nusabali

Eksekusi Ricuh, Satu Polisi Kena Panah

  • www.nusabali.com-eksekusi-ricuh-satu-polisi-kena-panah

Dari 8 warga Kampung Bugis yang diamankan, salah satunya dibawa ke Pomdam IX/Udayana karena kenakan seragam TNI saat bentrok

36 KK Warga Kampung Bugis Kehilangan Tempat Tinggal


DENPASAR, NusaBali
Kerusuhan meledak saat eksekusi lahan sengketa seluas 94 are di Kampung Bugis, Desa Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, Selasa (3/1). Ratusan warga yang menolak eksekusi bentrok dengan petugas kepolisian. Akibatnya, satu polisi terluka kena anak panah, sementara belasan warga juga luka-luka.

Ratusan warga yang melakukan perlawanan hingga bentrok dengan polisi ini adalah mereka yang rumahnya dieksekusi. Rumah-rumah yang dieksekusi itu milik 36 kepala keluarga (KK), yang berdiri di atas lahan sengketa seluas 94 are. Eksekusi dilakukan pihak pemohon, Hj Maisarah, sesuai putusan kasasi Mahkamah Agung (MA).  

Proses eksekusi dimulai pagi sekitar pukul 07.40 Wita, diawali dengan apel kesiapan pengamanan di Lapangan Wayan Bulit Desa Serangan, Denpasar Selatan. Sekitar pukul 09.00 Wita, panitera PN Denpasar yang dikawal 1.200 personel kepolisian diback up petugas TNI langsung menuju lahan sengketa di Kampung Bugis untuk membacakan penetapan eksekusi.

Ketika itu, di lokasi sudah berkumpul sekitar 200 warga yang terdiri dari ibu-ibu, anak-anak, pemuda, dan para tokoh Kampung Bugis. Mereka sudah memblokade akses jalan masuk ke Kampung Bugis. Namun, dengan dikawal petugas kepolisian, panitera PN Denpasar tetap membacakan penetapan hingga selesai.

Usai pembacaan penetapan, kuasa hukum warga Kampung Bugis (selaku termohon), Rizal Akbar Maya Poetra, bersama tokoh Bugis, Zaenal Tayeb, serta Ida Tjokorda Pemecutan XI---Raja Puri Pemecutan, Denpasar yang punya ikatan sejarah dengan warga pendatang Kampung Bugis di Desa Serangan---langsung menolak eksekusi tersebut. Alasannya, dasar eksekusi yang digunakan panitera salah. “Eksekusi ini cacat hukum. Penetapan eksekusi yang digunakan tidak sesuai dan sesat,” tandas advokat Rizal Akbar yang disambut takbir dari ratusan warga Kampung Bugis.

Setelah berorasi sekitar 1 jam, kuasa hukum warga Kampung Bugis kemudian melakukan dialog dengan panitera PN Denpasar. Dalam dialog tersebut, Rizal Akbar tetap ngotot untuk menunda ekekusi, karena penetapan yang digunakan salah. Namun, panitera PN Denpasar dan pihak kepolisian yang mengawal proses, menegaskan akan tetap melanjutkan eksekusi.

Saiang sekitar pukul 11.00 Wita, ratusan personil Brimob Polda Bali dan Satuan Sabhara bersenjata tongkat mulai merangsek maju ke arah gerombolan massa yang duduk-duduk di sekitar jalan masuk Kampung Bugis. Kemudian, puluhan Polwan dikerahkan untuk mengamankan ibu-ibu dan anak-anak yang ikut duduk memblokade jalan.

Saat itulah, tiba-tiba bentrokan pecah. Ratusan pemuda dan orang tua terlibat adu pukul dengan aparat kepolisian. Mereka menggunakan senjata kayu. Tragisnya, sebagian ibu-ibu dan anak-anak yang ada di lokasi juga tak luput dari pukulan polisi dan tembakan merica. Meski kalah jumlah, warga terus melakukan perlawanan terhadap petugas kepolisian yang terus merangsek maju.

Setelah bentrok berlangsung sekitar 1 jam, ratusan aparat kepolisian berhasil menguasai keadaan. Pantauan di lokasi, saat itu ada belasan warga Kampung Bugis yang mengalami luka-luka seperti kepala bocor dan luka lebam di wajah. Bahkan, kuasa hukum warga, Rizal Akbar, juga harus berdarah-darah karena terluka di bawah mata kiri.

Sedangkan dari pihak petugas keamanan, seorang polisi terluka, yakni Iptu I Wayan Suartika. Polisi yang menjabat sebagai Kanit Intel Sat Brimob Polda Bali ini mengalami luka di bagian paha kiri, akibat terkena anak panah yang dilepaskan warga Kampung Bugis. Saat dievakuasi ke RS Prima Medika Denpasar Selatan, anak panah masih menancap di paha kiri polisi ini.

Iptu Wayan Suartika langsung dilarikan ke IGD RS Prima Medika, Selasa siang, untuk perawatan intensif. Berdasarkan keterangan dokter yang menanganginya, korban mengalami luka robek 1 cm dan luka tusuk anak panah sedalam 15-20 cm, hingga mengenai lapisan tulang. Polisi asal Banjar Sasih, Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini pun telah menjalani operasi selama 1 jam 20 menit untuk mengeluarkan anak panah yang menancap di pahanya.

"Korban sudah dioperasi. Yang melukai itu anak panah dari besi biasa. Kami juga sudah berikan obat anti tetanus untuk penanganan awal," ungkap dr I Nengah Kuning Atmadjaya, dokter yang mengoperasi korban di RS Prima Medika. Pasca dioperasi, Kanit Intel Sat Brimob Polda Bali ini harus menjalani rawat inap di rumah sakit dijaga ketat anggota Brimob.

