nusabali

Eks Sekda Jadi Tersangka Gratifikasi Rp 16 M

Puspaka Juga Dibayangi Kasus Rumah Dinas Sekda Buleleng

  • www.nusabali.com-eks-sekda-jadi-tersangka-gratifikasi-rp-16-m

Mantan Sekda Buleleng Dewa Ketut Puspaka diduga terima gratifikasi terkait izin pembangunan Bandara Bali Utara dan Terminal LNG Celukan Bawang

DENPASAR, NusaBali
Belum tuntas kasus korupsi rumah dinas, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buleleng 2011-2020, Dewa Ketut Puspaka, 58, malah dijerat penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Bali sebagai tersangka dugaan gratifikasi senilai Rp 16 miliar. Dugaan gratifikasi itu terkait dengan izin pembangunan Bandara Bali Utara dan pendirian Terminal LNG di Desa Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Buleleng.

Status tersangka gratifikasi mantan Sekda Buleleng ini diumumkan Plt Kajati Bali, Hutama Wisnu, bertepatan dengan Hari Bakti Adhyaksa (HBA) ke-61, Kamis (22/7). Hutama Wisnu mengatakan, pihaknya sudah menetapkan eks Sekda Buleleng Dewa Puspaka sebagai tersangka dugaan gratifikasi senilai Rp 16 miliar, Jumat (16/7) lalu.

“Jadi, ada beberapa kasus gratifikasi terkait dengan pendirian pabrik LNG dan pem-bangunan Bandara Bali Utara,” jelas Hutama Wisnu dalam jumpa pers di Aula Kejati Bali, Jalan Letda Tantular Niti Mandala Denpasar, Kamis (22/7) siang pukul 13.00 Wita.

Sedangkan dalam rilis yang dikeluarkan Humas Kejati Bali kemarin, disebutkan eks Sekda Dewa Puspaka diduga telah menerima gratifikasi dalam sejumlah pembangunan. Di antaranya, izin pembangunan Bandara Bali Utara di Buleleng tahun 2018. Gratifikasi diduga diterima dari beberapa orang dalam rangka membantu percepatan izin pemba-ngunan bandara di pusat. Penyerahan uang gratifikasi dilakukan 3 tahap selama periode 2018-2019.

Selain itu, Dewa Puspaka juga diduga menerima gratifikasi dalam pengurusan izin pembangunan Terminal LNG di Desa Celukan Bawang. Terakhir, sang mantan Sekda Buleleng juga diduga menerima gratifikasi terkait penyewaan lahan tanah di kawasan Yeh Sanih, Desa Bukti, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng yang dilakukan suatu perusahaan periode 2015-2019.

Dalam kasus gratifikasi senilai total Rp 16 miliar ini, terangka Dewa Puspaka dijerat Pasal 11 atau Pasal 12 huruf (a) atau huruf (g) UU Tipikor serta Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Aspidsus Kejati Bali, Agus Eko P, mengatakan total gratifikasi yang diduga diterima Dewa Puspaka sejak tahun 2015 hingga 2020 mencapai Rp 16 miliar. Gratifikasi itu diberikan oleh perusahaan dan perorangan untuk penerbitan izin.

"Pemberi gratifikasi ada dari perorangan dan perusahaan. Gratifikasi untuk pembangunan Terminal LNG sekitar Rp 13 miliar, sementara untuk izin pembangunan Bandara Bali Utara sekitar Rp 2,5 miliar," terang Agus Eko seusai jumpa pers kemarin sore.

Ditanya apakah pemberi gratifikasi juga ditetapkan sebagai tersangka, menurut Agus Eko, sejauh ini belum. Namun, penyidik Kejati Bali sudah memeriksa 27 saksi dalam kasus ini, termasuk para pemberi gratifikasi. “Nanti akan kita infokan lagi kalau ada perkembangan,” tandas Agus Eko.

