.7ode

Komentar