Sementara, Kapolresta Denpasar Kombes Hadi Purnomo, yang memimpin langsung pengamanan eksekusi lahan di Kampung Bugis kemarin, mengatakan kericuhan terjadi karena warga memblokade akses jalan. Tujuannya, untuk menghambat proses eksekusi yang dilakukan panitera PN Denpasar. “Sebagai petugas yang mengawal eksekusi, kami melakukan pengamanan,” tegas Kombes Hadi.

Kombes Hadi menyebutkan, anggota kepolisian yang terluka akibat kena anak panah, Iptu I Wayan Suartika, didah dirawat di RS Prima Medika. Untuk kasus penyerangan polisi, pihaknya sudah mengamankan satu orang beserta barang bukti anak panah dan ketapel. Sedangkan sebagian warga Kampung Bugis yang sempat melakukan perlawanan, hingga Selasa sore masih menjalani pemeriksaan di Polresta Denpasar.  

Selain itu, ada satu warga yang diamankan ke Pomdam IX/Udayana. Warga bernama Andi Lukman ini diamankan karena menggunakan seragam TNI saat bentrok terjadi. Setelah diperiksa, pria tersebut hanya warga Kampung Bugis, bukan anggota TNI.

Menurut Kombes Hadi, hingga Selasa sore baru satu warga Kampung Bugis yang ditetapkan sebagai tersangka. Namun, dia enggan merinci identitas tersangka. “Sampai saat ini hanya ada satu warga saja yang sudah ditetapkan tersangka, karena melakukan penyerangan polisi dengan panah,” tandas Kombes Hadi.

Sementara itu, Selasa siang sekitar pukul 12.30 Wita, satu per satu alat berat yang disiapkan mulai masuk ke wilayah Kampung Bugis untuk meratakan 36 unit rumah milik 36 KK. Dari puluhan rumah yang dieksekusi itu, hanya ‘rumah panggung’ yang berada di depan Majid Assyuhada, Desa Serangan yang masih dibiarkan berdiri. Walhasil, ratusan warga dari 36 KK telantar setelah mereka kehilangan tempat tinggal.

Hingga sore pukul 17.00 Wita, ratusan petugas kepolisian masih bertahan untuk me-ngawal pekerja yang memasang pagar seng di wilayah yang baru saja dieksekusi. Sedangkan ratusan warga yang rumah-rumahnya diratakan, masih berkumpul di sekitar lokasi untuk merapikan dan mencari barang-barang yang tersisa.

Kuasa hukum warga Kampung Bugis, Rizal Akbar, mengatakan meski panitera PN Den-pasar sudah melakukan eksekusi, namun pihaknya tidak akan patah arang. Rizal Akbar menegaskan pihaknya akan melaporkan eksekusi cacat hukum ini hingga ke Mahkamah Agung (MA). “Eksekusi ini jelas salah. Karena penetapan yang digunakan tidak sesuai. Akan kami laporkan juga perusakan rumah milik warga ini,” katanya.

Sengketa lahan di Kampung Bugis, Desa Serangan itu sendiri berawal saat 36 KK menggugat kepemilikan tanah Hj Maisarah seluas 94 are ke PN Denpasar, 11 Mei 2009 silam. Alasannya, mereka (Muhamad Taha cs) sudah menguasai tanah sengketa secara turun temurun sejak 320-400 tahun (empat keturunan).

Namun, gugatan itu ditolak PN Denpasar, sebagaimana keputusan perkara perdata No 188/Pdt.G./2009/PN.Dps, yang dibacakan di depan sidang dan terbuka untuk umum pada 10 Desember 2009. Atas kekalahan itu, termohon eksekusi (36 KK) melakukan upaya hukum banding. Oleh Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar, malah amar putusannya menguatkan putusan PN Denpasar, dengan nomor putusan PT Denpasar No. 45/PDT/2010/PT.Dps tertanggal 28 Juni 2010.

Kalah di PT Denpasar, termohon eksekusi (Muhamad Taha cs) mengajukan upaya hukum yang lebih tinggi, yakni kasasi ke MA. Putusan kasasi MA, 22 Maret 2012, menolak permohonan kasasi dari termohon eksekusi, yang dituangkan dengan Nomor Putusan MA No 3081/K/Pdt/2010. Atas kekalahan Muhamad Taha cs di PN Denpasar, PT Denpasar, maupun MA, maka Hj Maisarah melalui kuasa hukumnya, Haposan Sihombing, mengajukan permohonan penetapan pelaksaan eksekusi yang dikabulkan PN Denpasar.

Maka, upaya ekksekusi lahan yang ditempati 36 KK pun dilakukan, 17 Juni 2014. Namun, upaya eksekusi kala itu berlangsung ricuh. Warga terlibat bentrok dengan puluhan anggota Ormas yang ikut mengamankan eksekusi. Akibat bentrokan ini, beberapa orang terluka kena lemparan batu dan pukulan. Ada 5 korban terluka kala itu.

Tidak lama berselang, kuasa hukum warga Kampung Bugis kembali mengajukan gugatan dengan beberapa bukti baru. Dalam gugatan tersebut menyatakan lahan yang diklaim Hj Maisaroh bukan di lahan yang kini ditempati 36 KK, melainkan ada di sebelah selatan tanah tersebut. Di tengah persidangan, sempat terjadi mediasi antara keduabelah pihak. Bahkan sempat ada kembali tawaran tali kasih, namun ditolak warga. Majelis hakim akhirnya menolak gugatan warga Kampung Bugis dalam putusan yang dibacakan, April 2016 lalu. * rez,in

Komentar