Sedangkan Asisten Itelijen (Asintel) Kejati Bali, Zuhandi, mengatakan ada dua surat perintah penyidikan terhadap eks Sekda Dewa Puspaka. Pertama, surat perintah penyidikan (Sprindik) berkaitan sewa rumah dinas bagi Sekda Buleleng (waktu itu 2014-2020, Red) dan Sprindik terkait gratifikasi. "Surat perintah penyidikan berkaitan sewa rumah dinas, ini masih dalam proses penyidikan. Ada 22 saksi yang sudah kami periksa," jelas Zuhandi.

Sementara itu, penasihat hukum Dewa Puspaka, yakni Agus Sujoko, membenarkan telah menerima surat penetapan tersangka kliennya dari penyidik Pidsus Kejati Bali, beberapa waktu lalu. Namun, tidak dijelaskan kliennya dijerat kasus gratifikasi apa. “Apakah terkait rumah jabatan, LNG Celukan Bawang atau lainnya,” ujar Agus Sujoko, Kamis kemarin.

Agus Sujoko pun membeber kejanggalan dalam penetapan tersangka gratifikasi untuk Dewa Puspaka. Menurut dia, jika Dewa Puspaka dijerat karena menerima gratifikasi dalam perizinan pembangunan Bandara Bali Utara, faktanya sampai sekarang izin bandara belum keluar. Selain itu, seluruh perizinan ada di tangan Kementerian Perhubungan dan Pemprov Bali. “Kalau Pemkab kan hanya rekomendasi saja. Itu pun pasti melalui Bupati juga,” jelas Agus Sujoko.

Disebutkna, hal yang sama juga terjadi dalam kasus dugaan gratifikasi izin Terminal LNG di Celukan Bawang. Menurut Agus Sujoko, seluruh perizinan kewenangannya ada di Pelindo. Sementara izin AMDAL dan lainnya, berada di tangan Pemprov Bali. Pemkab Buleleng hanya keluarkan rekomendasi yang juga melalui Bupati. Bahkan, kata Agus Sujoko, sejak beberapa tahun terakhir Terminal LNG di Celukan Bawang tak bisa beroperasi, karena ada penolakan warga.

Mengenai gratifikasi dari penyewaan lahan di kawasan Yeh Sanih, Desa Bukti, menurut Agus Sujoko, itu merupakan investasi swasta. Tidak ada kaitannya dengan Pemkab Buleleng atau Dewa Puspaka selaku Sekda. Agus juga mempertanyakan status pemberi gratifikasi yang sampai kini masih saksi. “Kalau yang menerima sudah jadi tersangka, ya harusnya pemberi gratifikasi juga tersangka. Atau dibuka saja siapa yang memberi?” tanya advokat asal Jawa Tengah ini.

Sayangnya, Dewa Puspaka belum berfhasil dikonfirmasi NusaBali terkait status tersangka gratifikasi yang dijeratkan Kejati Bali. Saat coba dihubungi per telepon, Kamis malam, nomor ponselnya dalam keadaan tidak aktif.

Dewa Puspaka sendiri sebelumnya sempat diperiksa penyidik Kejati Bali selaku saksi dalam kasus dugaan korupsi sewa rumah jabatan Sekda Buleleng, 23 Maret 2021 lalu. Pemeriksaan dilakukan hanya berselang 4 hari pasca Dewa Puspaka kembalikan uang sewa rumah jabatan Sekda periode 2014-2020 sebesar Rp 924 juta ke kas daerah Buleleng.

Saat itu, Dewa Puspaka dicecar 27 pertanyaan terkait rumah jabatan yang ditempatinya di Jalan Kumbakarna LC X Nomor 14 Singaraja kawasan Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng. Usai diperiksa, mantan birokrat asal Desa Ringdikit, Kecamatan Seririt, Buleleng ini mengatakan hormati proses hukum yang sedang berlangsung. *rez,k23

Komentar